12 Chapter 11 : Attack!

"Menggenggam rahasia seseorang sama dengan menggenggam jiwanya."

- Akiyoshi Rikako -

< - - - - - >

Aku menemukan Kachan berdiri di depan gerbang, mengerut pada tanah. Dia tidak bergerak meski aku sudah berdiri di depannya. Suara burung terdengar dari hutan yang harus kami lalui. Aku dengan sabar menunggu Kachan mencerna apa pun yang ada di pikirannya – atau perutnya?

"Oi,"

"Kau tidak ingin pulang?"

"Dengarkan aku dulu, sialan!"

Aku memicingkan mata kesal, tetapi tidak berkutik dan memilih untuk menunggunya memuntahkan semua pikirannya.

"Aku tidak akan membantumu, apa pun yang kau rencanakan." Tegasnya, membuatku menaikkan alisku bingung.

"Aku ingat tidak pernah memberimu pilihan."

"Aku yang memilih. Ini hidupku, apa pun yang aku lakukan adalah pilihanku. Aku tetap akan menempel padamu tapi aku menolak terlibat dalam rencanamu."

Kachan berjalan melewatiku yang masih terkejut dan bingung dengan pembicaraan ini.

"Persetan dengan rahasia keparat itu. Lakukan saja sesukamu, aku tidak peduli lagi. Aku akan mengikutimu sesuai kemauanku dan aku akan menolak jika tidak ingin melakukannya."

< - - - - - >

"D-d-deku, a-a-a-pa..."

Bau darah semakin pekat, terus mengalir dan menetes. Aku hanya diam memandangi dan menunggu.

"Aaah, AAAAAA!"

Teriakan pilu penuh teror itu menjadi melodi yang mengisi kesunyian malam itu.

"Ti-tidak. A-a-a-ku, aku, aku, aku aku aku!"

Aku mendekat, meremas bahu kecil yang bergetar ketakutan.

"Kachan, aku tidak melihat atau mendengar apa pun."

< - - - - - >

Aku menutup pintu kamar dengan keras. Menunggu reaksi Ibu yang sibuk di dapur dengan makan malam. Setelah beberapa menit, dapur dipenuhi dengan suara minyak dan gumaman lagu dari bibir Ibu. Aku menjatuhkan diri di kasur setelah merasa lega, melemparkan tas sembarangan.

Aku masih terus memikirkannya, Kachan sudah berubah. Jauh dari bocah kurus berkepala besar, bersumbu lebih pendek dari ekor keledai dan bertindak tanpa peduli keadaan. Dia membuktikannya, bahwa seseorang yang menanggung dosa besar bisa melangkah maju tanpa rasa takut.

Aku juga tidak takut. Tapi aku merasa berjalan di tempat yang sama. Terus berputar, tanpa keinginan untuk mendobrak atau mencari jalan keluar dari kotak yang mengurungku. Kenapa?

Apa yang berbeda? Apa yang salah?

< - - - - - >

"Midorya-Chan!"

Suara Atsui cukup mengejutkanku, membuatku kembali menyadari tempatku berada. Bis yang berjalan pelan menuju wilayah pelatihan penyelamatan yang sempat disinggung Aizawa-Sensei saat homeroom pagi tadi, menjadi sunyi seketika. Mereka memandang ke arahku dengan wajah penasaran.

"I-iya? Ka-kalian tadi sedang membicarakan apa?"

Aku memaksakan diri menggaruk kepalaku yang sekarang sangat sakit. Aku tidak seharusnya memikirkan banyak hal. Terlebih, suara Atsui seperti menusuk gendang telingaku.

"Kami sedang membahas quirk dan gaya bertarung anak-anak." Jawab Mina dengan semangat.

"Menurutku quirk Bakugou-Chan sangat kuat, tetapi dia terlalu galak untuk jadi populer."

"Itu memang kekurangannya kan?"

Seisi kelas tertawa, kecuali Kachan yang menjadi bahan lelucon. Aku hanya diam memandanginya yang balas menatapku tajam.

"Midorya-Kun, kau sungguh tidak apa-apa?" Uraraka, bertanya dengan nada serius. Hampir berbisik agar tidak menarik perhatian siswa lain.

Aku tertawa kikuk untuk menutupi degupan jantungku, "sungguh, aku hanya sedikit mengantuk."

"Oh ya, Midorya-Kun," Kirishima yang duduk tenang di samping Kachan mengalihkan topik pembicaraan ke arahku. "Aku melihatmu menutup mata saat pertarungan dengan Bakugo kemarin. Ah, sepertinya di bagian akhir setelah dia meledakkan wajahmu. Apa matamu terluka?"

Aku mengangguk ragu-ragu, meski seharusnya aku jujur saja dengan gaya bertarungku, tetapi rasanya sulit menjelaskannya sekarang. "Refleksku kurang cepat, ledakkan Kachan hampir merusak mataku."

"Jangan berlebihan!" Hardik Kachan memotong pembicaraan.

Dia sadar aku sedang menggunakan alasan ini untuk menyudutkannya.

"A-ah, a-a-a-aku tidak bermaskud. S-s-se-sepetinya Ka-chan salah paham."

Ketegangan dalam bis meningkat, meski begitu aku tetapbersikap kikuk dan merasa bersalah. Membuat orang-orang merasa kasihan lebihmudah dari pada membuat mereka takut dengan kekuatan.

< - - - - - >

Bis berhenti, setelah Aizawa-Sensei menyuruh kami keluar, aku mendengar suara yang bergaung seperti menggunakan mic astrounut. Suara ini kan...

"Ah, Thirteen-San!" Aku langsung membangkitkan mode otaku. Menjabarkan segala pengetahuan tentang Hero berkostum astrounut di hadapanku.

Setelah ocehan panjang – tidak penting dariku dan sangat penting dari Aizawa-Sensei – kami memasuki arena pelatihan yang dinamai USJ. Dari luar aku sudah memetakan wilayah luas yang berisi berbagai macam simulasi bencana. Tempat ini seperti taman bermain dalam ruangan terbesar. Yuei memang terbaik dalam melengkapi fasilitas latihan.

Tunggu. Ada sesuatu. Ada yang tidak beres. Apa pun itu, membuat telingaku berdenging, degupan jantung yang semakin cepat. Perasaan tertekan apa ini?

"Wooahh, kalian juga punya simulasi penjahat?" Suara Kirishima membuatku menoleh pada suara langkah kaki ringan di tengah-tengah plaza. Di bawah sana, melewati puluhan tangga, tepat di tengah sana seseorang muncul. Dari mana?

"Itu bukan simulasi." Ketegasan dalam nada suara Aizawa-Sensei membuatku sadar seberapa serius situasi ini.

"Thirteen, bawa semua murid keluar."

"SEKARANG!"

Murid-murid mulai bersorak panik untuk mundur di belakang Thirteen yang membimbing sambil memberikan arahan. Telingaku masih berdenging, aku tidak bisa mengikuti langkah kaki mereka. Seseorang menarik tanganku.

"Midorya-Kun, cepat!" Suara Uraraka.

Sambil tersandung dan hampir terjerambap, aku mengikuti Uraraka yang menuntunku. Tetapi kami berhenti. Aku menabrak punggung seseorang. Dadaku seperti di tekan sesuatu, sakit. Nafasku tercekat.

"Midorya-Kun, Midorya-Kun. Kau tidak apa?" Uraraka masih memegangi tanganku. Suaranya terdengar menjauh.

Tiba-tiba bahuku diguncang dengan keras, "OI DEKU!"

Kachan. Aku meremas pakaian olahraga Yuei yang terpaksa kugunakan akibat All Might yang mengambil kostumku untuk melakukan perbaikan. Rasa tertekan ini tidak asing.

"Aku tidak bisa membiarkan kalian keluar."

"Brengsek! Minggir kau!" Kachan berteriak ganas, menyebabkan perhatian – sesuatu berupa pakaian besi melayang yang bersuara – teralihkan padanya.

Sesuatu terjadi, tetapi aku tidak bisa menangkapnya dengan telingaku. Kepalaku berdenyut menyakitkan. Di bawah, keributan lain sudah terjadi. Aku menggerakkan kedua tangan menutupi telingaku.

"DEKU! Jangan berani-beraninya kau jatuh di sini! Kalau kau sudah memutuskan untuk jadi pahlawan, angkat bokong kecil sombongmu itu dan berhenti meringkuk seperti Anjing ketakutan di situ!!"

Aku tersentak. Kachan bergerak maju menyerang benda melayang itu tanpa ragu. Tangannya bergerak melewati baju besi menghajar sesuatu di atasnya. Tunggu, apakah orang itu tidak memiliki bentuk tubuh solid selain baju besinya? Karena itulah aku tidak bisa melihat bentuknya dengan telingaku. Badannya tidak memantulkan suara apapun.

Aku berdiri, meski masih bergetar akibat rasa sakit yang tidak kunjung reda. Kirishima dan Kachan terus menyerang, mereka lagi-lagi terpukul mundur oleh sesuatu. Apakah mereka tidak bisa melihat benda solid dari besi yang ada di tengah-tengah orang itu?

"T-tu-buhnya..." aku berusaha mengeluarkan suara sekeras mungkin. "Ditengah sana ada sesuatu yang solid dan bisa kalian serang!"

"Dasar hama kecil!"

Apa pun yang dilakukan oleh makhluk itu, semua orang berteriak ketakutan. Aku bisa merasakan hawa membunuh disekitarku.

"Midorya-Kun!" Tanganku terlepas dengan paksa dari Uraraka. Tubuhku melayang seolah tertarik oleh sesuatu.

Aku terjatuh bebas, entah berada di mana. Akibat gangguan suara dan telingaku yang masih berdenging aku kesusahan memetakan lokasiku. Aku menghantam daerah perairan dengan keras, menyebabkan tubuhku terus jatuh semakin dalam. Air?

Apa ini danau tempat pelatihan penyelamatan? Tunggu, apa aku masih berada di USJ? Sial, sialan! Kenapa aku harus buta?

Ditengah pendengaran yang semakin terbatas, aku berusaha kembali naik ke permukaan. Sesuatu mendekat, aku merasakan gerakan arus yang cepat dari belakangku. Seseorang berenang dengan cepat ke arahku. Teman atau musuh?

Aku tidak bisa membedakannya.

Sialan! Entah berapa kali lagi aku harus mengutuk kekuranganku. Tidak berguna!

< - - - - - >

avataravatar
Next chapter