5 Chapter 04 : Work 'Out'

< - - - - - >

Akhir minggu, biasanya aku hanya akan menghabiskan waktu dengan berlari santai di pagi hari dan mengajak Kachan melakukan adu jotos di pantai, seperti yang kami lakukan beberapa malam lalu. Tapi saat akhirnya alarm ku berbunyi tepat di pukul 5, aku bersiap-siap mandi dan memasang kontak lens. Aku membongkar lemariku, meraba beberapa baju yang tergantung di sana.

"Ibu," aku melangkah ke dapur hanya dengan handuk yang melilit di pinggang, mengekspos otot yang sudah ku dapatkan setelah berusaha sejak kecil untuk tidak terlihat lemah. Serta beberapa bekas luka yang menghiasinya. Aku tidak pernah tahu persis di mana luka itu berada dan bagaimana bekasnya, tetapi setiap mandi aku merasakan bentuk dan garis-garis aneh di sekitar kulitku.

Ibu mengalihkan pandangannya dari telur dadar di telfon kecil. "Kenapa Izukun?" Jawabnya lembut.

"Dimana pakaian olahragaku?"

"Baju kaus hitam dan celana pendek itu? Ada di lemari bagian bawah." Jawab Ibuku cepat sambil membalik telur dadar, sedikit mendengus kecewa ketika ada bagian yang terlalu matang.

"Tidak, aku mencari seragam olahraga sekolah." Jawabku ragu-ragu.

Ibu sempat memandangku bingung. Sangat jarang bagiku pergi berlari dengan seragam lengan panjang yang bikin kegerahan itu. Aku tidak ingin terlalu menunjukkan ototku pada All Might, bisa-bisa dia mencurigai status quirkless milikku.

"Ada di mesin cuci, Ibu belum sempat mencucinya." Dusta ibu. Aku tahu Ibu berbohong karena detang jantungnya yang gelisah, terkadang aku seolah bisa membaca isi hati seseorang. Kapan mereka marah, kesal, sedih atau berbohong.

Aku tidak bisa membantah lagi. Terpaksa aku mengambil kaus hitam dan celana pendek selutut yang biasa kukenakan saat berlari pagi. Sebaiknya aku bergegas. Aku memasang headset di telinga sebelum memulai lari pagi dari rumah menuju pantai tempat perjanjianku dengan All Might. Aku berlari sambil mendengarkan kabar terbaru dari radio hero favorite ku.

< - - - - - >

Sesampainya di Dagoba Beach, pantai dengan pasir putih dan halus, tetapi dijadikan tempat pembuangan sampah dan menghabiskan setengah dari wilayah pantai yang sebenarnya. Aku bisa menebak latihan apa yang ingin All Might lakukan denganku. Menurutku latihan ini tidak perlu memakan waktu lama dilihat dari kondisi fisikku.

Sambil menunggu langkah berat All Might mendekati pantai, aku melakukan beberapa peregangan. Kaus hitam polos yang kukenakan justru menonjolkan otot yang selama ini aku sembunyikan di balik seragam SMP yang kebesaran. Saat All Might mendekat dan bersiap melompat dari ketinggian, aku memasang wajah kagum dan terkejut dengan kehadirannya. Pandangan mata yang menatap takut-takut pada wajahnya dan kembali terkejut serta sedih ketika ia akhirnya menunjukkan bentuk aslinya.

Seharusnya aku jadi aktor saja. Berpura-pura tidak buta saja sudah hebat, sekarang aku semakin jago berakting dengan mimik wajah.

"Midorya-Shounen, kau memiliki badan yang bagus." Pujinya, membuatku menunduk malu-malu.

"Meski quirkless aku tidak menyerah untuk jadi pahlawan. Kachan membantuku latihan fisik, jadi aku tidak dianggap lemah oleh teman-temanku yang lain." Aku memandang sedih ke arah pasir pantai.

Aku bisa merasakan tatapan sedih yang diberikan All Might. Meski menggunakannya untuk menjauh dari Ayah, jauh di dalam lubuk hatiku, aku benar-benar mengaguminya. Setiap kisah yang kudengar tentangnya selalu membuat perasaan semangat membuncah dan memunculkan pikiran untuk menjadi seorang Hero.

Tapi tentu saja, aku harus menepis pikiran itu ketika bertemu dengan Ayah.

"Midorya-Shounen?" All Might menjentikkan jarinya di depanku. Membuatku tersadar dan meringis akibat kerasnya suara yang masuk ke dalam telingaku. Saat aku kehilangan fokus, aku menjadi kesusahan mengatur jumlah suara dan volume suara yang bisa kutangkap. Jadi terkadang, suara yang jauh dapat terdengar sangat dekat. Karena itu aku harus mempertahankan fokusku, jika tidak, keadaan paling buruk yang pernah terjadi terakhir kalinya aku kehilangan fokus adalah berakhir di rumah sakit dengan telinga yang berdarah dan kehilangan kemampuan mendengarku selama beberapa hari.

"Ma-maaf All Might-San. Anda tadi sedang membicarakan apa?"

Aku menangkap kebingungan dari gerakan tubuhnya, sebelum melupakan apa yang barusan terjadi. "Aku merasa dengan tubuhmu yang sekarang, mungkin akan sulit untuk menerima langsung quirk dariku. Karena itu, aku ingin kau meningkatkannya lagi, ke tahap dimana kau bisa menggunakan quirkku tanpa menghancurkan tubuhmu."

Seberapa kuat quirknya? Sampai badan yang sudah aku banggakan ini masih kurang kuat untuk menerimanya. Aku menunggu sampai ia berhenti di depan tumpukan sampah elektronik di bagian tepi pantai yang menggunung dan bertumpuk-tumpuk. Aku sudah pernah menjelaskan bagaiamana telingaku bekerja selayaknya mata kan? Intinya, aku tahu bentuk dari setiap benda, letak dan ukurannya, bahkan yang sekecil batu kerikil. Aku hanya tidak tahu seperti apa warna dan detail-detail kecilnya.

"Aku ingin kau memindahkan semua sampah ini, membersihkannya sampai tidak bersisa. Kita punya waktu sekitar 8 bulan sebelum tes Yuei dimulai. Karena itu, jika kau bisa menyelesaikannya secepat mungkin, sisa waktunya akan kita gunakan untuk membuatmu terbiasa menggunakan quirk dariku."

"Ba-baik. Aku akan mulai dari sekarang." Aku bersiap menggulung lengan bajuku, kemudian berhenti setelah mengingat sebuah luka melintang dari bahu sampai lengan atasku. Tidak, aku tidak bisa menggulungnya.

Aku memulai dengan sebuah benda persegi panjang yang tingginya dua kali lipat dari tubuhku. Dari pintu ganda atas bawah yang sudah setengah rusak, aku langsung tahu bahwa itu adalah kulkas. All Might terkejut-kejut ketika menjelang sore aku sudah hampir membersihkan seperenam bagian pantai. Disela-sela kegiatan itu, All Might menyuruhku melakukan push up, sit up dan sprint di sekitar pantai. Jika memang hanya harus membersihkan pantai, aku akan menyelesaikannya dalam waktu kurang dari 5 bulan.

< - - - - - >

Aku datang setiap hari ke pantai selama berbulan-bulan. Sepulang sekolah aku hanya mengangkat beberapa buah sampah berat dan melakukan sprint di pinggir pantai. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah aku melakukan jogging ringan, terkadang Kachan muncul menemaniku. Saat di pantai, aku akan mengundang Kachan jika All Might tidak bisa datang. Disela-sela membersihkan sampah – sambil mendengar gerutuan Kachan mengenai tugas sok mulai yang ku kerjakan – kami akan melakukan sparing, terkadang Kachan menggunakan quirknya, tapi ia lebih sering bertarung dengan tangan kosong.

Pada akhirnya, aku berhasil membersihkan pantai pada bulan ke 6, masih ada waktu setidaknya dua bulan lagi untuk menguasai quirk pemberian All Might. Aku sudah mengirimkan formulir pendaftaran ke Yuei bersama Kachan, meski Ibu menentang keinginanku. Mungkin Ibu sudah bercerita kepada Ayah sejak aku mengumumkan sekolah tujuanku.

"Midorya-Shounen," sapaan kecil itu membuatku menolehkan kepala ke arah langkah besar yang semakin mendekat. Aku menyeka peluh di wajahku, sepertinya beberapa noda oli setelah mengangkat mesin tua sebuah motor ikut menempel. Baunya sangat menyengat di sekitar bibirku, atau tepat di bawah hidung?

All Might tertawa melihatku, aku terkejut mendengar getaran lembut dan tulus dari tawanya. Bukan jenis yang mengejek atau hanya berbasa-basi untuk menanggapi suatu percakapan. Tanpa sadar aku ikut tersenyum dan tertawa, terlebih tangan lebar dan kurus All Might terulur dan mulai membersihkan beberapa noda oli di wajahku.

"Kau benar-benar berusaha, aku tidak menyangka kau menyelesaikannya secepat ini." Pujinya, sambil mengacak-acak rambutku.

Aku memegang kepalaku, menunduk malu-malu dengan pujian berlebih itu. Aku bisa saja menyelesaikannya lebih cepat, jika saja Kachan tidak mengganggu dan menambah pekerjaan setiap datang menemaniku di sini dengan ledakan yang membuat sampah besar terpecah belah berantakan.

"Ahh.. ti-tidak. Aku-aku berusaha se-sebaik mungkin!" Kali ini aku benar-benar gugup.

All Might terus memuji pekerjaan dan otot yang berhasil aku dapatkan selama enam bulan ini. Dari getaran suara yang ku dengar, bisa kurasakan dia sedang tersenyum.

"Kau sudah siap menjadi penerusku, sekarang ayo makan ini."

Aku mendengarnya mencabut sesuatu dari kepalanya dan menyodorkannya padaku. Itu rambut kan? Aku tidak salah?

"Ma-makan?" Aku memasang wajah bingung.

All Might berubah ke sosok berototnya dan mengangguk dengan gagah. "Makanlah, kau akan bisa merasakan quirk ini mengalir di tubuhmu paling tidak besok pagi."

Aku masih menatap bingung pada All Might dan rambut di tangannya, bergantian.

"Sebenarnya, quirk ku di wariskan melalui DNA. Jika dulu kami mewariskannya melalui darah akibat pertarungan tiada henti dan dalam keadaan sekarat, sekarang aku tidak mungkin menyuruhmu meminum darahku. Bukankah lebih baik memakan rambut yang terdapat DNA ku?" Apa yang di bicarakan All Might terdengar lebih logis.

Aku memakan rambut itu, membuat lidahku mengecap rasa dari gel rambut dan sampo yang digunakan All Might. Butuh kekuatan besar untuk menahan otot perutku agar tidak mengeluarkan sisa makan siang di lambungku. Aku mengarahkan jempolku pada All Might yang di balas dengan tepukan kuat di punggung.

Jangan muntah! Jangan muntah!

All Might menyuruhku pulang setelah menemaninya menonton matahari terbenam. Aku tahu malam sudah datang, suara binatang malam yang mulai bermunculan menjadi pertanda datangnya malam bagiku. Meski sudah berbaring di atas kasur selepas berendam di dalam ofuro hangat yang disediakan Ibu, aku masih terus memikirkannya. Kenapa dunia begitu tidak adil, karena mempertemukanku pada orang sehangat All Might hanya sebatas murid dan guru saja.

Andaikan saja, All Might adalah ayahku. Kehidupan seperti apa yang akan kudapatkan?

< - - - - - >

avataravatar
Next chapter