1 A SONG IN THE PLAGUE (half prologue)

"Harapan dan kehancuran datang berselimut, Pertanda turunnya hujan"

terdengar lantunan melodi dan lagu yang dimainkan dengan sangat indah dan merdu, Jenis lagu yang asing bagi orang-orang yang tinggal didunia tersebut sampai membuat semua makhluk yang ada di sekitarnya penasaran darimanakah suara ini berasal.

"Berakhirlah petualangan tanpa ujung"

si penyair dengan bingung menatap sekelilingnya. Ia terkejut melihat bermacam hewan dan beberapa monster lemah berkumpul mendekatinya. Bahkan para goblin kecil datang memberanikan diri karena rasa penasaran.

"aku tau kalian ada dibalik pohon itu. Keluarlah, tidak apa-apa aku tidak akan menyakiti kalian selama kalian tidak menyerangku duluan. Ayo mendekatlah"

kedua goblin kakak beradik itu mendekati sang penyair. Mereka berkeringat dingin dengan kaki yang gemetaran. perlahan mulai mendekati si penyair. Si penyair menyadari hal itu dan dia hanya tersenyum.

"Apa kalian menyukai lagunya?"

kata si penyair. Kedua goblin tersebut menganggukkan kepala mereka.

"kenapa kalian berdua bisa ada disini? apa kalian tersesat, ataukah kalian sedang berburu? Tidak seharusnya goblin berada di hutan wilayah para manusia"

Satu dari goblin tersebut mencoba untuk berbicara menggunakan bahasa isyarat. sambil menggunakan sedikit bahasa monster sementara si kakak berkata.

"hei sedang apa kau? Percuma juga kau berkata begitu dia tidak akan mengerti karena manusia dan monster itu punya bahasa yang berbeda"

"Apakah maksud kalian bahasa monster yang seperti ini?"

Kedua goblin itu langsung terkejut karena manusia tidak seharusnya diajarkan tentang bahasa monster.

"Yah inilah anugerah yang diberikan oleh sang dewa sejak aku datang kedunia ini"

kata si penyair dalam pikirannya.

"bukankah seharusnya manusia tidak dapat mengerti bahasa kami?"

" Eh tapi itu berbeda untukku. karena aku memiliki kemampuan untuk memahami semua perkataan makhluk. Jadi apapun yang mereka katakan aku dapat mengerti dan berbicara dengan bahasa yang sama"

Tiba-tiba sang penyair menempelkan tangan dibelakang telinganya sambil mengucapkan mantra.

"naungan berkah agung kuatkanlah indra yang ada ditubuhku!"

Bisik si penyair. Terdengar suara samar-samar yang tidak jauh dari lokasinya.

"KYAAAA!!! Ti-tidak eriena siapapun kumohon tolong kami!"

Dengan cepat si penyair bergegas menuju ke lokasi.

"tunggu, apakah kau juga mendengar suara itu?"

Ucap adik goblin.

"kau mendengarnya juga?"

kata si penyair.

"iya, Jarak dari suaranya sekitar 60 meter kearah timur dari sini"

"kalian berdua mungkin ini terlalu cepat karena kita baru saja bertemu tapi- sampai nanti."

"oh iya namaku el-huka kalian harus mengingatnya ya"

ucap si penyair yang berlari menuju sumber suara. sambil melambaikan tangan namun dengan ceroboh si penyair itu malah menabrakkan diri kepohon yang ada didepannya.

"aduh…memalukan sekali padahal aku sudah terlihat keren tadi"

tidak lama kemudian.

"baiklah, kurasa ini saat yang tepat untuk mencoba mantra itu dengan gitar kecil ini"

Si penyair menurunkan kecepatan berlarinya dan memainkan gitar tersebut.

"naungan yang bijaksana berikanlah keringanan dan sayap kecil pada tubuhku ini!"

partikel-partikel cahaya mulai bermunculan membentuk sayap kecil dan sepasang sepatu transparan.

"tambah kecepatan wahai tubuhku"

dengan tubuh yang sudah ringan si penyair berlari melompati cabang pohon satu-persatu.

"yang mulia…cepatlah…lari *uhuk uhuk"

kata seorang maid sekaligus ksatria yang sedang diambang kematian berusaha melindungi tuannya.

"tidak! bertahanlah aku akan menyembuhkanmu!"

teriak si putri

"tuan pu…tri…..la..ri"

tak lama kemudian salah satu dari bandit mencengkram tangan si putri dengan kuat sampai membuat tubuhnya sedikit terangkat.

"hei gadis kecil, sebelum kami menjualmu kurasa ada baiknya kita bermain dulu denganmu uahahaha!"

putri yang panik langsung berusaha untuk lepas dari tangan si bandit walaupun dia sudah tau kalau dirinya tidak berdaya.

"lepaskan! Cepat lepaskan! Kumohon- siapapun tolong kami!"

ucap si putri sambil merintih dan meneteskan air mata.

sesampainya si penyair di lokasi. dia mengamati situasi sejenak. berpikir apakah bandit itu memiiki sandera atau tidak.

tidak lama kemudian dia melihat pakaian tuan putri yang ingin dibuka paksa oleh para bandit.

itu membuatnya sedikit emosi dan memancarkan aura mana negatif dari tubuhnya. akan tetapi dia tetap menahan perasaannya.

"uwaaah ini pemandangan yang mengerikan. baiklah ayo kita lakukan dengan musik. Self magic creation! melody elemental"

si penyair mulai memainkan sebuah lagu.

Hembusan angin dihutan itu menjadi hening. pohon-pohon berayunan seperti sedang menari. lagu itu seakan sedang memanggil setiap makhluk yang ada dihutan. mengiringi segala hal yang ada disekitarnya.

"hey bos apa kau merasakannya? Bunyi ini darimana asalnya. Ini seperti suara alat musik" ucap salah satu dari bandit.

"hah? Merasakan apa?, kalau yang kau maksud adalah uang aku sudah menjajalnya sekarang"

kata si bos dengan arogan.

"bukan itu yang kumaksud, Tidakkah kau merasakan kalau aura hutan ini mulai berubah sejak suara asing ini muncul?"

Ucap si bawahan.

"kraaarghhh…krrraghhh"

suara gagak serentak terdengar dari kejauhan.

Semuanya menjadi hening. bahkan para bandit mengurungkan niat mereka untuk melakukan "itu" pada tuan putri.

"oi bos kita terkepung! Lihatlah disekelilingmu sekarang! Giant bear,white tiger dan bahkan serpent ants. Ayo lepaskan gadis itu dan pergi dari sini!"

"tch sialan aku tidak akan melepaskan mangsa yang selangka ini begitu saja"

Setelah itu mereka semua baru menyadari. ternyata salah satu dari crew yang menyandera tuan putri sudah tewas dan sihir pelindung sudah terpasang disekeliling tuan putri beserta para pengawalnya yang terluka.

"bos si telinga dan mata kanan sudah tewas!"

ucap si bandit. dengan cepat dia mengecek tuan putri dan berusaha menggapainya namun dia langsung terkena efek sengatan listrik dari pelindung sihir yang sudah dipasang.

"tcih dasar gadis brengsek! aku tau ini pasti ulahmu benar?"

"apa maksudmu?"

Ucap putri yang kebingungan.

Terdengar teriakan histeris dari sekitar penjagaan. suara bandit yang penuh dengan kepanikan. terlihat seorang bocah dengan gitar kecil yang memainkan lantunan melodi, melodi tesebut tergambarkan jelas dari mana yang dikeluarkan si penyair yang kemudian berubah bentuk menjadi anak panah berukuran besar lalu menusuk tim pengintai yang ada disana.

"si-siapa kau!!, apa kau adalah penyihir?!"

Ucap pengintai yang sudah tidak berdaya.

"siapa aku itu terserah. yang jelas aku adalah malaikat pencabut nyawa kalian hari ini"

Kata si penyair dengan ekspresi penuh hinaan (tatapan sadis).

Sang penyair memposisikan dirinya diatas cabang pohon terdekat. lalu perlahan mengangkat tangannya keatas. Melepaskan jari telunjuk dan menurunkannya kearah kawanan bandit.

"landeuro acholansa machiana karnaia! (serang mereka sampai tidak bersisa wahai teman-temanku!)"

Si penyair memberikan perintah menggunakan bahasa monster. dengan satu perintah tersebut seketika semua monster dan hewan buas yang sudah mengepung para bandit mulai maju dan bertarung menghabisi kawanan bandit.

Satu persatu para monster hutan mencabik dan bertarung dengan kawanan bandit. ada sekitar 40 jumlah total bandit yang ada disana dengan perlengkapan seperti petualang. termasuk tim dengan bermacam regu seperti archer,assassin dan petarung. mereka semua tampak sedang bertarung dengan posisi para bandit yang saat itu sudah kehilangan formasi dan menjadi panik. situasi dimana para bandit menghadapi segerombolan monster dari berbagai peringkat.

"sialan! Kita kalah jumlah! Monster-monster ini sangat kuat!"

Ucap salah seorang bandit

dengan elegan penyair itu memasuki pertempuran. dia memainkan sebuah lagu yang membuat tanaman dibawah prajurit yang tumbang dengan cepat memanjang mengikat tubuh mereka. lalu cahaya kehijauan muncul membuat semua luka dan cedera yang mereka alami kembali beregenerasi seperti tidak terjadi apa-apa.

" hyaaaaaaa!!!"

Bos bandit diam-diam mengayunkan pedang besar tepat menargetkan kepala penyair. Namun tiba-tiba si penyair menghilang dengan sekejap.

"lumayan. Kau mengincar titik butaku. tapi apa kau pikir teknik amatiran seperti itu akan melukaiku?"

Bos bandit mengayunkan pedangnya dengan membabi buta. namun tidak ada satupun dari serangan itu yang berhasil melukai si penyair atau bahkan menggoresnya.

"fhuush fhuush fhuush"

Suara tebasan dari pedang yang besar terdengar jelas.

"seni berpedangmu membosankan. bahkan lebih buruk dari petarung jalanan"

Ucap si penyair sambil menghindari semua serangan. kemudian dia menengok kebelakang dan berkata.

"lee vreeade motscun vola? (teman-teman apakah kalian sudah selesai?)"

Para monster mengaung menandakan mereka sudah siap dengan serangan penghabisan, Kemudian penyair menahan pedang pria tersebut dengan kedua tangan kosong, lalu dia menyerongkan badannya.

"a-apa ini"

bos bandit melihat apa yang terjadi dibelakang penyair. betapa terkejutnya dia melihat disekelilingnya. semua anggota bandit sudah terhempas, ada yang mati tertelan dan yang lainnya terluka parah.

"kau!! Apa kau ini monster?!!! kau membantai mereka semua dan bahkan kau memiliki monster tingkat menengah sebanyak ini"

Ucap bos bandit yang frustasi dan tidak dapat berkata apapun melihat anggotanya yang dibantai habis dan sudah dikepung oleh puluhan monster.

"haha-HAHAHAHAHA dasar bocah sialan!! Grraaahh mati kau!"

Tampak si bos bandit sudah kehilangan akal dan mengayunkan pedangnya dengan sembarang arah.

"hmmm? Apa kau sudah kehilangan akal? payah sekali"

Ucap penyair. dia pun menggunakan sihir pemanggilan benda untuk memanggil gitar kecilnya. setelah gitar itu sampai digenggaman tangan kanannya dengan sigap dia menyalurkan sihir penguatan dan pertahanan lalu-

"baiklah para penonton sekalian. mari saksikan score yang akan aku raih!"

Para monster tampak antusias. lalu dia mengayunkan gitar itu seperti sedang bermain baseball. menahannya sejenak dan memukul bos bandit dengan sangat keras sampai dia terpental dan menghancurkan pohon yang ada dibelakangnya.

"HOME RUN! uups sepertinya aku terlalu berlebihan"

Setelah membereskan para bandit penyair kemudian perlahan mendekati putri dan para pengawalnya. sang putri tampak agak ketakutan ketika penyair mendekatinya.

"h-hey tidak apa. jangan takut aku bukan musuhmu"

Ucap penyair dengan lembut.

"apa kau utusan dari kerajaan?"

Suara putri masih terdengar gemetaran. penyair yang menyadari itu kemudian perlahan mendekat dan mengelus kepala putri agar dia tenang.

"aku hanyalah seorang petualang yang kebetulan lewat. namaku el-huka"

Ucap si penyair.

"el-hu..ka lalu bagaimana dengan pengawal lainnya. dimana eriena? Apa dia baik-baik saja?"

putri tampak khawatir dan secepatnya mendekat ke arah ksatria kesayangannya.

"erina! apa kau baik-baik saja?"

Putri memeluk eriena dengan sangat hati-hati. dia menyadari kalau semua luka eriena sudah sembuh tak berbekas sama sekali.

"lukanya- bahkan bekas tebasan yang dalam itu hilang. tuan el-huka apa anda yang sudah menyembuhkan mereka?"

Kemudian si penyair menurunkan tangannya dan mengisyaratkan tuan putri untuk diam sejenak.

"ini-…perasaanku tidak enak. tuan putri disini tampaknya berbahaya ayo kita bawa semua orang dan pergi dari sini secepat mungkin"

Ucap penyair dengan nada gelisah.

"ada apa? apakah sesuatu yang buruk akan terjadi?"

Tanya tuan putri.

"Aura ini-…kurasa para mayat itu berada disekitar sini. bukankah ini termasuk ke dalam zona aman. bagaimana bisa-"

Disaat para gagak berterbangan. penyair kemudian memanggil 5 monster bertubuh besar yang ada disana untuk membawa putri dan regunya ke tempat yang aman.

"tunggu bagaimana dengan para bandit yang masih terluka? Bukankah kita harus menangkap mereka?"

Ucap si putri

"kita tidak punya waktu untuk itu. Lebih baik kita tinggalkan mereka disini dan menjadikanya sebagai tumbal"

avataravatar
Next chapter