19 Bagian 18. Problem (2)

Bagian 18. Problem (2)

--

Kami pergi keluar mengendarai mobil BMW milik Beth. Beth tidak pernah pergi keluar naik motor seumur hidupnya bahkan denganku sekalipun. Seperti biasa, aku yang menyetir. Walaupun aku tidak memiliki mobil, tetapi aku memiliki surat ijin mengemudi untuk mobil. Terkadang aku malu karena kemana-mana masih menggunakan mobil milik Beth, tetapi apa daya, keuanganku masih terbatas. Aku belum bisa membeli mobil sendiri.

--

Setelah melihat-lihat beberapa unit ruko dan tempat usaha, akhirnya kami menemukan tempat usaha dalam bentuk ruko yang cukup strategis dan dengan harga yang cukup terjangkau. Setelah negosiasi yang cukup panjang, akhirnya kami sampai juga pada kesepakatan. Aku juga bisa tinggal di ruko ini. Lantai 1 dan 2 bisa aku gunakan untuk usaha sedangkan lantai 3 bisa untuk tinggal. Biaya sewa dan renovasi ruko diperkirakan hampir 200 juta untuk 2 tahun. Rencananya aku akan membuka toko baju-baju branded.

Setelah perjuangan kami mencari lokasi usaha seharian, kami memutuskan untuk mencari makan di mall. Sudah lama sekali kami tidak jalan berdua seperti ini. Beth terlihat sangat senang. Sepertinya selama beberapa hari terakhir, Beth hanya diam di rumah saja dan tidak jalan-jalan. Apalagi kami sempat bertengkar dan tidak jalan bareng.

Beth mengaitkan tangannya di lenganku sambil bersandar di bahuku. Sepintas aku teringat akan Vele. Vele juga sempat melakukan hal yang sama padaku. Kalau sampai Beth tahu, aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya.

Sambil berjalan menuju ke foodcourt di lantai teratas, beberapa kali pandangan Beth teralihkan ke arah produk tas branded dan baju-baju di setiap toko dalam mall. Dan berkali-kali pula aku menahan Beth untuk tidak berbelanja. Uang memang bukan masalah bagi Beth. Tetapi aku ingin mengajarkan pada Beth untuk berhemat. Mencari uang itu tidak gampang. Selain itu, aku juga tidak mau membawakan barang belanjaannya yang akan sangat banyak apabila ia berbelanja.

Kami menaiki eskalator menuju ke foodcourt. Eskalator naik dan turun letaknya bersebelahan. Beth masih mengaitkan tangannya ke lenganku sambil menyandarkan kepalanya di bahuku.

Aku memperhatikan sekeliling mall. Mall masih sepi pada jam segini. Terlihat seorang gadis cantik menuruni eskalator dari lantai atas. Gadis dengan rambut berwarna merah dan ikal. Sepertinya aku mengenali gadis ini. Ia mengenakan blus putih dan rok jeans mini. Bentuk tubuhnya yang menarik dan kecantikan gadis tersebut membuat pandanganku tidak bisa terlepas darinya. Hei, dia adalah Vele. Vele sepertinya baru menyadari kehadiranku pada saat kami berpapasan di eskalator.

"Eh, hai,Gel!" Sapanya.

"Eh..ah..iyaa..hai!!"sapaku gelagapan. Aku sedikit salah tingkah. Aku tidak menyangka Vele menyapaku disini.

Sesaat,raut wajah Vele tampak sedikit syok melihat Beth memeluk lenganku. Kemudian ia langsung tersenyum sambil melambaikan tangannya. Pertemuan kami di eskalator hanya sesaat karena Vele berada di eskalator turun sedangkan aku dan Beth berada di eskalator naik. Vele langsung melanjutkan perjalanannya tanpa menoleh kembali ke arah kami.

Beth tampak kesal melihatku. Sepertinya ia menyadari kalau aku tidak melepaskan pandanganku dari Vele barusan. Beth melepaskan pelukannya dari lenganku. Kami berjalan menuju ke meja kosong di foodcourt.

"Kamu mau makan apa?"tanyaku.

"Ga tau.."

"Aku pilihin apa aja ya.."tawarku sambil berdiri melihat-lihat restoran sekeliling.

"Ga usah..ga lapar.."ujar Beth dengan ketus.

"Lho?bukannya tadi kamu bilang udah lapar?"tanyaku heran.

"Ya sekarang ga lapar mau gimana lagi.."

"Aku lapar nih..aku beliin Papper Lunch aja ya? kita makan bareng" tawarku sambil menunjuk salah satu restoran di foodcourt.

"GA! Makan aja bareng cewek tadi!!" Beth langsung bangkit berdiri dan pergi meninggalkanku.

"Beb!"panggilku. Ada apa dengan Beth? Apa salahku? Kenapa Beth marah padaku?

Aku langsung mengejar Beth dan menangkap lengannya.

"Beb..kenapa kamu marah?" Tanyaku.

"Pikir aja sendiri!"

"Gara-gara cewek tadi?"

"Iya!! Kamu liatin cewek lain sampai sebegitunya. Padahal lagi bareng aku!!"

"Ya ampun,beb.. itu cuman kenalanku aja. Ga perlu sampai ngambek begini dong..."

"Terserah..aku mau pulang aja!!"

"Yauda kita pulang ya..."

"..kok kamu malah iyain untuk pulang??? Bukannya baik-baikin aku???"

"Lho tapi tadi katanya mau pulang?"

"Ya kamu harus nangkap maksud cewek dong!! Kalau cewek bilang mau pulang ya bukan berarti mau pulang!!"

"Ha??" Aku tidak mengerti maksud dari Beth. Ia minta untuk pulang, tetapi setelah di-iya-in malah marah. "..jadi kamu maunya gimana sekarang?" Tanyaku lagi.

"..tau ah.." ujarnya sambil terus berjalan turun dari eskalator.

Kami terus berjalan hingga berhenti di atrium utama mall. Di atrium ini sedang ada pameran mobil.

"Kamu mau aku ga marah lagi kan?" Ujar Beth tiba-tiba

"Iya,gimana caranya?"

"Kamu beli mobil.."

"Hah?? Mobil?" Jawabku kaget

"Iya.. kita kan selama ini kalau kemana-mana pakai mobilku.. aku juga tidak mungkin naik motor?" Jelas Beth.

"Tapi duit dari mana? Aku ga punya duit untuk beli mobil.."

"Ada.. sisa uang dari papi, masih cukup buat beli mobil kan?"

Perasaanku semakin tidak enak. Aku mencoba menghitung dana yang kupinjam dari bokapnya Beth dan tabunganku sendiri. Perkiraan dana yang tersisa sekitar 350 juta. Rencananya dana ini akan aku putar di usaha agar bisa mengembalikannya ke orang tua Beth sesegera mungkin.

"Tapi ini kan untuk usaha.." jawabku.

"Kamu kan ga perlu pakai semua!! Masa kemana-mana kita selalu pakai mobilku terus? Kamu beli mobil dong!!" Paksanya.

"Tapi..."

"Ga ada tapi-tapi.. kamu beli mobil baru atau kita putus!!" Ancamnya.

Aku terdiam sejenak. Aku kembali dihadapkan pada sebuah pilihan. Membeli mobil baru sehingga mengorbankan sebagian besar dana untuk modal kerja atau mengabaikan permintaan dari Beth dengan resiko kami akan putus. Aku berpikir keras, sebaiknya aku mencoba menenangkan Beth agar tidak memaksaku membeli mobil.

"Beb.. kita makan dulu aja ya.. setelah makan baru kita pikirin soal beli mobilnya.."ujarku.

"Nggaaak! Kamu tadi juga udah larang-larang aku beli baju sama tas, aku udah nurut! Sekarang aku minta kamu beli mobil,kamu harus nurut!" Paksanya

"Tapi kan duitnya...."

"Beli!!!" Paksanya lagi

Aku menghela napas panjang. "Yaudah.." Mungkin ini keputusan paling bodoh yang pernah kulakukan. Aku akhirnya memutuskan untuk membeli mobil dengan anggaran sekitar 200 juta maksimal. Jadi aku masih bisa memutar dana usaha lebih dari 100 juta, pikirku.

Mobil yang kami beli adalah mobil jenis sedan berwarna putih mirip dengan mobil milik Month. Unit Mobil akan diantar ke rumahku dalam 2 minggu kedepan dan pengurusan surat kendaraan akan selesai dalam 1 bulan. Paling tidak dengan keputusan bodohku ini, Beth kembali ceria dan tidak marah lagi,pikirku. Namun,keputusanku untuk membeli mobil sekarang membuat perasaanku tidak enak.

--

Aku duduk di teras rumahku sambil menatap motor sport putihku. Aku habis meeting dengan rekan kerja dari orang tuanya Month barusan. Dana yang kubutuhkan untuk mengimpor produk jualanku paling tidak akan menghabiskan dana sebesar 100 juta. Artinya modal pinjamanku dari bokapnya Beth hanya akan tersisa sedikit. Aku kembali menghitung ulang keuanganku.

/Dana tabungan 20.000.000

/Dana pinjaman 500.000.000

/Total dana 520.000.000

/Biaya sewa 2 tahun 110.000.000

/Biaya renovasi 50.000.000

/Deposit sewa 10.000.000

/Beli mobil 200.000.000

/Modal kerja 100.000.000

/Total pengeluaran 470.000.000

/Dana tersisa 50.000.000

Apa aku harus menjual motorku untuk dana tambahan ya? Aku harus bisa survive. Sepertinya Aku sudah melakukan hal gegabah dalam membeli mobil. Sebaiknya aku berusaha lebih keras dalam usaha baruku ini. Aku akan mencoba menjual motorku besok. Untuk transportasiku sementara masih bisa menggunakan ojek sampai mobilku selesai surat-suratnya.

Aku memikirkan usahaku. Ruko akan selesai direnovasi dalam 1 bulan kedepan dan surat-surat mobil baruku juga selesainya bulan depan. Selama 1 bulan ke depan, aku akan menyelesaikan kewajiban-kewajibanku di kantor dan memulai usaha baru. Tidak ada waktu untuk bermain-main lagi.

Aku berdiri dan merenggangkan badan dan kembali ke kamarku. Aku mengambil smartphoneku yang tergeletak diatas kasur. Teringat akan kejadian tadi siang. Tadi siang aku sempat bertemu dengan Vele di mall. Mungkin Vele akan chat aku,pikirku. Aku mencoba mencari chat dari Vele. Dia tidak mengirimkan chat sama sekali. 'Hahh..' Aku menghela napas. Entah kenapa aku sedikit kecewa. Tapi yah sudahlah, Vele bukan siapa-siapaku. Ia hanya seorang teman. Tidak mungkin setiap hari akan menemani chattingan. Ia pasti juga tidak akan ada feeling apapun padaku.

...to be continued...

Thank you for reading my story, if you like my story please like,rate or comment.. :)

avataravatar
Next chapter