webnovel

Chapter 2

A Clown.

Chapter 2 :

Mobil melaju perlahan menyusuri kota, didalam mobil Teo berpikir bagimana cara dia menolak permintaan perjodohan kali ini, tiba tiba suara telepon berdering.

'Halo Ma?' Tanya Teo.

'Teo, kapan kamu punya waktu luang?' Tanya Mama.

'Enggak tau Ma, Teo masih sibuk ngurus perusahaan, banyak jadwal meeting akhir akhir ini,'

'Luangkan waktu mu Mama kangen, kemarin Bang Danu ke rumah.' Nama lengkapnya Danuarta, dia anak sulung dari 3 bersaudara, sementara Teo adalah anak kedua.

'Ngapain abang kerumah? Tumben tumbenan.' Tanya Teo keheranan.

Biasanya Bang Danu jarang kerumah karena sibuk mengurus perusahaan Papa. Setelah wafatnya Papa 2 tahun terakhir, jabatan CEO otomatis menjadi milik bang Danu, mau tidak mau Bang Danu harus menjalankan kewajibannya karena wasiat dari Papa, walau Bang Danu lebih suka bekerja di luar ruangan.

'Anaknya Nang Danu si El kangen Omanya.'

El adalah sebutan untuk anaknya Nang Danu yang bernama Rafael Danuarta. 'Pokoknya kamu weekend harus datang kerumah, Mama gak mau tahu itu ya Teodhor!' Tegas Mama.

'Iya Ma. Nanti Teo kosongin jadwal.' Jawab Teo pasrah.

Sebenarnya Teo malas untuk datang kerumah, karena dia tau ujung ujungnya adalah membahas tentang perjodohan. Tapi mau bagaimana? Ini keinginan orang tua, apalagi ketika Mama menyebut nama nya dengan lengkap.

Percayalah jika sudah seperti itu dunia sedang tidak baik baik saja, kalau melawan? Siap siap jadi Malin Kundang. Teo kembali fokus menyetir, beberapa menit kemudian dia akan sampai di rumah.

Betapa melelahkannya hari ini, dimulai dengan meeting pagi, berhadapan dengan para pemegang saham, mengobrol bersama Lee hingga membahas suatu projek bersama dan terakhir telepon dari Mama yang menyuruh ke rumah weekend nanti.

Sesampainya dirumah, Teo kembali sibuk mengerjakan pekerjaan kantor.

Jika dia ingin meluangkan waktu weekend setidaknya deadline pekerjaan harus diselesaikan malam ini, ada beberapa projek bersama perusahaan lain yang harus dibaca secara detail. Mulai dari anggaran pembangunan, progres pengerjaan, acara yayasan amal yang perusahaannya kelola. Dan jangan lupakan berkas berkas lainnya yang harus dibaca dan ditanda tangani.

Tak terasa waktu pukul 00.14. Sudah berapa jam dirinya bekerja? Terhitung hampir 4 jam tanpa istirahat. Ah sial masih ada beberapa berkas yang belum dibaca. Oke waktunya istirahat masih 3 hari lagi menuju weekend, artinya esok harus benar benar selesai agar pekerjaan tidak menumpuk.

Teo beranjak dari ruang kerja menuju kamar tidur, sesampainya dikamar Teo berpikir kenapa orang orang begitu sering menanyakan pernikahan? Kalau belum menikah tentu saja belum ada jodohnya, beginilah kondisi seorang lajang diumur 27.

Mereka tidak mengerti ada alasan dibalik status lajang, entah itu karna ingin fokus dengan Karier, belum siap untuk menikah, masih ingin bersenang senang dengan kawan, atau terjebak dalam masa lalu?

Kenapa orang selalu saja memusingkan diri mereka dengan pernikahan orang lain? Apakah tidak ada yang lebih penting dari status pernikahan orang lain? Ah sudahlah tidak ada waktu untuk memusingkan perkataan orang, lebih baik sekarang Ia tidur karna esok masih ada kesibukan lainnya.

Samar sama terdengar suara memanggil namanya, terlihat bayang bayang seorang wanita melambaikan tangan di tepi pantai, dibalut dengan baju Floral Dress bercorak Tropical, rambut panjang tertiup angin pantai.

Tiba tiba Teo terbangun dari tidurnya. Ah mimpi itu lagi, sudah yang ketiga kalinya mimpi itu datang bulan ini. Teo melihat jam menunjukan pukul 6.49. Masih ada kurang lebih dua jam lagi untuk berangkat ke kantor.

Teo kembali merebahkan badannya ke kasur dan menatap langit lagit, apa yang harus aku lakukan untuk menolak pertunangan? Masih ada bayang bayang dia dalam benaknya, rasanya baru kemarin sejak dia pergi.

Kenapa? Kenapa? Dan Kenapa? Hanya itu yang Teo pikirkan ketika seseorang yang Ia dambakan pergi tanpa ada alasan yang jelas. Sampai sekarang dirinya masih mempertanyakan akan hal tersebut.

Sudahlah lain kali saja memikirkan hal itu, sekarang waktunya mandi dan berangkat ke kantor.

Selesai mandi Teo berganti pakain dengan stelan kemeja lengan panjang berwarna putih, dengan dasi berwarna merah serta dibalut dengan rompi berwarja biru tua. Celana dan Jas biru tua senada, yang membuat Teo lebih Effortlessly Stylish.

Tidak lupa jam tangan dengan merk Patek Philippe 1928 Single-Button Chronograph, yang dapat menambah kesan elegan.

Tiba tiba ponsel Teo berdering.

"Hallo! Teo lo gak lupa kan kita ada Meeting?" Tanya seseorang diseberang telepon sana.

"Iyaa, gue gak lupa jam 10 kan?" Tanya Teo.

"Bagus kalau lo nggak lupa, udah berangkat?"

"Belum, ini mau berangkat." Jelas Teo.

"Gue titip Coffe Americano yaa, butuh Kafein pagi soalnya hehe.."

"Lo nyuruh CEO sendiri buat beli?" Tanya Teo mengernyitkan dahi.

"Kan sekalian," Jawabnya.

"Dasar kebiasaan, iya iya nanti gua beliin,"

"Makasih Pak CEO hehe.." Jawabnya kegirangan.

Teo kemudian mengendarai mobilnya dengan santai, pasti diantara kalian bertanya seperti ini.

'Kenapa seorang CEO tidak memakai supir pribadi?'

Karena aku ingin mempunyai waktu untuk sendiri, disela kesibukan kantor dengan yang lainya, terkadang seseorang butuh waktu sendirikan? Itupun bisa sebagai Healing. Entahlah, jika sedang sendiri seenak itu bahkan bisa sampai lupa dengan sekitar.

Pagi ini cuaca agak mendung dengan jalanan yang agak basah bekas hujan kemari malam. Musim hujan sudah tiba dimana Teo paling suka dengan hujan. Menurutnya hujan adalah Hipnotis alami, ketika air hujan turun dari langit kebumi ditambah dengan suara gemericik menjadikan suasana yang begitu nyaman.

Ditambah bau tanah yang terkena hujan, kejadian itu disebut dengan Petrikor. Aroma yang dihasilkan saat hujan jatuh ditanah kering.

Di tengah perjalanan Teo mampir ke salah satu Coffe Shop yang biasa ia beli, di sini juga tersedia menu Dessert, Breakfast dan Lunch. Teo memesan satu Americano, Cinnamon Dolce Crème dan untuk Breakfastnya. Memesan dua Turke Bacon, Cheddar &amp Egg Sandwich.

Teo tidak akan menghabiskan keduanya kok, satu lagi akan aku berikan kepada Jane. Temannya sewaktu kuliah dulu yang merangkap menjadi sekertarisnya sekarang. Nama lengkapnya adalah Jane Veronica, kalau dia tidak dibelikan pasti akan mengomel mengatakan aku pelit, dasar wanita.

Sesampainya dikantor Teo langsung menuju ruang kerja, ada beberapa dokumen yang harus dirinya cek sendiri, karena semua itu terkait dengan yayasan amal yang perusahaan kelola.

Teo ingin mengeceknya sendiri dan memastikan tidak ada dana yang disalah gunakan, untuk mereka yang kurang mampu.

Tiba tiba pintu terbuka dan seperti yang sudah kuduga hanya Jane yang dengan seenak jidatnya masuk ke ruang kerja CEO.

"Mana Coffe gue Bos?" Tanya Jane singkat.

"Kebiasaan lo, ketuk dulu pintu sebelum masuk." Jawab Teo kesal.

"Iya nanti gue ketuk deh,"

"Udah bosen gua dengar kata itu dari mulut lo Jane Veronica."

"Ih apasi nyebut nama lengkap? Biasanya juga Jane doang,"

Yah begitulah Jane. Tidak suka dipanggil dengan nama lengkapnya. Entah kenapa, tapi ketika dipanggil dengan nama lengkap, Jane akan mengomel seperti sekarang.

"Mana cepetan Coffe gue Bos? Lama lo," Tanya jane.

"Nih!" Jawab Teo mengulurkan bungkusan Coffe dan Breakfast yang dirinya beli tadi.

"Apa ini? Bos beli Nreakfast juga? Mau bikin gue gendut ya Bos!"

"Kalau gak mau yaudah sini balikin!"

"Gak bisa gitu dong, kan Bos udah ngasih. Gak boleh gitu gabaik,"

"Terserah.." Jawab Teo ketus.

"Makasih ya!" Ucap Jane tersenyum menatap Teo.

"Iya, sana kerja lagi yang bener! Gua sibuk jangan ganggu ganggu."

"Yauda iya, jangan lupa jam 10 meeting." Jawab Jane sekalian memperingati jadwal kerja atasannya.

Hahhh.. begitulah, wanita memang sulit untuk ditebak. "Dasar.." Dengus Teo.

Next chapter