24 Tidak peduli lagi

Pagi hari sekitar pukul 5 lewat beberapa menit, mereka berempat sudah berada di meja makan untuk sarapan bersama. Banyak jenis makanan yang sudah tersedia di atas meja, karena Arsyad memasak agak banyak untuk mereka sarapan.

"Kok cuma makan telur rebus doang Ren? Nasinya juga dikit banget" heran Bayu ketika melihat makanan Reno sangat sedikit di atas piringnya. "Makan yang banyak Ren, biar nggak laper nanti. Syad, tolong sendokin lagi buat Reno."

Arsyad mengangguk, lalu mengambil centong nasi untuk mengambilkan nasi ke Reno. Tapi Reno langsung menahan tangan Arsyad.

"Ng-nggak usah Mas, nggak apa-apa kok. Aku cuma nggak biasa makan nasi kalau pagi, kalau makan nasi biasanya perutku mules. Bukan karena nggak enak kok, tapi emang aku begini udah dari dulu" jelas Reno.

Bayu mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. "Oh gitu, padahal Arsyad udah masak agak banyak" sahut Bayu. "Yaudah, nanti kamu bawa buat bekel di sekolah aja ya Ren, biar kalo laper bisa makan. Bawanya sekalian yang banyak, biar bisa bagi-bagi sama temen kamu nanti. Tolong siapin bekelnya Syad."

Belum sempat Reno menolak, Arsyad sudah berjalan menuju ke dapur untuk mengambil tempat makan. Ia langsung menyendok nasi dan lauk untuk bekal yang dibawa ke sekolah. Arsyad juga menyendok cukup banyak, malah sangat banyak. Sampai ada tiga kotak makan berukuran sedang yang dipakai.

Ingin sekali Reno menolak, namun ia sungkan karena takut terkesan tidak sopan. Jadi ia menurut saja.

Arsyad meletakkan tempat makan itu ke dalam sebuah paper bag, lalu ia memberikan paper bag itu kepada Reno. "Nih Ren, nanti dibawa ya" ucap Arsyad.

"Oh iya Ren, nanti kamu dianter sama Arsyad ya. Soalnya Arsyad sekalian mau ke supermarket beli bahan makanan" imbuh Bayu.

"Iya. Motor kita kan masih di kost Ren, kemarin malah ngikut mobil Bayu terus lupa bawa motor kita sendiri. Nanti pulangnya dijemput lagi sama Arsyad" imbuh Danu juga.

Reno pun baru sadar kalau motornya masih ada di kost saat Danu memberitahunya. Tanpa motor, Reno tidak bisa berangkat ke sekolah sendiri. Jadinya ia tidak mempunyai alasan untuk menolak.

Beberapa menit kemudian, Reno dan Arsyad sudah siap berangkat. Ia berjalan ke tempat duduk Bayu dan juga Danu untuk pamit terlebih dahulu. Meski mereka bukan orang tua Reno, tapi Reno tau kalau ia menumpang. Terlebih Bayu dan Danu juga jauh lebih tua darinya, jadi tidak salahnya untuk pamitan terlebih dahulu.

"Aku pamit dulu ya Mas, Pak." Reno meraih tangan Bayu dan Danu untuk salim secara bergantian. "Assalamualaikum" pamit Reno.

"Waalaikumsalam" balas mereka berdua. "Hati-hati di jalan, bawa motornya jangan ngebut Syad" lanjut Bayu.

Arsyad menjawab dengan memberikan jempolnya kepada Bayu, kemudian mereka berdua menuju ke garasi untuk mengambil motor terlebih dahulu. Setelah naik dan sudah memakai helm, motor berplat A 125 YAD pun melaju dengan kecepatan sedang menuju ke sekolah Reno.

Karena masih pagi, jalanan masih sangat sepi dan udara masih segar. Walau tidak sesegar di kampung halaman Reno, setidaknya udara pagi hari lebih baik daripada udara di siang hari.

Senyuman Reno juga terus terlihat karena ia sedang naik bersama orang yang sangat abang-able. Sebenarnya dari dulu Reno juga ingin mempunyai seorang kakak, tapi sayangnya ia adalah anak semata wayang yang tidak mungkin mempunyai seorang kakak atau adik lagi. Namun sekarang, keinginan Reno untuk mempunyai kakak sepertinya sudah terwujud.

Dari rumah Bayu menuju ke sekolah Reno hanya butuh waktu sekitar 30 menit karena jalanan masih sepi, kalau sudah ramai mungkin bisa memakan waktu hampir satu jam. Mereka sampai di sekolah pada pukul 6.06 pagi.

Reno turun dari motor ketika sudah sampai, lalu ia memberikan helm full face yang tadi ia pakai kepada Arsyad. "Semua jadi 50 ribu ya" ucap Arsyad setelah menerima helm itu.

Sontak Reno memukul pelan lengan kekar Arsyad, yang tentu saja tidak terasa apa-apa. "Emangnya ojek online ..." sahut Reno kepada Arsyad yang cengengesan. "Ada-ada aja."

Kemudian Reno langsung salim dan pamit kepada Arsyad, dan Arsyad langsung mengelus lembut kepala Reno.

"Belajar yang bener ya, jangan bandel" ucap Arsyad.

"Iya Bang, siap" jawab Reno.

Setelah itu, Reno berjalan menuju ke kelasnya dengan perasaan yang senang karena diantar oleh orang yang tidak pernah ia duga-duga.

Sesampainya di koridor menuju ke kelas, mata Reno langsung melihat ke perempuan berambut hitam panjang terurai yang sedang duduk di kursi di depan kelasnya. Tapi perempuan itu bukanlah Hani yang ingin memberi Reno sesuatu seperti biasanya, melainkan itu Icha yang sepertinya sedang menunggu dirinya.

"Kenapa Cha?" tanya Reno ketika sudah sampai di hadapan Icha.

Menoleh ke sumber suara, Icha langsung memeluk Reno hingga membuatnya kebingungan. "Kenapa lu?!" bingung Reno sekaligus kaget.

"Lu yang kenapa! Gue chat nggak bisa masuk, gue telpon nggak nyambung-nyambung! Gue samper ke kost, lu juga nggak ada! Gue kira lu kenapa-napa abis gue kirim foto yang kemaren huhu!!!" ucap Icha dengan mata yang berkaca.

Reaksi Icha tentu membuat Reno kaget, tidak percaya reaksi Icha sampai segitunya. Namun kemudian senyuman Reno mengembang, karena ia tau kalau Icha sangat mengkhawatirkan dirinya.

"Nggak usah pusingin yang itu, gue udah nggak peduli. Hp gue rusak gara-gara jatoh abis ngeliat foto yang lu kirim itu, nggak nyangka gue kalau dia emang sebrengsek itu" kesal Reno.

Icha mengusap air matanya yang ternyata sudah terjatuh, lalu ia mulai tersenyum setelah mengetahui sahabatnya baik-baik saja. "Terus lu naik motor sama siapa tadi? Kalo ojek online, kok motornya bagus banget terus lu sampe salim?" tanya Icha.

"Oh itu..." sahut Reno. "Em, i-itu abang gue, hehe..." jawab Reno sambil menggaruk kepalanya. Ia sedikit gugup karena ia yakin kalau Icha sudah tau kalau Reno itu anak semata wayang dan tidak punya kakak atau adik, apalagi di Jakarta yang bukan tempat asalnya.

"Abang? Lu anak satu-satunya, mana punya abang?" sahut Icha yang sesuai dengan yang Reno perkiraan tadi.

Reno menghela napas, berpikir bagaimana cara menjelaskannya. "Em, lu tau Pak Danu kan?"

"Oh, om-om ganteng yang tinggal di kamar sebelah lu?"

"Iya. Nah, yang tadi nganter gue tuh sahabatnya Pak Danu. Abis lu kirim foto itu kemaren, gue sempet pingsan gara-gara kaget sampe dibawa ke rumah sakit. Berhubung Pak Danu itu temen deket ayah gue, jadinya sekarang gue tinggal bareng dia, bareng juga sama yang nganter gue tadi sama sahabatnya satunya lagi" jelas Reno agar Icha tidak bertanya-tanya lagi.

"Oh gitu..." Icha mengangguk pelan, ia mengerti setelah Reno menjelaskannya secara singkat.

~ ~ ~

Kriiinggg...!!!

Pukul 9.15 pagi, bel istirahat berbunyi dengan nyaring. Semua murid yang tadinya mengantuk dan lesu karena belajar, tiba-tiba saja langsung membuka matanya dan mereka langsung terlihat segar bugar. Bel istirahat memang hal yang paling ditunggu oleh murid-murid, karena suara bel itu merupakan sebuah kebahagiaan untuk mereka.

"Kantin yuk!" Yoga merangkul Reno untuk mengajaknya ke kantin. Sudah menjadi kebiasaan mereka seperti itu setiap jam istirahat.

"Nggak dulu ah" sahut Reno tanpa melepaskan rangkulan dari sahabatnya itu.

Yoga mengerutkan dahinya, menatap bingung ke arah Reno. "Hm? Tumben?" heran Yoga.

"Gue bawa bekel banyak banget. Misal lu mau ke kantin, bilangin Icha, Jeki, sama Ridwan biar beli makannya nggak usah banyak-banyak. Bantu abisin bekel gue aja, oke?" ucap Reno dengan senyumnya.

"Gampang itu..." sahut Yoga dengan senyum. "Yaudah gue ke kantin dulu. Lu mau nitip nggak?"

"Mau dong, air mineral aja" jawab Reno.

Mengoroh saku seragamnya, Reno berniat untuk mengambil uang yang biasa ia simpan di sana. Tapi ketika uang itu sudah ada di tangannya, ia terkejut karena uang yang ia pegang adalah beberapa uang berwarna merah yang masih baru.

"Buset, banyak amat lu bawa duit ke sekolah" ucap Yoga ketika melihat uang seratus ribuan yang dikeluarkan oleh Reno.

Sejujurnya Reno sendiri pun bingung, ia merasa ini bukan uang miliknya. Semua uang yang dimiliki Reno biasanya hanya receh, paling besar hanyalah dua puluh ribuan. Ia mengerutkan keningnya, ketika mengingat kalau dirinya sudah tinggal bersama tiga pria gagah yang baik hati.

Kembali ia memasukkan uang itu ke dalam sakunya, lalu membuka tas untuk mengambil uang lain yang biasa ia simpan. "Nih, Yog gue nitip air mineral ya" ucap Reno sambil menyodorkan uang lima ribuan dari tasnya.

Setelah menunjukkan jempolnya kepada Reno, lalu Yoga turun menuju ke kantin bersama dengan Icha, Jeki, dan juga Ridwan.

Reno mengeluarkan paper bag dan meletakkannya di atas meja. Karena hpnya sedang rusak, akhirnya Reno menunggu sambil bernyanyi-nyanyi dalam hatinya.

Kurang dari lima menit, mereka berempat sudah kembali ke kelas dan bergabung dengan Reno. Sesuai permintaannya juga, mereka hanya membeli makanan dengan lauk yang sedikit dan nasi yang agak banyak.

Mata Jeki mengedar ketika melihat Reno membuka tempat makan yang dibawanya, aroma lezat dari makanan itu langsung tercium jelas di hidung mereka semua. "Gila, enak banget baunya" ucap Jeki dengan pandangan yang tidak lepas dari makanan itu.

"Iya, kayaknya enak dah" sahut Ridwan yang duduk di sebelah Jeki.

Reno tersenyum mendengar teman-temannya, entah mengapa ia merasa senang mendengar itu. "Yaudah nih makan aja, ada dua kotak makan kok. Pokoknya harus abis dan jangan berebutan, pasti kebagian semua" titah Reno.

Mereka semua mengangguk setuju, setelah membaca doa mereka langsung makan bersama.

Bekal yang dibawakan oleh Arsyad ada beberapa macam. Ada mashed potato, daging tipis tumis, dan honey chicken popcorn. Isinya memang kebanyakan protein, karena yang memasak makanan ini pun tubuhnya penuh dengan protein.

Ketika makanan itu masuk ke dalam mulut mereka, reaksi mereka semua mirip-mirip. Mata mereka terpejam sambil mengunyah makanan itu, merasakan kenikmatan dari setiap gigitannya.

"Gila, enak banget asli!!!" girang Jeki setelah menelan daging tipis tumis itu. Ia mengambil lagi daging itu lalu makan dengan nasi agar lebih kenyang.

"Hooh, mahal nih pasti" sahut Yoga. "Beli di mana lu?" tanyanya.

Reno menelan makanan yang masih dikunyahnya, lalu ia meneguk air sebelum menjawab Yoga. "Nggak beli kok gue. Ini dimasakin sama abang gue" jelas Reno. "Gue juga nggak nyangka sih kalau makanannya seenak ini."

"Rela gue kalo lu suruh ngabisin makanan lu tiap hari misal makanannya seenak ini" sahut Ridwan yang ketagihan dengan makanan hasil masakan Arsyad.

"Maunya elu itu mah, hahaha..." balas Reno dengan gelak tawa. Melihat teman dekatnya senang, membuat Reno ikut senang juga.

~ ~ ~

Pukul 14.55, bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Semua murid berhamburan keluar kelas untuk segera pulang karena sudah jenuh belajar di sekolah, kebanyakan seperti itu.

Reno dan Icha juga sudah memakai tas mereka dan bersiap pulang, hanya saja mereka sedang menunggu Yoga yang sibuk entah mencari apa.

"Lu nyari apa sih Yog? Kok gue kesel ngeliatnya?" Ekspresi wajah Icha menggambarkan kekesalan seperti yang ia bilang, karena sudah hampir lima menit Yoga terlihat gusar seperti mencari-cari sesuatu.

"Em, ka-kalian duluan aja deh! Gu-gue masih di sini sebentar! Oke?!"

Raut wajah Yoga benar-benar terlihat panik dan juga mencurigakan, begitulah pandangan dari Reno dan juga Icha. Namun mereka tidak terlalu mempedulikannya, karena jam pulang lebih penting dari apapun.

"Yaudah, semoga cepet nemu deh apa yang lu cari" ucap Icha sedikit kesal. Kalau tau Yoga ingin di kelas, mending ia pulang terlebih dahulu dengan Reno daripada menunggunya.

"Gue sama Icha duluan ya Yog, bye!" Reno memberikan tos khusus dengan Yoga, yang menandakan persahabatan mereka. Setelah itu barulah mereka keluar dari kelas.

Baru saja keluar dari kelas, mereka disambut oleh seorang laki-laki tampan nan manis berkulit eksotis dengan gigi gingsul yang menjadi ciri khasnya. Laki-laki itu adalah Putra, yang sedang duduk di kursi di depan kelas mereka yang sedang sibuk bermain hp.

"Ngapain lu Kak?" sapa Reno ke Putra.

"Nungguin pacar gue" jawab Putra tanpa menoleh kepada yang bertanya.

"Pacar lu di kelas gue?" tanya Icha memastikan. Karena seingat dirinya di kelas hanya ada Yoga seorang.

"Iya" jawab Putra singkat.

Mereka berdua mengangguk-angguk, lalu berjalan kembali ke lantai bawah. Sambil berjalan, sambil Icha memikirkan apa yang dikatakan oleh Putra.

Masa sih Kak Putra pacaran sama Yoga? Emangnya mereka belok juga kayak Reno? Ah, palingan Kak Putra bercanda, dia kan orangnya demen bercanda. Batin Icha.

"Oh iya, terus lu jadinya gimana sama tuh guru Ren?" tanya Icha memecahkan keheningan.

Reno yang tadinya tersenyum, tiba-tiba saja menjadi cemberut. "Udah nggak ngurus deh gue. Mau dia jungkir balik, mau khayang, mau jalan sama cowok, sama cewek, sama binatang, terserah dah. Gue udah nggak peduli lagi."

Memikirkan Sigit tentu membuat Reno kesal, apalagi ketika ia mengingat foto yang dikirimkan oleh Icha itu. Melihat Sigit bergandengan dengan perempuan benar-benar membuatnya marah, atau lebih tepatnya cemburu.

Padahal di hari yang sama Reno baru saja berbaikan dan memutuskan untuk kembali berhubungan dengan Sigit. Tapi yang dilakukan Sigit benar-benar keterlaluan, sampai-sampai kondisi Reno menjadi drop dan harus dibawa ke rumah sakit.

Sudah percaya, namun malah dikhianati. Siapa yang tidak patah hati kalau diperlakukan seperti itu?

Persetan dengan Sigit, sekarang Reno sudah tinggal bersama tiga pria yang tak kalah tampan dan gagah dari Sigit. Meski bukan pacar, itu bukan masalah dari Reno. Untuk apa pacaran kalau ujung-ujungnya malah menyakiti? Lebih baik hanya dekat dan saling berbagi kebahagiaan tanpa perlu pacaran.

Sesampainya di lantai paling bawah, orang yang sedang dibicarakan oleh mereka berdua ternyata sudah menunggu. Senyuman orang itu mengembang ketika melihat pujaan hatinya sudah sampai, ia berjalan menghampiri dengan perasaan senang.

"Kamu kemana aja Ren? Saya telpon kamu nggak angkat, saya chat sama sms kamu nggak bales, saya samperin ke kost kamunya juga nggak ada" ucap Sigit yang khawatir karena tidak ada kabar dari Reno.

Reno berdecih, menepis tangan Sigit yang ingin memeluknya. "Aku nggak punya urusan sama orang yang pada dasarnya nggak pernah cinta sama aku" ketus Reno. Kemudian ia berjalan cepat beriringan dengan Icha, meninggalkan Sigit yang masih terdiam di belakang menatap punggung Reno yang semakin menjauh.

Entahlah, Reno juga tidak tau apa yang dilakukannya benar atau salah. Ia hanya ingin mengikuti katanya hatinya saja, kalau Sigit itu bukan orang yang baik dan tidak sepantasnya ia berpacaran dengan guru sendiri.

Meski rasanya ingin menangis, namun Reno merasa lega. Sepertinya memang sudah waktunya untuk tidak mempedulikan pria yang tidak pernah peduli terhadap dirinya juga.

* * *

avataravatar
Next chapter