1 74 Seconds: Prolog

Mengingat seseorang.

"74 detik ya? Umm."

"Selamat tinggal." Dengan mata tertutup oleh kegelapan, sambil tersenyum di balik senja.

****

♪Aserejé, ja deje tejebe tude jebere, Sebiunouba majabi an de bugui an de buididipí .... ♪ Suara musik yang tersiar di dalam mobil dengan suara yang cukup berdengung.

"Papa, bisa nggak lagunya di matiin?" Tanya seorang gadis kecil dengan muka yang datar dan rasa aneh muncul dari raut wajahnya, yang menyimpulkan bahwa ia tidak menyukai lagu itu.

Papanya tersenyum. "Okay, Tuan putri!"

Tidak lama kemudian, terdengar suara nyanyian merdu yang begitu indah dari seorang gadis kecil.

♪ "Pelangi-pelangi, alangkah indahmu, merah kuning hijau, di langit yang biru. Pelukismu agung siapa gerangan, pelangi-pelangi ciptaan tuhan."♪

"Wah, suara anak papa bagus sekali. Seperti putri pelangi yang sedang bernyanyi," ujar seorang papa sambil menyetir mobil.

Hujan hari itu mengguyur bumi dengan derasnya, melihat seorang bapak dan gadis kecilnya bersamaan melewati cahaya yang terbiaskan oleh bintik-bintik air berjatuhan di perkotaan. Orang-orang yang basah kuyup mulai menepi ke pinggiran kota. Basahnya menaburi kenangan, bintik-bintik air mulai menimbulkan kerinduan.

"Quinn?" seorang papa memanggil anaknya.

"Iya Papa, ada apa?" jawab gadis kecil sambil melihat pemandangan di luar kaca jendela mobil.

"Sebentar lagi kita sampai, siap-siap jangan sampai ada yang tertinggal, terutama kameranya ya."

Gadis kecil itu kembali memeriksa barang-barang yang akan dibawa. Saat itu juga ia menemui gantungan rubik pada kamera yang akan dibawanya, dan terdapat plat nama pada gantungan rubik tersebut.

"Co-lorful-Cube," eja gadis kecil itu kebingungan.

🍁 🍁🍁

Setelah perjalanan cukup jauh, akhirnya mereka telah tiba di tujuan.

"Wah, kita akhirnya sampai juga!" Teriak gadis kecil penuh semangat.

"Hallo Sayang, jangan lupa apa yang tadi Papa katakan ya," ujar seorang papa.

"Udah dari tadi, weeee," balas gadis kecil dengan ejekan manja.

Kelakuan gadis kecil itu membuat papanya tersenyum manis.

Setelah menempati mobil di parkiran, gadis kecil itu bergegas menuju lokasi museum milik papanya. Tibanya di depan pintu museum, ia perlahan-lahan membuka pintu museum. Cahaya yang muncul menyinari kulit halusnya begitu terang pada saat dibukanya pintu museum. Museum sangat indah, penuh dengan ketenangan. Diisi oleh bapak-bapak, ibu-ibu, serta anak kecil hingga remaja. Keceriaan yang dirasakan dari teriakan anak kecil, yang sedang bermain hingga menikmati berbagai pameran sejarah.

"Bagaimana sayang, suka gak museumnya?" tanya seorang papa, sambil menatap sekelilingnya. "Indahnya ya."

"Suka bangetttt, di sini rame, banyak sekali yang harus dilihat di sini Papa!" jawab gadis kecil itu dengan kagum.

Seorang bapak dan gadis kecil itu pun mulai berkeliling di museum. Melihat berbagai pameran peninggalan sejarah, membaca tiap cerita sejarah hingga berfoto-foto. Setelah hampir menjelajahi setiap jengkal ruangan dari pameran itu, perhatian si gadis kecil tertuju pada sebuah benda yang berada di dalam etalase yang begitu indah. Ia pun mendekat, ternyata benda yang dipamerkan tersebut sama persis dengan gantungan kamera yang ia bawa saat itu.

Gadis kecil itu juga melihat terdapat foto pada pameran rubik, foto yang ia lihat terdapat beberapa pemuda-mudi. Semakin penasaran, dan mulai membaca keterangan dipameran itu.

'Colorful Cube' Judul dari keterangan pameran rubik tersebut.

Gadis kecil itu mulai melihat plat nama gantungan rubik pada kamera yang ia bawa, ternyata sama dengan pameran rubik itu. Dengan penasaran, ia pun langsung menanyakan hal ini kepada papanya.

"Pa, kok gantungan rubik di kamera Quinn, sama dengan pameran rubik ini pa?" tanya gadis kecil itu.

Sambil berdiri disamping gadis kecilnya.

"Quinn, papa akan ceritakan di balik sebuah rubik ini. Kamu pasti telah melihat foto yang berada pada rubik itu, itu foto papa dan teman-teman waktu masa SMA. Merekalah yang menyemangati hidup papa saat SMA. Untuk kata Colorful Cube, itu adalah nama kelompok papa dan teman-teman." Berhenti sejenak sambil menatap pameran rubik itu.

"Difoto itu ada seseorang yang sangat papa cintai, orang yang papa cintai itu mirip kamu loh, selalu ceria. Dia yang memberitahu papa, makna dari sebuah rubik dan selalu membawanya kemana pun dia pergi," sambungnya.

"Ehm. Cie cie, papa beruntung," ledek gadis kecil itu dengan manja.

"Beruntung maksudnya?" tanya seorang papa.

"Ya beruntung karena ada yang mirip disini, Quinn." Gadis kecil itu ketawa dan dengan manjanya mengedip satu mata ke papanya.

"Iya, untung kamu mirip. Kalo gak papa udah nggak sayang lagi sama Quinn," ujar seorang papa sambil buang muka dan melirik-lirik gadis kecilnya.

"Papa jahat ih," ngambek gadis kecil itu dengan muka cemberut.

"Hahaha, nggak kok sayang. Papa tetap sayang Quinn," ujar seorang papa sambil memeluk gadis kecilnya.

"Oh iya papa, quinn mau nanya lagi, rubiknya kok gak selesai sih, padahalkan tinggal beberapa langkah lagi udah selesai rubiknya. Kenapa sih pa, dibiarin gitu?"

"Hm, papa akan ceritain semuanya tentang rubik ini. Nanti bakal terjawab semuanya di cerita papa kok. Mau papa ceritain sekarang nggak?" ujar seorang papa.

"Iyaaa! mau, sekarang dong pa," jawab gadis kecil penuh semangat, yang tidak sabar ingin mendengarkan cerita dari papanya.

"Oke. Papa juga nggak sabar mau ceritain. Bersiap-siap untuk kagum kepada papa ha-ha-ha ..."

Sambungnya.

"Inilah awal dari cerita Colorful Cube dimulai. Pada lima belas tahun yang lalu ...."

To be Continued . . .

avataravatar
Next chapter