7 Tidak Mungkin!

Ketika Alya dan Pita sampai di ruang tengah, mereka berdua langsung duduk di sofa. Kebetulan di saat yang bersamaan Mutia melihat mata Pita yang nampak sedikit bengkak.

"Kenapa matamu Ta? Kau habis menangis?" tanya Mutia pelan.

Alya terdiam sebentar sebelum memutuskan tuk menceritakan apa yang terjadi, "Jadi begini ceritanya... Awalnya Pita ndengar suara aneh terus dia pergi ke sumber suara, cuman pas sampai di sana tiba-tiba dia pingsan terus pas sadar udah di sekap di lemari besar." cerita Alya.

"Tak mungkin! Apa ada orang yang merencanakan semua ini? Siap? Dimana dia?" marah David setelah mendengar cerita Alya.

"Aku tak tau, aku juga tak dapat menemukan apa pun yang bisa kita minum," sesal Alya.

"Aku juga," ucap Pita sedih.

"Jangankan kalian kami juga," ucap Ian, Nata dan David berbarengan dengan nada tertekan. Wajah mereka terlihat lesu dan frustasi.

"Rey, dimana Eza?" tanya Alya heran saatmenyadari sosok Eza tak ada di ruang tengah.

"Dia pergi tadi," jawab Rey acuh.

"Eza bilang dia ingin jalan-jalan keliling vila, aku heran padanya akhir-akhir ini sikapnya jadi tak menentu, kadang dingin, cerewet, baik, ketus, aneh. Aahh.. pokonya sikapnya lain dari biasanya." terang Hanna, Mutia pun menjadi orang pertama yang menyetujui perkataan Hanna.

"Teman-teman!" suara Eza nampak ceria dan penuh semangat menggema dalam ruangan dan membuat semua orang menoleh ke sumber suara. Terlihat Eza yang sedang kesusahan membawa barang bawaanya. Tangan kirinya menenteng keranjang piknik dan tangan kananya memeluk tiga botol air kemasan besar.

Semua orang terkejut atas temuan Eza.

"Aku menemukan ini," pekik Eza girang lalu meletakan tiga botol air minum dan tas piknik di meja.

"Wahh Eza di mana kau menemukan ini?" ucap kedelapan temanya terkecuali Rey, pria itu tampak diam saja dan jika lebih di perhatikan sosoknya nampak mengernyitkan alisnya.

"Aku menemukanya di ruang musik," ucap Eza dengan senyum lebarnya. Lalu Eza menata sepuluh gelas plastik di meja dan menuang air dalam botol ke gelas plastik.

"Kalian tak lerlu canggung begitu dong, hargai air dan roti yang ada di hadapan kalian," ucap Eza dengan senyum yang makin lebar.

Awalnya kesembilan orang itu tampak ragu tapi pada akhirnya mereka mulai meminum air dalam gelas plastik lalu mulai memakan roti yang telah di bagi sama rata itu dengan lahap.

"Kita harus irit makanan dan minuman agar bisa bertahan," tutur Eza yang di sambut anggukan oleh ke sembilan temannya itu.

Tapi anehnya Eza hanya menghabiskan setengah roti bagiannya lalu menatap Rey penuh arti. "Untukmu," ucap Eza malu-malu sambil menyerahkan setengah roti bagianya pada Rey.

"Ehh?" bingung Rey.

"Ini untukmu, aku sudah kenyang," ucap Eza mencoba terlihat meyakinkan.

"Aku juga .... " belum sempat Rey melanjutakan kaliamatanya, Eza langsung menyumpal mulut Rey dengan roti tepat di saat Rey bilang 'juga'.

"Makan saja tak perlu gengsi padaku!" ketus Eza, dengan muka masam Rey mengunyah roti pemberian Eza walau roti itu masuk dengan tak elit ke mulutnya tadi.

"Ciee..." ucap Haris meledek Eza karena bersikap manis pada Rey, sejujurnya ia juga iri Dan semua orang di sana pun ikut meledek Eza yang sangat perhatain pada Rey.

"Sudah-sudah jangan berisik," cabik Eza sambil menutup kedua telinganya.

Tak ada yang tau di balik senyum ceria Eza tersimpan sebuah rahasia yang tak bolah ada seorang pun tau.

•••

Sejujurnya aku terus merasa resah bila melihat senyum manis Eza tapi bukan berarti aku tak suka melihatnya tersenyum. Entah kenapa aku merasa ada hal yang tengah Eza sembunyikan.

Saat ini Eza masih membuka matanya tanpa ada niatan tuk tidur. Ahh iya, aku ingat! dulu ia pernah berkata padaku bahwa ia tak akan bisa tidur bila sudah tidur siang. Ralat, tadi itu dia tidur sore.

Aku pun memutuskan tuk menemaninya. Ya malam ini terasa mencekram, malam yang sangat mengerikan tapi mau tak mau kami harus tidur seperti Mutia, Pita, Hanna dan Alya yang telah tertidur lebih awal karena lelah. Sementara Ian, David, Haria dan Nata baru saja tertidur jadi hanya aku dan Eza lah yang belum tidur.

"Za," sapaku padanya, ia menoleh lalu tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya. "Kau belum tidur?" ucapku pelan.

"Kau kan tau Rey, jika aku sudah tidur siang atau sore aku akan susah tidur saat malam. Mungkin aku akan bisa tidur bila sudah larut malam nanti," ucap Eza masih dengan senyumnya.

"Sejujurnya aku ingin bertanya beberapa hal padamu, apa aku mau menjawabnya dengan jujur?" kataku menatap mata coklat gelap milik Eza.

"Tentu saja, kau tau aku adalah anak yang sangat jujur," candanya.

"Kau tak bohongkan tentang air minum dan roti yang kau temukan di ruang musik?" ucapku hati-hati takut menyinggungnya.

"Tentu saja aku berkata jujur, kau tak percaya padaku?" ucap Eza balik bertanya. Ia nampak sangat tenang dan tidak menujukan raut panik disana. Mungkinkah itu memang benar? Eza tidak bohong??

"Aku percaya hanya saja aku ingin memastikan," jawabku kikuk lalu menggaruk kepalaku yang tak gatal sama sekali.

"Jika kita sudah keluar dari tempat ini apa yang akan kau lakukan?" tanya Eza dengan tatapan susah ku artikan.

"Aku akan mengajakmu jalan-jalan, kita akan ke restoran mahal yang terkenal akan masakanya yang enak, lalu aku akan mengajakmu ke bioskop menonton film. Setelah itu kita bisa bermain ke taman dan ah iya, kita harus ke mall." ucapku sambil membayangkan rentetan keingiananku bila sudah bebas dari vila terkutuk ini.

Eza tampak terkejut dengan perkataanku, kedua pipinya nampak memerah meski itu tidak terlalu jelas tapi mata jeliku bisa melihatnya dan dengan senyum kecil di bibirnya ia berucap, "Maksudmu kau ingin mengajaku berkencan?" tanyanya dengan polos.

"Tentu saja jawabanya IYA!" ucapku menaikan sedikit volume suaraku di kata 'iya' sambil mencubit pipinya.

"Wahh aku tak sabar menunggu hari itu tiba," jawabnya ceria.

"Sepertinya aku mengantuk, aku tidur dulu ya..." ucapnya lagi lalu mencoba tertidur. Ah ya, ngomong-omong kami memutuskan tuk tetap berkumpul di ruang tengah dan tidur di sofa.

"Kau bisa tidur dengan gaya begitu?" tanyaku heran.

"Gaya tidur sambil duduk itu adalah gaya teranggun yang pernah ada Rey," ucap Eza dengan mata tertutupnya.

"Baiklah terserah kau saja," ucapku terkekeh pelan.

Dan tidak ada yang tau bahwa Haris, Nata, David dan Ian sedari tadi menguping pembicaraan Eza dan Rey dalam diam.

"Romantis sekali mereka, aku jadi cemburu..." batin ke empat penguping itu dalam acting tidur mereka.

avataravatar
Next chapter