221 Kecemburuan Max Julius (bagian 1)

Tentu saja kabar berita yang dibawa oleh Dokter Norin Apus Brown terdengar bagai gementam meriam yang memecah kesunyian dan mengoyak keheningan dalam dunia latar belakang Junny Belle.

"Katup jantung buatan itu tidak cocok dengan jantung Gover?" Alis mata Junny Belle naik. Tekanan darah mulai naik. Nada suara juga naik.

Dokter Norin menundukkan kepalanya, merasa sangat bersalah kepada Junny Belle.

"Iya, Jun… Dengan berat hati aku mengatakan ini kepadamu… Hasil laboratorium sudah keluar. Memang kondisi jantung Gover sudah… sudah… sudah cacat sejak lahir dan katup jantung buatan mana pun takkan bisa cocok dengan kondisi jantung Gover yang sedemikian rapuh dan lemah…"

"Jadi, dia tak ada kemungkinan untuk sembuh? Kemungkinan untuk sembuhnya sama sekali nol?" Junny Belle terhempas ke pantai ketidakberdayaan, terpuruk dalam neraka terdalam tingkat delapan belas, dan dipalu oleh ribuan duka dan nestapa.

"Kecuali… kecuali… kecuali… ada seorang pendonor berbaik hati, berhati budiman, berhati mulia yang bersedia mendonorkan jantungnya kepada Gover. Kami bisa melakukan transplantasi jantung ke Gover. Kemungkinan besar dia akan sembuh dengan jantung yang baru itu." Dokter Norin Apus Brown menelan ludah ke dalam kerongkongannya yang tercekat. Mencari seorang pendonor sumsum tulang belakang saja sampai sekarang ia tidak berhasil, apalagi ini mencari seorang pendonor jantung. Dia tidak berani lagi menjanjikan terlalu banyak kepada Junny Belle.

Junny Belle juga tahu kecil sekali kemungkinannya bagi adik lelakinya untuk bisa menemukan seorang pendonor jantung yang berhati mulia, yang bersedia mendonorkan jantungnya kepadanya. Adik lelakinya akan bernasib sama dengan si remaja perempuan yang juga sekamar dengannya.

Junny Belle mulai menundukkan kepalanya dan terisak-isak.

"Jun… Jun… Tenanglah… Akan ada jalan keluar untuk semua ini…" kata Dokter Norin Apus Brown meraih Junny Belle ke dalam dekapannya.

Ternyata pemandangan tersebut disaksikan oleh sepasang mata Max Julius yang menyala-nyala dari kejauhan. Dari dalam mobilnya, Max Julius menangkap pemandangan Junny Belle yang kini sedang berada dalam pelukan kehangatan Dokter Norin Apus Brown. Karena posisi Junny Belle dan Dokter Norin Apus Brown yang duduk membelakangi mobil Max Julius, Max Julius hanya bisa melihat dari belakang keduanya sedang berpelukan dengan mesra.

Cemburu dan amarah mulai mengerabik di semenanjung pikiran Max Julius Campbell. Terdengar senandika batin Max Julius Campbell yang penuh dengan amarah.

Dia mengambil uangku dan sekarang digunakannya untuk bermesraan dengan si dokter jantung ini… Apakah dia membantu keuangan si dokter ini? Apakah dia memberikan uang itu kepada si dokter jantung ini dan dokter jantung ini mempergunakannya untuk keperluan pribadinya? Dasar perempuan tidak tahu diri…! Dasar murahan…! Dia menyerahkan keperawanannya kepadaku demi mendapatkan sejumlah uang yang banyak! Uang yang banyak itu diberikannya kepada dokter jantung yang benar-benar disukainya ini!

Sudah kuduga! Sejak dulu dia memang adalah perempuan yang materialistis seperti ini! Dia selalu memandang dan menilai setiap lelaki yang mendekatinya itu dari status sosial! Dia selalu melompat-lompat dari pelukan satu lelaki ke pelukan lelaki yang berikutnya! Percuma saja aku mencintainya selama ini! Percuma saja aku mengharapkannya selama ini! Dia hanya menjadikanku sebagai batu loncatan awal!

Apa kekuranganku dibandingkan dengan si Adam Levano Smith itu sehingga kau lebih memilihnya daripada aku, Jun! Apa kekuranganku dibandingkan dengan si dokter jantung ini sehingga kau langsung terbang ke pelukannya setelah kau keluar dari pelukanku! Apa kekuranganku! Bagian mana dari diriku yang membuatmu merasa tidak puas, tidak cukup!

Max Julius menginjak pedal gas pada mobilnya. Terdengar deru mesin mobil yang meninggalkan halaman rumah sakit di pinggiran kota Sydney itu.

"Tuhan terkadang tidak adil… Kenapa Tuhan bersikeras ingin memanggil Gover ke sisi-Nya? Kenapa Tuhan tidak pernah memberikan setitik pun kesempatan kepada Gover untuk menjalani sisa hidupnya sebagai manusia normal? Kenapa Tuhan bersikeras menginginkan Gover menghabiskan sisa hidupnya ini di rumah sakit? Kenapa?"

Air mata Junny Belle menganak sungai dalam pelukan Dokter Norin Apus Brown.

"Semuanya bakalan ada hikmahnya, Jun… Semuanya bakalan ada hikmahnya yang akan kaumengerti nanti…" bisik Dokter Norin lirih.

"Sesungguhnya terkadang aku tidak mengerti apa hikmah di balik semua ini… Aku benar-benar tidak bisa mengerti dan memahami apa sebenarnya yang bisa kupelajari dari semua ini…" kata Junny Belle masih terisak-isak dalam tangisannya.

"Terkadang memang ada beberapa orang yang waktu kehadirannya begitu singkat di dunia ini, Jun… Namun, makna kehadiran mereka dan peranan yang mereka mainkan membawa perubahan yang begitu besar bagi orang-orang yang ada di sekeliling mereka. Aku yakin Gover termasuk ke dalam orang-orang ini, Jun…"

"Aku tidak ingin dia hadir sebentar saja di dunia ini… Aku tidak ingin dia menjadi tokoh figuran yang hanya membawa perubahan besar bagi tokoh-tokoh utama yang ada di sekelilingnya. Aku ingin dia menjadi salah satu dari sederetan tokoh utama dalam cerita kehidupannya…" tukas Junny Belle masih dengan ranai air mata yang menganak sungai.

"Semua dari kita adalah tokoh utama, Jun – tergantung dari sudut penceritaan mana kita memandang cerita itu. Dari sudut pandang Gover, dia juga menjadi tokoh utama dalam ceritanya sendiri. Hanya saja, masing-masing cerita memiliki alur penceritaan masing-masing. Untuk alur penceritaan Gover, alurnya sudah selesai. Namun, alur penceritaan Gover itu akan menghadirkan sebuah amanat yang begitu berharga, yang begitu tak ternilai, yang begitu berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh lainnya yang ada di sekelilingnya – membuat mereka lebih tegar lagi, lebih kuat lagi, dan lebih kukuh lagi dalam mengarungi hidup. Kau mengerti kan, Jun?"

Junny Belle menenangkan tangisannya. Dia menyeka ekor matanya. Ia melepaskan diri dari pelukan kehangatan Dokter Norin Apus Brown.

"Aku tidak percaya lagi dengan segala hikmah dan amanat yang bakal muncul dari semua kejadian ini. Aku tidak mengerti, aku tidak paham, dan aku takkan percaya lagi…"

"Oh, Jun…" gumam Dokter Norin Apus Brown lirih.

"Aku mulai percaya… Takdir memang sudah digariskan sejak kita lahir ke dunia. Namun, nasib merupakan sesuatu yang berada dalam genggaman tangan kita. Nasib masih bisa berubah, tergantung pada segala keputusan, pilihan dan pertimbangan kita."

Dokter Norin Apus Brown kini membisu seribu bahasa, menunggu Junny Belle menyelesaikan kalimat-kalimatnya.

"Aku jadi berpikir… Jika seandainya aku duluan yang tidak bisa bertahan, jikalau seandainya aku yang menyerah duluan, andaikan saja aku yang duluan berangkat meninggalkan dunia fatamorgana ini, aku ingin melakukan satu hal penting terakhir untuk adik lelakiku, Dokter Norin…"

Mata Dokter Norin Apus Brown kontan membelalak lebar. Dia mulai merasa deg-degan dengan apa yang akan dikatakan oleh Junny Belle di detik-detik berikutnya.

avataravatar
Next chapter