9 Pria tanpa Ekspresi

Sementara itu, Dexter pergi ke bar, menenggelamkan seluruh amarahnya dengan alkohol. Seorang wanita bar mendatanginya. 

 

"Hai Tuan Dexter, lama Anda tidak datang ke sini." Wanita tersebut langsung duduk di samping Dexter dengan akrab. 

 

Dexter memicingkan matanya dengan angkuh pada wanita tersebut, kemudian beralih pada gelas yang berisi anggur putih di tangannya. Perlahan Dexter mengayun isi gelas tersebut sehingga tercipta gelombang kecil. "Apakah kau bisa mencari satu wanita untuk menemaniku malam ini?" tanya Dexter dingin, tanpa mengalihkan pandangannya dari gelas berisi anggur yang dipermainkan. 

 

"What? Ada apa denganmu? Tidak biasanya kau mencari wanita. Jangankan untuk sudi didekati oleh mereka, melihat mereka saja masih dalam jangkauan matamu, membuat bar kecilku ini tidak akan beroperasi dengan lancar," ledek Grizelle, satu-satunya yang menjadi teman bahkan bisa dibilang sahabat Dexter di negara J ini. 

 

"Aku serius. Aku membutuhkan satu wanita-wanitamu untuk menemaniku minum." 

Grizelle melihat serius pada Dexter, dan pandangannya menangkap bahwa temannya itu serius. 

 

Walau sudah tahu bahwa Dexter sangat serius, Grizelle masih saja bertanya, entah untuk apa, dia sendiri tidak tahu. Padahal jelas-jelas dia sudah menemukan jawabannya dari sorot mata Dexter. 

"Apa kau serius? Maksudku... Kenapa kau tiba-tiba menginginkan seorang wanita? Bukannya kau sangat alergi dengan mereka?"

 

"Kenapa? Apa aku tidak pantas bersama seorang wanita?" Sorot mata elang Dexter semakin menajam.

 

Jawaban Dexter yang barusan memberi petunjuk bagi Grizelle. 'Lelaki ini sedang patah hati," pikirnya. 

 

Bukan Grizelle tidak tahu tentang Kaili, wanita yang sudah dicintai teman prianya ini selama 5 tahun dan mendadak membencinya. 

"Apakah dia menolakmu lagi?" Grizelle memberanikan diri bertanya. 

 

Sejak tadi Dexter masih mengayunkan gelasnya, seakan air yang berwarna putih yang berada dalam flute glass ramping itu adalah penampakan yang paling menarik baginya, kini.

 

"Dia? Dia siapa maksudmu?" tanya Dexter. Bukan dia tidak mengerti siapa yang dimaksudkan Grizelle.

 

"Jangan membohongiku, kau tahu siapa maksudku!" 

 

Dengan acuh tak acuh, Dexter menjawab. "Dia sudah lama tidak ada bagiku, untuk apa memikirkannya? Membuang waktuku saja!"

 

Dengan tegas, Grizelle langsung menentang jawaban Dexter. "Semua orang bisa kau bohongi, termasuk wanita itu, tetapi aku tidak mungkin!"

 

"Grizelle ... Jangan melewati batasmu, kau tidak diperkenankan untuk meragukan jawabanku! Aku butuh wanita saat ini, kau persiapkan mereka sekarang juga."

 

Tidak ada yang tahu seberapa keras kepalanya seorang Dexter, ketika dia telah mengatakan sesuatu, maka hal itu harus segera dituruti, Grizelle tahu itu dengan sangat baik. "Hemp... Baik! Kamu... tunggulah di sini, aku akan mendatangkan satu pekerja wanita yang masih fress padamu!"

 

"Begitu lebih baik," jawab Dexter tanpa mengalihkan pandangannya dari gelas ramping yang ada di tangannya. 

Dalam hati Grizelle menggerutu sambil melangkah pergi.  

 

Tidak menunggu lama, seorang wanita yang berpenampilan sangat seksi dan masih terlihat muda lengkap dengan bucket minuman di tangannya, datang mendekati Dexter. 

"Hai Tuan Dexter..." sapa wanita tersebut. 

 

Dengan mata elangnya, Dexter menatap tak acuh. Hatinya semakin membara melihat wanita itu yang semakin mendekat padanya. Matanya pun tambah menggelap.

 

Melihat hal itu, wanita tersebut hampir terpaku dan menghentikan langkahnya. Siapa yang tidak mengenal Dexter Chiro di tempat ini, sosoknya yang dingin dan sulit didekati membuat siapa saja takut dengannya. 

 

Tadi saat Grizelle meminta salah satu pelayan wanita agar mengantarkan minuman dan menemani Dexter di ruang VVIP pribadinya, semua wanita merasa takut dan tidak ada yang berani, hanya satu wanita ini yang setuju setelah pemaksaan yang tidak mudah dilakukan Grizelle.

 

"Kenapa berdiri di sana? Mana minumanku?" tanya Dexter dingin. 

 

"Eh, ba-baik Tuan Dexter." Wanita itu berjalan lebih cepat, takut menyinggung Dexter, walau dengan perasaan yang sangat gemetar.

Gementar tangannya tidak bisa dibohongi saat akan menuang minuman dari botol ke gelas Dexter yang kosong, diam-diam mata si wanita melirik Dexter. Tadinya hanya ingin menanti reaksi yang akan Dexter berikan, saat dirinya akan menyentuh gelas Dexter, pasalnya, siapa pun tahu, tidak ada yabg bisa menyentuh barang Dexter, walau hanya gelasnya saja. Namun, dia malah larut dalam pesona Dexter yang sulit dihindari, hingga terus menatap Dexter dengan lancang. 

Dexter menyadari hal tersebut. "Apakah matamu masih ingin digunakan?" ucapnya dingin tanpa ekspresi.

Sontak wanita tersebut terkejut hingga menghindar. Untung saja botol minuman yang dipegangnya tadi, isinya tidak ada tumpah, gelas Dexter pun terisi dengan penuh tepat waktu.

"Ma-maaf Tuan Dexter!" ucapnya sedikit menundukkan kepala. 

Dexter menjadi semakin murka. Matanya melirik ke arah gelas ramping yang sudah berisi anggur dengan tatapan jijik. Di detik kemudian....

'Prannnkkkk!!!'

Gelas tersebut terlempar dengan kasar ke dinding hingga mendarat di lantai, membuat wanita yang tadi melompat kaget. Rasa takutnya kini bertambah semakin tinggi. 

Ini bukan akhir hidupku, kan, batin si wanita. Dia ketakutan hingga tulang-tulangnya terasa ngilu. 

Tanpa kata, Dexter meninggalkan ruangan tersebut dan mendapati Grizelle menunggu di luar pintu. Dexter tahu, wanita ini sedang memastikan keselamatan pekerjanya. Memangnya Dexter pembunuh? Membuat emosi Dexter semakin hidup saja. 

"Eh ... Eh, Dexter... Kau ... kau keluar?" Grizelle kesulitan mengeluarkan kata-katanya. 

"Aku mau ruangan yang baru, yang belum pernah dimasuki oleh siapa pun!" Tanpa memandang Grizelle, Dexter melangkahkan kakinya pergi. 

Sebelum dirinya benar-benar pergi, Dexter sempat berpesan, "Satu lagi, gelasku sudah menjadi kepingan kecil-kecil yang tidak berbentuk, belikan gelas baru!" 

Kemudian Dexter benar-benar menghilang. 

Grizelle yang tadi masih sempat shock, perlahan menarik kembali jiwanya yang sempat hilang. 

"I-iya..." jawabnya singkat dan pelan. Dexter tentu saja mana bisa mendengar itu lagi. 

 

Kemudian pandangan Grizelle beralih ke arah pekerjaannya. Dia bisa melihat wanita itu masih terkurung dalam rasa gemetar yang sulit diatasi.

 

Grizelle perlahan berjalan mendekati. Tadinya dia tidak ingin marah karena melihat kondisi si wanita masih dalam tahap pemulihan menetralkan jiwa yang sempat ketakutan hingga menggigil karena amarah Dexter, tetapi sesampainya di sana, Grizelle malah tidak bisa menahan diri untuk tidak memprotes sikap kurang ajar pekerjanya tersebut.

 

"Sudah saya ingatkan berkali-kali, terhadap Tuan Dexter, jangan pernah berlaku lancang di depannya. Cukup lakukan saja tugasmu sesuai yang diperintahkan. Tadi pun sebelum kau memasuki ruangannya, aku juga sudah memberi peringatan, tetapi kau mengabaikan perintahku!"

 

Grizelle sangat geram., entah bagaimana caranya agar bisa membuat para pekerja wanitanya tersebut berhenti takluk pada pesona Dexter. Tetapi bukankah larangannya itu sama saja seperti menentang Tuhan? Tuhan yang Maha Sempurna yang menciptakan Dexter begitu sempurna, jika ingin berhenti takluk pada pesona Dexter, maka minta kepada Sang Kuasa agar menghentikan pesona yang dipancarkan pria itu.

 

Grizelle memijat keningnya. "Kamu... Kembalilah bekerja," ucapnya dan melambaikan punggung tangan. Wanita itu pun pergi dengan patuh.

 

"Tambah pekerjaan lagi," gumam Grizelle.

avataravatar
Next chapter