1 Pernikahan

"Aku, Dexter Chiro, mengambil engkau, Kaili Goh, menjadi istriku satu-satunya, di hadapan Allah dan para Jemaat-Nya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

 

"Aku, Kaili Goh, mengambil engkau, Dexter Chiro, menjadi suamiku satu-satunya, di hadapan Allah dan para Jemaat-Nya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

 

Sebuah janji pernikahan pun terikrar.

 

Pernikahan adalah sebuah ikatan kudus, setiap orang pasti mendambakannya, walau mungkin 'pernikahan' tidak menjadi tujuan hidup seseorang, tetapi pasti masuk ke daftar salah satu keinginan dalam hidup. Yang paling didambakan dari pernikahan bukan tentang bagaimana dia akan menikah, tetapi bagaimana kehidupan pernikahan yang akan dijalani seperti janji kudus yang sudah diikrarkan.

 

Tidak sedikit dari wanita yang memimpikan tentang pesta pernikahan, tentang  gaun indah yang menjulang hingga menyapu lantai, bermahkota kan cinta dan diikat dengan cincin yang konon katanya dianggap sebagai 'bukti cinta' karena tidak memiliki sudut atau siku.

 

Tapi yang paling diharapkan dari hal itu adalah, pasangan yang menjadi temannya mengucap janji pernikahan. Konon katanya, 'alangkah betapa bahagianya, jika kamu diberi kesempatan menikah dengan seseorang yang kamu sayangi'.

Itu bukan hanya sekadar kata-kata tanpa makna, karena faktanya, tidak jarang pernikahan terjadi karena 'paksaan' misalnya dari sebuah situasi.

 

Tetapi, berbeda dengan Kaili, saat ini dia berdiri di altar serta mengucapkan janji pernikahan dengan lelaki yang dicintai, tetapi ini bukan pernikahan yang diimpikan. Walau hatinya diisi Dexter, namun tidak pernah ada keinginannya untuk menikahi pria ini.

 

'Dia layak mendapatkan yang terbaik, dan bukan aku orangnya', gumamnya dalam hati.

 

Apalagi pernikahan di antara mereka terjadi bukan selazimnya, semakin memberatkan Kaili menjalani pernikahan ini.

 

"Ada apa ini? Kenapa mempelai lelakinya berubah?"

"Skandal apa yang sebenarnya sedang terjadi?"

"Pria itu terlalu bodoh, menikahi wanita yang begitu buruk!"

"Pantas saja dia mau menikahi wanita itu, dia hanya seorang dokter bedah saraf, tidak memiliki kekuasaan apa pun!"

"Bukannya mempelai prianya pergi karena mempelai wanita memiliki skandal yang tidak senonoh, sehingga digantikan dengan pria ini, yang datang dari mana pun tidak ada yang tahu?"

 

Demikianlah orang-orang mencibir pernikahan kudus yang baru saja berlangsung itu, semakin membuat Kaili sangat tidak rela jika kata-kata penghinaan itu dilontarkan orang-orang pada Dexter.

 

Kaili menatap pria yang baru saja dinikahi tersebut dengan tatapan sendu, seakan ingin mengatakan, 'pergilah, jangan buat hidupmu sia-sia dengan menikahi wanita sepertiku, itu akan membuat hari-harimu buruk'. Tapi ucapan itu hanya tenggelam di tenggorokannya saja.

 

"Hentikan pernikahan ini! Kak Dexter, mengapa kamu menikahinya? Aku ini tunanganmu. Kita sudah membahas pernikahan, bukan? Kita sudah dijodohkan sejak kecil."

Seakan kekacauan di pernikahan itu tidak diizinkan untuk selesai, kini tambah lagi masalah baru. Jeritan seorang wanita berasal dari pintu masuk gedung pernikahan.

 

"Silvia?" Dexter menoleh, Kaili juga ikut serta.

 

Walau ada sebuah pengacau, Kaili tidak heran, dia mengenal wanita yang kini dicegat para petugas keamanan itu. Sebaliknya, dia malah menatap iba pada pria yang kini menjadi suaminya serta wanita yang berada di ambang pintu tersebut. Karena ulahnya, sepasang kekasih yang saling mencintai, dan telah ditakdirkan bersama bahkan sejak dalam kandungan, harus terpisah.

 

"Hei! Siapa kamu! Pengawal... Seret dia keluar!" hardik Richard Goh.

 

"Eh ... Pah, jangan." Kaili mencoba mencegah sang ayah, tetapi malah diabaikan.

 

"Kak, apa kakak mau aku diseret seperti sampah begini? Kak, ini penghinaan!" ronta Silvia.

 

"Jangan sentuh dia!" Dexter pun buka suara, membuat seluruh tamu undangan yang ada di sana menoleh heran padanya. Dexter meninggalkan Kaili di depan altar saat upacara pernikahan baru selesai.

 

Kaili terdiam. Ini kesalahannya. Wajar jika mendapat perlakuan yang begitu hina, tetapi kenapa harus di hari pernikahannya? Tidak bisakah menunda sampai hari bahagia itu lewat bareng sehari saja?

 

Semua yang terjadi membuat Kaili tidak mampu menahan air mata. Butiran bening itu pun keluar membasahi pipi merahnya.

 

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu meninggal istrimu di sana?" pekik Richard Goh. Ia sangat tidak terima dengan perbuatan Dexter. Ini terlalu mencoreng wajahnya, kehormatan keluarga Goh seketika runtuh.

 

Richard Goh adalah orang tua modern yang mementingkan 'nama baik serta kehormatan keluarga' di atas segalanya. Kekayaan, kekuasaan, harta, takhta adalah tujuan hidupnya. Apa pun yang membuat hal yang dapat mencoreng salah satu tujuannya itu akan berakhir bagaikan debu di tangannya.

 

Walau demikian, dia paling sayang pada Kaili, hanya saja pikiran pendeknya mengatakan bahwa dengan memiliki kekuasaan, harta, ketenaran akan membuat putri semata wayangnya bahagia.

 

Dexter tidak capek-capek memedulikan hardikan Richard, dia tetap berjalan ke arah pintu, menemui Silvia. Dan karena ulahnya tersebut, umpatan demi umpatan para tamu undangan pun semakin menjadi-jadi. Jika tadi mereka hanya berbisik, maka kini sudah dengan lantang mengutarakan penghinaan pada pernikahan konyol ini. Bahkan ada beberapa dari mereka secara tidak sungkan mengungkapkan penyesalan karena menghabiskan waktu mendatangi acara seperti ini.

 

"Silvia, apa yang membawamu ke sini?" tanya Dexter begitu tiba di dekat Silvia.

 

"Kakak ... Apa yang kau lakukan? Kenapa kamu menikahinya? Ayo, sekarang kita harus pulang, kita kembali ke Rusia!"

Dexter menarik Silvia ke sebuah lorong, "kenapa kamu datang ke sini?" tanya Dexter dingin.

"Kenapa? Pertanyaan apa itu? Apa itu perlu dipertanyakan lagi? Aku tidak ingin kamu menikahinya! Sampai nadi berhenti pun, aku tidak akan rela!"

 

"Silvia Zen! Sekarang aku sudah menjadi suaminya. Pun, bukannya aku selalu bilang padamu, aku hanya menganggapmu sebagai adik kecilku, itu tidak akan berubah. Mengertilah!"

 

"Tidak!" Silvia melepaskan genggaman tangan Dexter. "Aku akan bilang pada paman kalau kakak sudah menikahi wanita lain! Aku juga akan mengadu pada Papaku!"

 

"Silvia Zen ... Jangan pernah katakan tentang pernikahanku pada siapa pun! Apalagi jika sampai ke telinga papi-"

 

Belum lagi Dexter selesai menyelesaikan perkataannya, Silvia sudah menyela. "Kenapa? Kakak takut dipaksa untuk bercerai, benarkan? Kakak sadar tidak, kakak melukai hatiku! Tanpa ucapan apa pun malah setuju untuk menikah dengan wanita yang ditinggalkan pengantin prianya! Aku kurang apa bagimu? Apa yang tidak aku lakukan untuk mengejar cintamu? Meninggalkan kehidupan mewahku, jauh dari keluarga, meninggalkan mimpi, bahkan aku rela bekerja dan berusaha sekuat tenaga berdiri dengan kakiku sendiri! Tapi kakak mengingkari janji yang kita buat! Kakak jahat!!!" Silvia memukul-mukul dada Dexter. Air mata kini memenuhi pipi cantiknya.

 

avataravatar
Next chapter