18 Anggap saja dirinya egois!

Dexter menyipitkan mata hitam elangnya, menatap makanan yang ada di meja, kemudian menatap Kaili.

 

"Umm... Maaf, aku tidak bisa memasak. Dan, di kulkas juga tidak tersedia bahan makanan yang bisa dimasak," ucap Kaili dengan cepat. "Eh, tetapi kau jangan khawatir, nanti aku akan pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Aku akan belajar memasak beberapa makanan untuk makan malam. Kau.... " Kaili ingin berkata, 'Segera pulanglah nanti, dan kita makan malam di rumah', namun perkataan itu hanya tertinggal di tenggorokan saja. Hubungan mereka tidak sampai pada tahap itu. Kaili takut, jika dia mengatakan hal itu, Dexter malah akan membalikkan meja makan karena tidak senang. 

 

Dexter tidak menjawab, tetapi dia berjalan menuju meja makan. Memandang sarapan yang Kaili siapkan, lalu meneguk segelas susu yang sudah tersedia di sana. 

 

Walau Dexter belum berbicara sepatah kata pun padanya, tetapi melihat pria itu meminum susu buatannya, Kaili sangat bahagia. Kebahagiaan itu meninggalkan rona merah di wajahnya. 

 

Seakan tiba-tiba teringat sesuatu, Dexter mengerutkan kening kembali, dan pergi ke dapur. Mengambil gelas serta susu bubuk, tampaknya dia akan membuat susu juga. 

 

Mata Kaili seketika langsung membulat. Kenapa Dexter membuat susu lagi? Apa dia terbiasa meminum dua gelas susu di pagi hari? Pikirnya. 

 

Tetapi begitu melihat bahwa susu yang dibuat Dexter tidak disentuh sama sekali, hati Kaili kembali menciut. 'Apa mungkin dia tidak mau berhutang padaku, bahkan hanya segelas susu saja?' tanya Kaili pada dirinya sendiri. Air matanya hampir saja terjatuh, tetapi sebisa mungkin wanita bermata hijau seperti giok itu menahannya. 

 

'Benar, pasti itu alasan Dexter membuat segelas susu yang baru. Dia merasa akan sangat berhutang jika mendapat sedikit kebaikanku. Sebegitunya kau membenciku, Dexter,' pikir Kaili. 

 

Dari pada ditusuk benda tajam, perilaku Dexter yang ini lebih menyakitkan. Tanpa sadar, Kaili mengelus dada sambil menatap nanar pada roti bakar yang sama sekali tidak disentuh Dexter.

 

Dexter membawa susu buatannya ke meja dan meletakkannya di samping roti bakar buatan Kaili. 

 

Dexter ingin berkata, 'Makan dan minumlah sarapan itu, aku bisa membeli sarapan untukku di luar, sementara kau harus menunggu lama jika memesan makanan online dari sini. Semalam badanmu demam tinggi, sebaiknya beristirahat dan makan yang cukup, juga tidak perlu repot-repot memasak untuk makan malam. Aku akan membawa makanan untuk kita', tetapi mulutnya terasa sangat sulit untuk mengatakan itu. Dia hanya menatap Kaili dan roti buatannya secara bergilir, masih dengan pandangan yang sama, dingin dan tanpa ekspresi. 

 

Dan kini Dexter, malah sudah bersiap menuju pintu. Tindakan Dexter yang ini, semakin membenarkan persepsi Kaili, dan hatinya pun semakin terluka memikirkan itu. 

 

Saat Dexter akan menukar sendal rumah dengan sepatu kulit mengkilap, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dexter langsung menjawab panggilan tersebut, tanpa menunda barang satu menit saja. 

 

"Hemp..." jawab Dexter, begitu menekan tombol hijau di layar ponselnya.

 

[Kakak di mana? Sudah di jalan menuju rumah sakit?]

Kaili dapat mendengar dengan jelas suara wanita dalam panggilan telepon itu. Dan dia pun sudah bisa menebak siapa si penelepon tersebut, hanya dengan mendengar panggilan akrab yang digunakan si pemanggil. Tidak lain adalah wanita yang sempat menghentikan pernikahannya semalam, Silvia.

 

"Ada apa?" 

 

[Aku ingin meminta bantuan, kakak. Mobilku mogok di tengah jalan saat aku mau ke rumah sakit. Dan di sini sangat sepi tidak ada pengguna jalan lainnya. Aku merasa sedikit takut. Aku sudah mencoba menghubungi montir, tetapi belum ada montir yang tersedia jam sekarang ini.]

 

"Kamu ada di mana? Jalan apa? Tetaplah di dalam mobil, jangan keluar agar tidak mengundang orang jahat! Jangan juga sembarangan menghentikan mobil lain untuk menolongmu, 10 menit aku akan tiba di sana."

 

Setelah 5 tahun, ini kali pertama Kaili mendengar Dexter berbicara sangat banyak. Biasanya Dexter hanya akan berbicara satu atau dua kata. Melihat banyaknya kata yang dikeluarkan Dexter hanya dalam beberapa menit, Kaili kembali berpikir, 'tampaknya sikap dingin Dexter hanya berlaku padaku saja'. 

 

Kekhawatirannya pada Silvia, terlihat sangat jelas. Mendadak Kaili ingin menjadi Silvia, agar dikhawatirkan Dexter. Tetapi, mengharapkan bisa dikhawatirkan suami sendiri, bukan termasuk lancang kan? 

 

[Iya, kak, aku akan mendengarkanmu. Cepatlah datang. Aku sedikit takut, karena di sini sangat sepi.]

 

Tanpa membalas ucapan Silvia, Dexter mematikan hubungan panggilan telepon itu. Bergegas mengganti alas kakinya.

 

Baru saja Dexter akan melewati pintu, Kaili memanggilnya. "Apa kau akan menemui, Silvia?"

 

Mendengar itu, wajah Dexter semakin suram. Ia menautkan alisnya. Tampaknya Dexter tidak berniat menjawab Kaili, dia berbalik tanpa sungkan menuju pintu.

 

Kaili memejamkan mata selama beberapa detik, lalu berucap kembali, "Biar aku yang pergi membantu Silvia. Kau ... langsung ke rumah sakit saja."

 

Setelah Kaili mengatakan demikian, Dexter berbalik melihatnya. Ekspresi wajahnya masih seperti semula. Dingin dan memancarkan aura permusuhan yang kental.

 

Cepat-cepat Kaili menjelaskan tujuannya, sebelum Dexter salah paham. "Empp... Maksudku... agar kau tidak terlambat pergi ke rumah sakit. Jadi... biar aku membantumu."

 

"Tidak perlu," jawab singkat Dexter dan kembali berbalik ke arah pintu.

 

Jawaban Dexter sangat mengecewakan Kaili. Tujuannya sebenarnya bukan murni ingin membatu Silvia, tetapi lebih ke dia tidak ingin jika Dexter bertemu Silvia. Memang, ini terdengar sangat konyol. Anggap saja Kaili egois. Memangnya salah jika menghalangi suami sendiri pergi menemui mantan kekasihnya? Walau hubungan mereka belum sampai tahap pasangan suami-istri yang normal, tetapi mereka memang pasangan yang sebenarnya. Nama keduanya terdaftar sebagai suami dan istri di catatan sipil, bahkan sudah menerima berkat pernikahan. Jadi, tidak ada salahnya jika Kaili mencoba menjauhkan suami dari gadis lain. 

Terlepas bagaimana pun hubungan keduanya dimulai, bagaimana pernikahan itu terjadi, itu tidak penting. Bagi Kaili, dia telah menikahi pria ini, dan juga mencintainya, maka Kaili akan berusaha menjaga Dexter, selama status 'Nyonya Dexter Chiro' melekat di identitasnya. 

 

Kaili masih ingin berbicara, namun saat mendongakkan kepala, di pintu sudah berdiri dua sosok yang dikenalnya, yang baru datang. 

 

"Papa... Mama?" sapa Kaili.

 

Dexter memiringkan tubuhnya, mempersilakan kedua orang yang baru datang itu masuk ke dalam. 

 

"Umg... Apa yang membawa mama dan papa ke sini?" Kaili bertanya, begitu orang tuanya masuk ke rumah. 

 

Dexter yang tadinya sudah bersedia pergi bekerja, malah harus menunda keberangkatannya serta ikut masuk kembali ke rumah.  

avataravatar
Next chapter