webnovel

Ujian takdir

Pertarungan itu dimulai dengan cepat. Seolah dunia di sekitar mereka menghilang, hanya ada mereka, para Pengikut Takdir, dan cahaya yang dipancarkan oleh menara besar yang menjulang tinggi di kejauhan. Eryan dan Elyon berdiri berdampingan, siap menghadapi ujian yang telah ditentukan untuk mereka.

Salah satu Pengikut Takdir yang paling dekat dengan mereka melangkah maju, matanya tajam dan penuh perhitungan. Ia menghunus pedang panjang yang bersinar, memancarkan kilau perak yang memantulkan cahaya lembut dari langit ungu di atas mereka.

"Jika kalian ingin melanjutkan, kalian harus melewati kami," kata Pengikut Takdir itu dengan suara serak, namun penuh kekuatan. "Kalian harus menunjukkan bahwa kalian siap untuk apa yang akan datang."

Eryan memandang pria itu dengan penuh ketegasan. Tanpa berkata apa-apa, ia bergerak cepat, melemparkan dirinya ke depan dengan serangan yang melesat. Pedangnya memotong udara, mengarah ke tubuh Pengikut Takdir yang berdiri di depannya. Namun, dengan gerakan cepat, lawannya menghindar, melompat ke samping dan mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang luar biasa.

"Jangan terlalu cepat, Eryan," ujar Pengikut Takdir itu sambil tersenyum tipis. "Kekuatan bukan hanya soal kecepatan. Itu soal bagaimana kamu mengendalikan dirimu."

Eryan terhenti sejenak, terkejut oleh kecepatan dan kekuatan lawannya. Tapi ia tidak mundur. Dengan tekad yang membara, ia kembali menyerang, kali ini dengan lebih hati-hati, memperhatikan setiap gerakan lawannya. Setiap serangannya disertai dengan pemikiran, bukan hanya kekuatan fisik semata.

Di sisi lain, Elyon juga berhadapan dengan seorang Pengikut Takdir lainnya. Pengikut Takdir itu mengenakan jubah hitam dengan lambang Kaelen yang terukir di dada. Ia memegang sepasang pisau kecil, namun gerakannya secepat kilat. Elyon tidak terkejut. Ia tahu bahwa ini bukan pertarungan biasa.

Dengan sedikit kelincahan, Elyon menghindari serangan pertama yang datang dengan cepat. Ia berbalik, melepaskan serangan balik dengan pedangnya yang terang. Namun, Pengikut Takdir itu menangkisnya dengan mudah, menurunkan tubuhnya untuk melakukan serangan selanjutnya yang lebih kuat.

"Fokus, Elyon!" seru Eryan dari kejauhan, menyadari adiknya mulai terdesak.

Elyon menggigit bibirnya, fokus pada gerakan lawannya. Ia tahu bahwa ini adalah lebih dari sekadar ujian fisik. Ini adalah ujian mental, ujiannya adalah seberapa besar mereka bisa menahan diri, seberapa besar mereka dapat memahami takdir mereka.

Elyon mendekatkan pedangnya ke tubuh lawan, berusaha mengalihkan perhatian dengan sebuah serangan palsu. Sesaat kemudian, dengan gerakan cepat, ia memutar pedangnya, mengarah ke titik lemah di tubuh Pengikut Takdir itu. Serangan itu tepat sasaran. Lawannya terhuyung mundur, tampak terkejut dengan kecepatan Elyon.

"Bagus," kata Pengikut Takdir itu dengan nada terkesan. "Kamu sudah mulai mengerti. Tapi itu hanya permulaan."

Sementara itu, Eryan terus bertarung dengan Pengikut Takdir di depannya, bergerak lebih hati-hati namun lebih cepat. Ia mulai merasakan adanya kesamaan dalam pertarungannya dengan lawannya. Setiap gerakan, setiap langkah, tampaknya sudah diprediksi. Ini bukan hanya pertempuran fisik, tetapi juga pertempuran mental.

"Ini bukan hanya tentang siapa yang lebih kuat," kata Pengikut Takdir itu, sambil terus menghindari serangan Eryan. "Ini tentang siapa yang lebih tahu dirinya sendiri. Siapa yang lebih mengenal takdir mereka."

Eryan terdiam sesaat, mencerna kata-kata itu. Ia sudah lama merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kekuatan fisik dalam dirinya. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang ia harus pahami.

Serangan berikutnya datang dengan cepat, dan kali ini Eryan merespons dengan sebuah gerakan yang berbeda—lebih tenang, lebih terarah. Pedangnya memotong udara, menembus pertahanan Pengikut Takdir dengan ketepatan yang luar biasa. Lawannya terhuyung mundur, dan Eryan berhasil mengalahkannya dalam satu langkah cepat.

Namun, meskipun lawannya terjatuh, Eryan tidak merasa kemenangan itu sepenuhnya miliknya. Ada sesuatu yang lebih dalam yang masih harus ia temukan, sesuatu yang belum terungkap.

Elyon, yang sedang berjuang melawan Pengikut Takdir lainnya, juga merasakan hal yang sama. Dalam pertarungan ini, ia merasa dirinya bukan hanya berperang dengan fisik, tetapi juga dengan dirinya sendiri, dengan takdir yang telah dipersiapkan untuknya. Ia bertarung dengan dirinya, bertanya-tanya apakah ia cukup kuat untuk menghadapi semua yang akan datang.

Dengan satu serangan yang memukau, Elyon akhirnya berhasil menjatuhkan lawannya. Ia berdiri terengah-engah, merasa lega meskipun tubuhnya lelah.

Kedua saudara itu saling menatap setelah mengalahkan Pengikut Takdir mereka. Mereka tahu bahwa ujian ini belum selesai. Masih ada banyak hal yang harus mereka hadapi. Takdir mereka masih menunggu, dan mereka harus siap untuk itu.

Pria penjaga yang pertama kali mereka temui, yang sekarang berdiri di samping menara, mengangguk pelan, tampak puas dengan ujian yang baru saja mereka hadapi.

"Baiklah," katanya dengan suara berat. "Kalian telah membuktikan diri kalian. Takdir kalian akan segera terungkap. Tetapi ingat, ini baru permulaan. Apa yang kalian hadapi selanjutnya akan jauh lebih berat."

Eryan dan Elyon tidak berkata apa-apa, tetapi mereka tahu, jauh di dalam hati mereka, bahwa perjalanan ini baru saja dimulai.

Next chapter