Terhempas ke tanah, Jiang Lanpei terengah-engah, matanya memerah, dan senyum gila mulai terbentuk di sudut bibirnya. "Ha ha ha ha… Polisi… Apa gunanya polisi? Polisi itu sampah! Selama bertahun-tahun ini, apakah ada satu pun polisi yang menemukan aku terperangkap di tempat terkutuk ini? Tidak! Mereka semua tidak berguna!"
Pikirannya yang kacau langsung terpaku pada kata yang memicu amarahnya dan mulai berputar liar. Angin malam meniup rambutnya yang berantakan ke dalam mulutnya saat ia meludahkan kutukan dengan tatapan penuh kebencian.
"Sekarang apa? Kau akan membunuhku, bukan? Polisi? Kau akan membunuhku untuk menutupi kelalaian kalian, bukan?" Senyum dingin dan penuh ejekan muncul di wajahnya saat ia berbicara. Meskipun tubuhnya terkekang, matanya tetap memancarkan hinaan.
"Aku sudah tahu! Semua laki-laki sepertimu sama saja! Sampah! Satu-satunya hal yang kalian tahu hanyalah melampiaskan frustrasi atas ketidakmampuan kalian kepada wanita! Kalian tak berguna dalam hal lain! Aku telah diperlakukan seperti ternak selama dua puluh tahun… Kau tahu bagaimana aku menghitung hari? Aku menggunakan foto-foto yang bajingan itu tempelkan di dinding! Aku melihat hal-hal menjijikkan itu setiap hari. Di foto pertama, aku baru dua puluh sembilan tahun! Dua puluh sembilan!!
"Aku berusia lima puluh tahun tahun ini… huh? Atau mungkin lima puluh dua? Lima puluh satu? Atau mungkin aku belum mencapai lima puluh?" Mengabaikan kebingungannya, bibir merahnya melengkung membentuk senyum yang beracun, menggoda. "Lupakan, itu tidak penting… Yang penting adalah aku berhasil keluar. Kau tahu bagaimana aku keluar?"
"Aku menghabiskan bertahun-tahun sebagai orang gila dan pelacur, merayu dan menuruti kemauannya. Dia meremehkanku, tetapi tetap ingin meniduriku, memamerkan dirinya di depanku, mencoba memulihkan ego lelakinya yang menyedihkan… Ha ha ha ha… Aku menuruti permainannya hingga dia terlena. Sedikit demi sedikit, pria itu lengah. Suatu kali, saat dia menanggalkan celananya, dia benar-benar meninggalkan kunci kamarku di ruang rahasia."
Jiang Lanpei berbicara seolah-olah sedang berbagi rahasia, tetapi ia tak dapat menahan tawa kegembiraannya. "Tapi aku tidak mengambilnya. Malam itu, aku menyerahkan kunci itu kepadanya dan bertanya apa benda itu. Wajahnya langsung pucat saat melihatnya, tetapi setelah melihat betapa 'bodohnya' aku, dia merasa tenang. Dia menganggap aku terlalu sakit parah… bahwa aku bahkan tidak bisa mengenali sebuah kunci, ha!" Tatapannya tiba-tiba menjadi tajam, begitu pula nada suaranya. "Siapa yang bisa hidup seperti ini selama dua puluh tahun tanpa menjadi gila?!"
"Jadi, dia menggunakan kunci itu untuk menggodaku, seolah-olah aku ini anjing tolol yang memiliki kunci kebebasannya tetapi tidak tahu cara menggunakannya! Dia tidak tahu bahwa aku melihat semua kepuasan di matanya, bahwa aku begitu muak hingga ingin muntah! Tapi aku bisa pura-pura—siapa bilang orang gila tidak bisa berpura-pura? Aku berpura-pura begitu baik hingga sepenuhnya menipunya. Lama-kelamaan, dia semakin lengah, semakin ceroboh. Setiap kali dia meninggalkan kunci, aku akan menyelinap keluar… Aku sudah menyentuh setiap bata di rumah sakit jiwa ini! Tetapi aku tidak pergi! Aku ingin semua lelaki brengsek itu masuk ke neraka!"
"Kemarin… akhirnya aku menyelesaikan semuanya. Aku memanfaatkan kelalaiannya lagi, mengambil kunci itu. Begitu malam tiba, aku keluar dan diam-diam mencuri sebilah pisau bedah."
Ia masih menggenggam erat pisau bedah itu di tangannya. Darah pada bilah peraknya yang mengilap telah mengering dan membentuk noda cokelat yang menjijikkan. Xie Qingcheng tahu bahwa jika ia sedikit saja mengendurkan genggamannya, wanita itu akan melompat kembali dan menikam bilah itu ke dadanya.
Kebencian di wajah Jiang Lanpei terlalu kuat, seperti binatang buas yang terjebak dan siap mencabik-cabik siapa pun yang mendekat. Dua puluh tahun telah mengubahnya dari seorang pasien sederhana menjadi makhluk buas yang haus darah dengan taring beracun.
"Aku menyembunyikan pisau itu di bawah tempat tidur, dan ketika dia datang lagi untuk menempelkan mulut kotornya padaku, aku menuruti kemauannya sambil meraih pisau di bawah kasur. Lalu…"
Darah Liang Jicheng dan jeritan kesakitannya saat dibunuh dalam balas dendam seakan berkilauan di mata Jiang Lanpei saat ia mulai tertawa terbahak-bahak.
"Darah yang hangat… Katakan padaku, bagaimana mungkin seseorang yang berhati sedingin itu memiliki darah yang begitu hangat? Tidak seharusnya seperti itu!"
"Setelah itu, aku menyeret tubuhnya ke kantor… Aku ingin mencincangnya, tetapi aku mendengar sesuatu di luar. Dari celah pintu, aku melihat seorang gadis asing mencari sesuatu. Tentu saja, aku tidak bisa membiarkan dia menghancurkan rencanaku! Aku sudah menunggu bertahun-tahun! Jadi, aku menyembunyikan mayatnya di dalam lemari, menjepitkan lencana namanya di bajuku, lalu keluar… untuk berbicara dengan adik perempuanmu…"
Wajahnya berkerut, seolah-olah ia sedang bercerita pada Xie Qingcheng, tetapi juga seakan berbicara pada dirinya sendiri.
"Gadis itu sangat cantik, bahkan sedikit mirip dengan 'makanan lezat' yang dulu mereka bawa. Kau tahu, yang membunuh dirinya sendiri dengan membenturkan kepalanya ke dinding? Kalau aku harus menebak… Heh, dia pasti reinkarnasi dari gadis itu… Tapi kalau bukan pun tidak masalah. Jujur saja, aku bahkan sudah lupa seperti apa wajah gadis itu, tapi usianya hampir sama, jadi aku pikir ini pasti takdir. Maka, aku berbohong padanya dan membujuknya masuk ke kantor, lalu mencampurkan obat penenang ke dalam minumannya saat dia lengah…"
"Tentu saja aku tahu yang mana obat penenangnya! Hal paling menggelikan tentang kalian orang-orang 'normal' adalah betapa kalian meremehkan orang gila. Aku sangat mengenal obat penenang itu. Setiap kali aku tidak patuh, si bajingan Liang itu akan memaksaku menenggak segelas penuh!"
"Setelah dia pingsan, aku menyeretnya ke ruang rahasia. Aku pikir, setelah aku selesai membalas dendam, saat orang-orang yang mencintainya datang mencarinya, mereka pasti akan… pasti akan mengobrak-abrik tempat ini! Tidak seperti aku… Tidak seperti aku… aku…"
Tatapannya redup, ekspresinya tiba-tiba terlihat kesepian.
Xie Qingcheng menatapnya tajam. "Jadi, kau berharap setelah semuanya berakhir, seseorang akan menemukan ruang rahasia itu saat mencari adikku?"
Senyuman wanita itu membeku dan tampak terdistorsi. Ia tidak menjawab. "Itu semua sudah tidak penting lagi."
"Setelah aku mengunci adikmu di ruang rahasia, aku menyeret Liang Jicheng keluar dari lemari. Aku ingin mengakhiri semuanya di tempat itu, di tempat aku pertama kali bertemu dengannya! Hanya aku dan dia, seperti pertemuan pertama kami… dan tidak ada orang lain! Aku telah berteriak kepada langit dan bumi, tetapi tak ada yang pernah menjawab. Jadi, aku ingin secara pribadi mencabik-cabiknya, sepotong demi sepotong."
Ia terdiam sejenak. Sorot matanya menyala dengan kebencian yang begitu dalam saat menatap Xie Qingcheng.
"Tapi kalian datang. Kalian menggangguku dan tidak membiarkanku menyelesaikan balas dendam terakhirku padanya di sana! Kalian menggangguku… Kau polisi, bukan? Kau polisi! Polisi seperti kalian adalah pendukung kejahatan, jadi bunuh saja aku. Bunuh aku, dan cepat atau lambat, aku akan datang untuk mengambil nyawamu juga!"
Kebencian, keputusasaan, kegilaan, dan tawa histeris seakan meledak dari wajahnya, berubah menjadi taring tajam yang menikam pria di depannya.
Namun, Xie Qingcheng hanya menatapnya dan berbicara dengan tegas, "Aku bukan polisi, dan aku juga tidak berencana membunuhmu."
Tubuh wanita itu bergetar. Ini di luar perkiraannya. Matanya membelalak, dan ia menggeram, "Lalu, apa yang kau inginkan?"
"Dia ingin membantumu menelepon polisi."
Suara itu datang dari belakang. He Yu menyerahkan Xie Xue kepada seorang perawat muda, lalu berjalan ke sisi Xie Qingcheng. Dalam kegelapan malam, sulit untuk melihat ekspresinya dengan jelas.
"Dia ingin Anda menceritakan semuanya kepada pihak berwenang."
"Tidak mau!" Jiang Lanpei mulai berteriak histeris. "Tidak mau! Tidak ada yang akan percaya padaku! Aku tidak akan pergi! Pembohong… Kalian semua pembohong!"
Saat He Yu perlahan mendekat, Xie Qingcheng menoleh dan bertanya dengan nada tegas, "Apa yang kau lakukan di sini?!"
"Xie Qingcheng, kau tidak memahami dirinya," ujar He Yu. "Kau sudah berbicara dengannya begitu lama, tetapi selain menghujatmu, apakah dia mendengarkan satu pun kata-katamu?"
Pemuda itu melangkah mendekat, menarik Xie Qingcheng menjauh, lalu membantu Jiang Lanpei berdiri. Dengan kekuatan mengejutkan, Jiang Lanpei langsung mengacungkan pisau ke arah He Yu, seolah hendak menikamnya.
Namun, tatapannya tetap tenang. He Yu berkata, "Jiang Lanpei, aku juga seorang gila."
Tangan Jiang Lanpei terhenti di udara.
Wajah mereka hanya berjarak sejengkal.
Mata sipit pemuda itu menangkap sorot kegilaan di mata wanita itu.
Suaranya begitu lembut. Selain Xie Qingcheng, yang berdiri paling dekat, tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya. Ia perlahan mengangkat tangannya, menatap langsung ke mata Jiang Lanpei, lalu dengan tenang menggenggam bilah pisau yang dingin itu.
Jika saat itu Jiang Lanpei sadar dan mengayunkan pisaunya, He Yu pasti akan terluka. Namun, ia tampak begitu tenang—tubuhnya menegang, tetapi ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan ketakutan. Seolah-olah ia sedang berbicara dengan seorang wanita biasa, seorang ibu, seorang manusia yang normal.
"Benar, aku juga seorang gila."
Tanpa suara, bilah pisau itu berpindah ke tangannya.
Hanya setelah kehilangan pisaunya, Jiang Lanpei tiba-tiba menyadari bahaya yang mengancamnya. Ia menatap He Yu dengan wajah pucat pasi. "Kau…"
Namun, He Yu tidak berniat menyakitinya.
Dengan perlahan, ia merapikan helaian rambut kusut di pelipis wanita itu dan menyelipkannya ke belakang telinganya. Menatap langsung ke matanya, ia berkata, "Penyakitku unik. Lihat mataku—aku seorang gila. Tidakkah kau melihat bahwa kita adalah sejenis?"
Meskipun ekspresi Jiang Lanpei tetap waspada, ia mulai menatap He Yu dengan lebih saksama. Bahkan, ia mulai mengendusnya.
He Yu tetap tenang dan tanpa ekspresi, membiarkan wanita itu menggunakan naluri paling primitif dan naluri liarnya untuk memastikan siapa dirinya. Mungkin setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menentukan keamanan; mungkin orang-orang gila memiliki naluri binatang dan indra keenam yang lebih tajam daripada manusia biasa.
Akhirnya, Jiang Lanpei berkata dengan suara rendah, "Kau memang seperti aku."
"Aku memang seperti kau."
"Siapa yang menyakitimu?"
"Aku terlahir seperti ini," jawab He Yu. "Aku bahkan tidak punya target untuk membalas dendam."
Jiang Lanpei terdiam.
"Namun, meskipun aku seorang gila, mereka akan percaya setiap kata yang kuucapkan."
"Mengapa?"
He Yu tersenyum. Awan perlahan menyingkir, dan di bawah cahaya bulan pucat, matanya seakan diselimuti lapisan perak dingin, giginya yang sedikit terbuka terlihat tajam dan sinis.
Ia mendekat, seolah sedang membisikkan rahasia berharga kepada seorang pasien yang memiliki penyakit yang sama. Dengan suara lembut dan tenang, ia berkata di telinga Jiang Lanpei, "Karena, seperti kau, aku juga tahu cara berpura-pura. Kau berpura-pura menjadi orang bodoh. Aku berpura-pura menjadi orang normal."
He Yu tersenyum tipis, matanya seperti genangan es yang meluap saat ia melanjutkan, "Aku sudah berpura-pura selama sembilan belas tahun, tetapi sangat sedikit orang yang menyadari bahwa aku sakit. Kita semua butuh cara untuk menyamarkan diri, bukan?"
Kebingungan melintas di wajah Jiang Lanpei, namun ia segera kembali menguasai pikirannya.
"Tidak… Aku sudah membunuh seseorang. Penyamaranku sudah terbongkar."
"Kau tidak bisa mempercayai mereka, tapi mungkin kau bisa mempercayaiku. Pertama, biarkan aku memberitahumu sebuah rahasia."
Mata Jiang Lanpei membesar saat ia mendengarkan.
He Yu mengangkat satu jari dan menempelkannya ringan ke bibirnya. "Sebentar lagi, polisi akan tiba."
Pupil Jiang Lanpei tiba-tiba mengecil. "Apa maksudmu? Mereka menelepon polisi?! Mereka tetap menelepon polisi! Mereka menipu—"
"Aku yang menelepon mereka." Ekspresi He Yu tetap tenang.
"Kenapa kau… Kita sama… Kenapa kau malah berpihak pada mereka… Seharusnya kau… Seharusnya kau…" Wanita itu mulai bergumam tak jelas.
"Aku berpihak padamu," kata He Yu. "Tapi bukankah kau ingin reputasi Liang Jicheng benar-benar hancur setelah kematiannya? Setelah dua puluh tahun, kau akan membiarkannya mati begitu saja—sebagai korban, bahkan mungkin dikenang sebagai seorang pengusaha terkemuka, dengan bunga-bunga tersebar di atas nisannya, dan keluarga pasiennya yang tidak tahu apa-apa meratapi kepergiannya? Sementara itu, kau akan dikenal sebagai seorang pembunuh, nama baikmu tercemar, wajahmu yang paling buruk terpampang di halaman depan koran, dan semua orang akan mengatakan bahwa kau adalah monster yang menggigit tangan yang memberimu makan. Tidak ada yang akan tahu penderitaan yang telah kau alami, dan setelah kematianmu, kau tetap akan berada di bawahnya, dicerca oleh semua orang. Pikirkan baik-baik—apakah itu sepadan bagimu?"
Jiang Lanpei terdiam.
"Jika kau menceritakan semuanya kepada polisi, mungkin kau masih punya jalan keluar," lanjut He Yu. "Nama baik Liang Jicheng akan hancur total, dan kau bisa membuatnya mati dua kali—sekali secara fisik, sekali dalam nama." He Yu sedikit memiringkan kepalanya, suaranya lembut namun menggoda di telinga wanita itu. "Itu kesepakatan yang sangat menguntungkan. Kenapa tidak kau lakukan saja?"
Sejenak, Jiang Lanpei tampak tergoda oleh kata-katanya. Namun, di saat itu juga, suara sirene terdengar seperti gelombang yang datang dari segala arah, melaju menuju rumah sakit jiwa yang menjulang dalam kegelapan malam.
"Keluar dari mobil!"
"Semua, keluar dari mobil!!"
Tatapan Jiang Lanpei berubah saat ia berusaha berdiri. Melihat ini, para penjaga keamanan tampak ingin menghentikannya, tetapi He Yu dengan lembut membantunya berdiri.
"Aku akan menemanimu melihatnya," kata He Yu. "Lihat baik-baik. Mungkin, di hadapanmu masih ada cahaya di ujung jalan."
Jiang Lanpei tampak terpengaruh. Gemetar, ia berjalan ke arah pagar pembatas atap. Ia tiba-tiba mencengkeram besi dingin yang berkarat itu dan menjulurkan lehernya untuk melihat ke bawah.
Dalam pandangannya yang kabur, segalanya diterangi oleh cahaya merah dan biru dari lampu mobil polisi. Untuk pertama kalinya, ia melihat pemandangan yang belum pernah ia saksikan selama bertahun-tahun di dalam penjara ini.
Seolah-olah semua ketidakadilan, penghinaan, dan penderitaan yang ia alami bisa tersingkap, dan kamar rahasia yang tersembunyi dalam kegelapan selama dua puluh tahun akhirnya dapat disinari cahaya terang di bawah langit yang terbuka.
Saat terus menatap ke bawah, perasaan menguasai dirinya, dan air mata pun mengalir dari matanya.
Perlahan, ia berbalik. Di tengah angin malam, gaun merahnya—gaun yang dibelikan Liang Jicheng dengan dalih peduli pada seorang pasien terlantar, padahal hanya untuk memuaskan hasratnya yang menyimpang, gaun yang pernah diberikan kepadanya tetapi kemudian terus-menerus dilucuti darinya dengan penuh nafsu—berkibar nyaring di tengah angin.
"…Terang sekali," gumamnya pelan. "Seperti fajar yang menyingsing. Terima kasih. Tetapi…"
Kata-kata terakhir yang meluncur dari bibir merahnya bertumpang-tindih dengan suara pengeras suara polisi dari bawah.
"Seluruh warga, harap tetap tenang! Harap tetap tenang! Jangan gunakan lift! Cari sumber air terdekat! Basahi kain dengan air dan tutupi mulut serta hidung Anda! Tetaplah merendah! Tim pemadam kebakaran sudah tiba! Jika memungkinkan, gunakan benda mencolok di sekitar Anda untuk menandai lokasi! Kami akan segera melakukan penyelamatan!"
Cahaya di mata Jiang Lanpei perlahan meredup. "Sudah terlambat. Dua puluh tahun lebih dari cukup bagiku untuk menumbuhkan kebencian terhadap semua orang. Saat kalian menerobos masuk ke kantor itu, rencanaku telah mencapai tahap akhirnya." Ia terdiam sejenak. "Anak muda, aku sudah tidak bisa kembali lagi."
Seolah membenarkan kata-katanya, suara ledakan besar tiba-tiba menggema di udara.
Para staf rumah sakit yang terperangkap di atap berlarian ke tepi gedung dengan panik—di dekat ruang linen rumah sakit jiwa, serangkaian pintu dan jendela yang tertutup rapat akhirnya meledak hebat akibat kobaran api di dalamnya.
Di bawah cahaya api yang berkobar, Jiang Lanpei perlahan berkata, "Rumah Sakit Cheng Kang menyimpan banyak rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Liang Jicheng membangun beberapa ruangan rahasia di rumah sakit ini, menyimpan bensin dan sistem penyulut api di dalamnya… Ia tidak berani membicarakan hal ini di depan siapa pun dan hanya berani memamerkannya di hadapanku, seorang wanita bodoh. Ia pernah berkata bahwa cukup dengan menekan tombol tersembunyi di kantornya, maka dalam waktu kurang dari sepuluh menit, semuanya akan terbakar…"
"Hatinya dipenuhi rasa bersalah, sehingga ia membiarkan alarm asap dan sistem pengawasan di tempat terkutuk ini rusak sejak lama. Bahkan, ia memanggil orang-orang untuk membicarakan hal ini saat ia melakukan perbuatan kejinya di tempat tidurku. Ia membiarkanku mendengar semuanya. Selama bertahun-tahun, aku mengenal Cheng Kang lebih baik daripada siapa pun…"
"Awalnya, aku tidak berencana sejauh ini, tetapi kalian justru muncul saat aku sedang mencincang tubuhnya… Aku tidak ingin berakhir di tangan polisi, jadi aku sudah menekan tombol itu saat kalian pergi ke ruang rahasia untuk menyelamatkan gadis itu."
"Kau!" Xie Qingcheng berteriak marah.
"Benar. Alasanku membawa kalian ke atas sini adalah untuk mengulur waktu. Begitu api menyebar, tidak ada seorang pun yang bisa keluar. Kita semua akan mati bersama, dan setelah mati… tidak akan ada lagi rasa sakit. Kau ingin aku menarik diri sekarang?" Jiang Lanpei tertawa pahit, "Sudah terlambat. Terlambat untukku, dan terlambat juga untuk kalian semua…"
Di tengah hembusan angin kencang, suara serak seseorang tiba-tiba berteriak, "Belum terlambat!!"
Jiang Lanpei tersentak dan berbalik, mendapati seorang petugas pemadam kebakaran yang terlatih telah memanjat menggunakan tangga tali yang disangkutkan ke dinding yang masih belum tersentuh api.
Pria itu bertubuh besar seperti beruang dan mengenakan perlengkapan pelindung lengkap. Ia tampaknya tidak mendengar dengan jelas percakapan mereka, hanya menangkap kata-kata Jiang Lanpei yang berulang kali berkata, "Sudah terlambat, sudah terlambat" saat ia tiba di atap.
Apakah wanita ini meragukan kemampuannya sebagai seorang profesional?
Beruang pemadam kebakaran kecil itu tidak tahan lagi dan berteriak lantang, "Belum terlambat! Aku datang dengan sangat cepat! Semuanya, kemari! Turun sekarang! Api akan segera mencapai sisi utara!! Cepat, cepat!! Wanita dan anak-anak dulu!!"
"Aku!! Aku duluan!!"
Perawat itu ketakutan hingga pikirannya kosong. Bagi dirinya, petugas pemadam kebakaran itu tampak seperti dewa yang turun dari langit. Sambil terisak, ia berlari ke arahnya. Beberapa petugas lainnya segera memanjat tangga tali dan mengevakuasi semua orang sebelum api semakin membesar dan menyebar lebih dekat.
Xie Xue dan para pegawai perempuan lainnya menjadi kelompok pertama yang berhasil diturunkan. Seorang petugas pemadam kebakaran berteriak kepada Jiang Lanpei, "Jie!! Kemari!! Kenapa kau berdiri di sana?! Kami akan membawamu turun! Kami akan melindungimu, jangan takut!! Kami akan membawamu pulang! Cepat!!"
Seluruh tubuh Jiang Lanpei bergetar, seolah-olah tersengat listrik. Ia berdiri di bawah menara air yang menjulang tinggi, angin menerpa gaunnya yang merah bagai darah.
Tetapi… di mana rumah?
Dan siapa dirinya?
Jika ia diselamatkan, ke mana ia akan pergi? Ia telah gila begitu lama, sampai-sampai dunia luar menjadi sesuatu yang asing baginya. Dunianya adalah ruang gelap yang sunyi, dipenuhi ribuan foto, kebencian yang tak berkesudahan, dan penderitaan tanpa batas.
Ia akan membawa semua itu bersamanya ke neraka.
Ia hanya menunggu api merambat ke atas, menunggu kobaran itu menyapu segalanya dan membawa kegelapan naik ke langit, mengubahnya menjadi cahaya fajar setelah malam yang panjang.
"Jie! Cepat kemari!"
Gas yang terus memuai menghancurkan jendela-jendela. Api yang sebelumnya diam di bawah mereka kini melesat keluar seperti naga yang menyemburkan asap hitam dengan murka, menerangi langit malam dengan cahaya kemerahannya.
Jiang Lanpei melangkah maju dengan gemetar.
Lalu, ia berhenti.
Ia menoleh ke belakang, menatap menara air yang berdiri tegak di belakangnya. Menara cadangan itu jarang digunakan, dan hampir tidak ada air di dalamnya—tidak, itu bukan air.
Sudut bibirnya melengkung membentuk senyum getir.
Itu adalah bensin yang telah ia kumpulkan dalam banyak kesempatan saat ia mencuri kunci dari Liang Jicheng yang lengah dan menyelinap ke tempat penyimpanan. Dan, tersembunyi di balik lipatan gaunnya, terselip benda terakhir yang akan membawanya terbang ke langit.
"He Yu, kemari!!"
Mendadak tersadar, Xie Qingcheng mencengkeram lengan He Yu dan menariknya ke arah berlawanan.
Pada saat yang bersamaan, Jiang Lanpei tersenyum, mengeluarkan korek logam dari dalam gaunnya, menyalakannya, lalu melemparkannya ke arah menara air tempat bensin terus menetes tanpa henti.
Api berputar ke atas dengan raungan dahsyat, melahap tubuh Jiang Lanpei dalam sekejap.
Xie Qingcheng menjatuhkan He Yu ke tanah tepat saat gelombang panas yang membakar menerjang dari belakang mereka.
Para petugas pemadam kebakaran terpaku, menatap dengan mata terbelalak saat wanita itu merentangkan tangannya dan mendongak ke langit—seolah menantikan penebusan suci, seolah ingin terbang menuju surga—sebelum akhirnya ia sepenuhnya ditelan oleh lautan api.
Xie Qingcheng dan He Yu berbalik, terdiam tanpa kata.
Percikan api berhamburan ke segala arah. Kobaran api yang mengamuk dan berbau menyengat dengan ganas menyemburkan asap hitam yang mengerikan. Pilar gas gelap yang berputar dengan jahat mulai terbentuk, kepulan tebalnya menyatu dengan jeritan pilu Jiang Lanpei dan kehidupan yang membusuk dalam penderitaan. Api itu menari dengan liar, membelah langit dan mengguncang bumi. Kobaran serta asap yang murka membubung ke angkasa malam yang telah terkoyak oleh nyala api, menembus batas cakrawala, mengamuk dalam gelombang yang dahsyat dan melahap segalanya.
"Dua puluh tahun telah berlalu. Aku tidak lagi percaya pada siapa pun."
"Tidak ada jalan untuk kembali."
"Orang-orang di langit akan datang menjemputku. Aku ingin naik ke langit."
Aku tak akan pernah kembali.