webnovel

Chapter 2: Like a Mom

Oh, aku tadi belum menjelaskan secara keseluruhan soal Ayahku ya, jadi dia itu pria yang berusia hampir 40 tahun, dia bekerja sebagai pekerja kantoran biasa. Sebelum dia menikah dengan ibuku, dia merupakan seorang mantan militer, jadi jangan heran jika saat ini badan nya masih kekar saja.

Dulu Ayah juga menginginkan seorang anak laki-laki tapi yang muncul aku, perempuan, dia tetap menerima ku dan aku ingat ketika dia selalu bermain dengan ku, mungkin menahan napas di air, lari 10 kilometer, angkat beban dan yang lain nya yang dilakukan di halaman hutan kami yang begitu sangat luas, aku tahu itu agak keras, tapi dia menjagaku dengan cara dia sendiri, aku sangat rindu masa masa itu, tapi sekarang, antara hal yang mengecewakan membuat hubungan kita menjadi semakin renggang, di antaranya ibu yang meninggal tidak lama, mungkin beberapa bulan yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan mobil, juga, dia sudah memutuskan untuk keluar dari militer hanya karena menikahi ibu, sekarang dia tampak ingin sekali bergabung ke militer lagi tapi sepertinya sudah tak bisa, karena ada aku, dia mungkin bertanggung jawab menjagaku, pastinya, dia Ayahku.

"Hei" Panggilnya membuatku tersadar. "Kenapa kau ngelamun, jangan terlalu banyak memasang pikiran kosong, aku tahu itu membuatmu bisa berpikir cerita, tapi jangan terlalu sering ngalamun" Tambahnya, tapi kemudian aku merasakan dia merangkulku di sofa. Membuatku terkejut diam, inikah kehangatan yang sesungguhnya, tapi siapa sangka, dia langsung tertidur pulas membuatku terkejut, kepalanya bahkan bersender sangat ke belakang dan tangan nya masih merangkulku.

"Sial... Kau benar benar terlalu lelah.... Dasar...." Aku langsung berdiri, tapi aku menyadari sesuatu, seharusnya aku akan ke kamar untuk tidur tapi ketika aku melihat piring yang sudah kosong di meja itu, membuatku berpikir soal perkataan nya tadi. "Menjadi seperti ibu...."

"Sepertinya memang harus di coba..." Aku tersenyum kecil kemudian mengambil piring itu, malam ini, aku akan menjadi seperti ibu, wanita yang hebat dan tidak menjadi gadis yang malas dalam rumah tangga.

Aku menguncir rambutku yang panjang, mengangkat semua bajuku di bagian lengan maupun kaki, hal pertama yang aku lakukan adalah mencuci piring kotor di dapur, aku mencucinya terlalu bersemangat sehingga menimbulkan suara gelas kaca yang bertabrakan, tapi aku tak khawatir Ayah akan terbangun, karena sekali dia tidur, dia tidak akan bisa bangun kecuali jam bangun nya sudah muncul. Masih ingat apa yang aku bilang, dia mantan militer, tentu saja ketika berada di kemiliteran, dia melatih tidurnya untuk mendapatkan tidur yang cukup.

Sekarang, aku sudah selesai membersihkan semua piring kotor, kemudian membersihkan dan merapikan letak barang barang dapur, ketika sudah selesai, aku sekarang memutuskan untuk menyapu dan membersihkan semuanya, merapikan yang ada di rumah kami yang begitu sederhana ini.

Cukup merepotkan dan melelahkan, tapi aku tetap harus melakukan nya, hingga di tengah malam, aku menyelesaikan nya, tapi ada satu hal yang hampir aku lewatkan, mencuci baju.

Ketika melihat cucian baju yang sangat banyak, apalagi kebanyakan dari Ayah yang selalu gonta ganti pakaian untuk bekerja membuatku harus menghela napas panjang dan mulai mencuci dengan manual karena ibu pernah bilang, mencuci manual lebih bersih dibandingkan mencuci di mesin cuci, jadi saat ini kami tak memiliki mesin cuci dan aku cukup sangat lelah sekarang, bahkan hanya mencuci satu baju Ayah pun, rasanya punggung ku akan patah, itu juga karena bajunya gede. Tapi ini demi perkataan Ayah tadi, sekali kali aku ingin buat dia bangga melihat ku bisa mandiri begini.

Aku akan bekerja keras malam ini dan semangat ku ini tak akan terkalahkan oleh ngantuk, aku tak takut hal gelap atau apapun itu karena aku berani!

Hingga terlihat Ayah terbangun, dia membuka mata perlahan dan langsung bangun duduk memegang lehernya sambil bergumam kesal. "Shit, leherku sakit...." Dia mencoba meregangkan lehernya, itu karena dia tertidur begitu, tapi kemudian berdiri dan di saat itu juga kesadaran nya meningkat ketika melihat rumah yang begitu rapi dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam dengan sangat baik.

Tak ada debu, tak ada sampah, semua sampah sudah di kumpulkan di plastik di belakang rumah, bahkan semua tampak mengkilap membuatnya terdiam tak percaya dan mengusap matanya. "Apa yang terjadi? Kupikir aku sudah cukup tidur?" Dia tampak masih bingung sambil melihat jam dinding, tapi pandangan nya menoleh ke cahaya matahari yang perlahan berjalan dari celah ventilasi atas jendela yang langsung memperlihatkan sesuatu dari kegelapan, yakni aku yang tertidur di bawah, tepatnya aku tertidur di bawah lantai membuat Ayah terdiam, siapa sangka, aku ada di bawahnya tepat, untung nya dia tidak berjalan menginjak ku dan di sini posisiku sedang sangat pulas membuat Ayah langsung berlutut menatap ku.

Dia tidak mengatakan apapun, kemudian akan menyentuh ku, sepertinya dari posisinya, dia akan menggendong ku dan membawaku ke kamar, tapi aku mendadak langsung bangun seperti terkejut membuat Ayah juga terkejut.

Aku merasakan sesuatu yang membuatku bangun tadi, sepertinya aku bermimpi sesuatu.

Kupikir aku di kejar zombie, setelah itu aku jatuh dan zombie itu mencoba mendekat dan akan menyerangku, rupanya ketika membuka mata, itu hanyalah Ayah. Tunggu, Ayah? Zombie? Apa ini semacam pemberitahuan?

"Apa yang terjadi?" Dia sedikit tertawa melihat aku yang terbangun karena terkejut mimpi.

"Ugh..." Aku mencoba bangun duduk dan menengadah melihat Ayah yang ada di dekatku. "Jam berapa ini?" Tanya ku dengan nada masih lemas dan setengah ngantuk. Ya tidak setengah sih, rasanya masih terbawa mimpi yang melayang layang.

"Ini sudah matahari terbit, apa kau tidur berjalan hingga tidur di sini?" Dia menatap basa basi.

Tapi aku mencoba tak peduli. "Mm.... Aku harus menjemur dulu..." Aku berdiri dan berjalan ke kamar mandi, padahal perasaan ku, aku hanya tidur beberapa menit saja untuk istirahat dari lelah tadi, rupanya sudah pagi saja.

"Berjemur?" Ayah bingung dan mengikutiku, dia melihat keranjang besar penuh cucian di kamar mandi.

Awalnya aku ingin menunjukan skil ku dengan mencoba mengangkat keranjang itu, tapi aku masih terlalu lemas, atau aku memang tidak kuat. Ketika aku menyerah untuk mencoba, aku menatap ke arahnya. "Serius? Cobalah untuk membantu ku! Membawakan ini keluar halaman!" Aku menatap kesal dengan Ayah yang hanya berdiri di pintu kamar mandi.

"Tidak, maksudku, apakah kau yang melakukan semua ini? Kau membersihkan rumah? Merapikan semua, bahkan mencuci?" Tatapnya dengan tidak percaya.

"Memang nya aku terlihat tidak melakukan nya, apakah tadi malam yang melakukan nya hantu, ah, ya, aku mengerti... Mungkin hantu yang melakukan nya" Aku menyilang tangan, sudah jelas aku yang melakukan nya, aku hanya kesal mengatakan itu tadi.

"Oh, sayang, kau sekarang terlihat seperti ibumu" Tatap Ayah yang tiba tiba memanggil ku begitu membuat ku terkejut menatap ke arahnya.

Lalu aku tersenyum kecil. "Apakah ini artinya Ayah tak akan menilai ku sebagai gadis malas?"

"Hemm.... Mungkin, kau bisa melakukan ini setiap hari dan fokuslah pada tujuan hidup mu ketika sedang ada di rumah" Tambahnya sambil berjalan mendekat dan mengambil keranjang itu, bahkan dengan kekuatan nya, dia bisa langsung mengangkat keranjang itu membuat ku terkesan.

Dia membawa ke halaman untuk di jemur, awalnya aku berpikir dia akan meletakan di sana saja setelah itu membiarkan ku menjemur, tapi rupanya dia juga ikut menjemur.

"Eh, biar aku saja yang melakukan nya" Tatap ku.

"Aku tahu kau lelah tadi malam, tapi, jika kau ingin menunjukan skil mu ini, jangan lakukan malam hari lain kali, kau tidak akan bisa cukup tidur... Jika kau tidak keberatan, aku akan menjemur dan tidurlah dengan nyenyak" Tatap Ayah pada ku dengan tatapan nya membuat ku agak tak nyaman, tapi aku memiliki sebuah ide yang menjawabnya.

"Ok baiklah!" Aku langsung berjalan masuk ke dalam rumah, tapi aku tidak tidur, melainkan aku langsung ke dapur dan mulai menyiapkan banyak bahan makanan, aku juga membuka tutorial video memasak, dan yeah, bisa di tebak, aku tengah memasak sekarang.

Ketika Ayah selesai menjemur, dia terdiam menatap jemuran nya yang sangat banyak dan pagi matahari yang langsung bersinar juga tetesan dari jemuran itu membuatnya tersenyum kecil. "Sudah lama, apakah kau merasuki gadis mu itu.. Sepertinya aku memang tak perlu khawatir dengan gadis kecil kita..." Gumamnya, sepertinya dia mencoba berbicara dengan ibu yang mengawasi nya di langit sana.

Kemudian dia berjalan masuk, tapi belum sampai pintu rumah, dia sudah kembali terdiam karena mencium aroma yang begitu enak, itu membuatnya langsung berjalan buru buru masuk dan melihat ku yang sudah selesai memasak menyiapkan makanan di meja makan.

Aku juga menatap ke arahnya. "Oh, Ayah, sebelum kau berangkat bekerja, aku sudah menyiapkan sarapan, pastinya tak akan membuat cepat lapar lagi" Tatap ku.

Dia seperti tidak bisa berkata kata. "Kau bahkan juga memasak?" Tanya dia sambil meletakan keranjang cucian di kamar mandi dan langsung duduk di meja makan melihat makanan yang sangat banyak dan penuh bergizi.

Awalnya aku sudah berusaha menyembunyikan kegagalan memasak ku di wastafel, tapi dia melihatnya. "Kau membuang makanan itu?"

"Ah, itu, itu hanya makanan gagal, karena... Aku percobaan tadi, jadi aku harap, yang ini tidak gagal" Balas ku sambil duduk di hadapan nya. "Jika tidak enak, maafkan aku" Tambahku.

"Ini baik baik saja, kau sudah berusaha keras, ibu mu juga pernah gagal dalam memasak, jadi jangan khawatir" Kata Ayah mencoba menenangkan ku.

"Eh benarkah? Memang nya apa kegagalan nya?"

"Sebelum kami membuatmu, e... Tidak, maksudku, sebelum kau lahir, dia tidak pernah bisa memasak, jadi dia mencoba belajar dan dari percobaan kegagalan nya, dia pernah membuat panci gosong, kompor hampir meledak, bau gas yang bocor, juga takut akan ledakan minyak, itupun belum hasilnya, terkadang dia ingin hasil yang crispy dan enak, tapi malah keras seperti batu, makanan asin, masih mentah juga pernah disajikan padaku" Kata Ayah dengan nada agak menghiburku, dan aku berhasil tertawa. "Hahaha... Tidak kusangka... Padahal aku selalu enak menikmati masakan ibu"

"Itu karena dia sudah terbiasa memasak, aku yakin kau juga akan begitu..."

Setelah obrolan itu, kami memakan sarapan itu dengan Ayah yang mengomentari tanpa aku minta.

"Masih ada yang terlalu hambar, juga terlalu asin, tapi ini baik baik saja, kau sudah berusaha, terima kasih" Tatapnya, itu membuat ku senang.

Next chapter