Sebelumnya aku tidak pernah menyangka akan melakukan tindakan yang bisa dibilang salah, namaku Anton dan aku seorang tukang bangunan.
Hari itu aku mendapatkan pekerjaan dirumah pasangan yang sudah 3 tahun menikah yaitu Bu Linda dan pak Raihan. Mereka begitu sangat baik memperlakukan aku, tak jarang ketika aku pulang dari kerjaan yang aku kerjakan, mereka memberikan makanan untuk aku yang tinggal sendiri. Maklum saja sebagai perantau aku hanya bisa mengontrak di rumah kecil dengan kondisi yang cukup memprihatinkan.
Pekerjaan yang aku kerjakan saat ini adalah mengganti kanopi depan karena sudah agak bolong-bolong, siang itu Bu Linda terlihat kegerahan dan aku dapat melihat rambut terurai sampai baju, tentu saja aku yang sudah lama tidak mendapatkan jatah seksual dari istriku yang ada di kampung menjadi bergairah.
"Mah, mamah lagi apa?"
Aku dengar suara telepon dari pak Raihan kepada Bu Linda.
"Mamah lagi kegerahan pah."
"Gak telanjang aja mah?"
"Gak ah, ada mang Anton nanti mamah bisa diperkosa haha...."
Aku dengar percakapan mereka begitu frontal, sungguh aku tidak menyangka penampilan Bu Linda yang selalu tertutup bisa becanda agak vulgar walaupun dengan suaminya.
"Oh ya pah, mamah lagi gak pakai kerudung nih. Gak apa-apa kan?"
"Ya elah mah, cuma gak pakai kerudung doang. Lagian Anton gak bakalan nafsu juga kali."
Sekali lagi percakapan mereka berdua benar-benar memancing nafsu birahi yang aku tahan selama ini.
Pukul 3 sore aku sudah selesai membereskan kanopi yang bolong-bolong, lantas aku mencari Bu Linda guna pamit dan sekedar meminta upah.
"Bu, Bu Linda?"
Tiga kali aku memanggil namanya, tapi tidak ada jawaban sama sekali, sampai akhirnya aku masuk ke dalam rumah. Entah naas atau rezeki karena ketika aku masuk terlihat Bu Linda baru keluar dari kamar mandi, paha mulus dan payudara yang menyembul dari balik handuk sedikit banyak membuat aku birahi.
"Bu Linda?"
"Mang Anton?"
Terlihat wajah malu dari dari Bu Linda, begitu juga aku benar-benar kikuk. Tapi entah kenapa penisku tidak bisa diajak kompromi dan menunjukkan gelagat untuk berdiri tegak.
Hingga entah setan apa yang merasuki ku, sampai-sampai aku seret Bu Linda untuk masuk ke kamarnya. Gila, sungguh gila aku hendak menjadi pemerkosa pada sore itu.
"Bangsat!"
Aku kaget bukan main, karena aku lupa kalau pak Raihan itu pulang kerja jam 2 siang dan tentu saja dia sudah sampai dirumahnya.
Habis rasanya wajahku dengan bogem mentah miliknya, badannya lebih besar daripada aku kendati aku tahu kalau penisnya kecil.
"Maafkan saya pak, saya khilaf." Sebisa mungkin aku meminta ampun pada pak Raihan.
"Bugg."
Kali ini bukan hanya wajahku yang kena pukulan keras darinya, tapi perutku tepatnya pada ulu hatiku kini jadi sasarannya.
Aku benar-benar tidak berdaya dan nampaknya aku sudah berpikir kalau aku akan menjadi bulan-bulanan warga andaikan pak Raihan dan Bu Linda berteriak.
10 menit berselang pak Raihan mengambil upah yang seharusnya jadi berkah untukku, dia lemparkan uang tersebut pada wajahku. Uang tersebut berisi 3 lembar kertas berwarna merah.
"Pak Anton, saya tidak akan melaporkan anda kepada polisi. Tapi jangan perna lagi datang ke rumah saya, saya masih ingat keluarga kamu yang ada di kampung." Bentak pak Raihan.
"Te... terimakasih pak."
Aku pamit dengan menahan sakit luar biasa pada bagian wajah dan perutku, sesampainya di rumah kontrakan aku langsung berbaring merebahkan diri.
"Ahh...." Aku menghela nafas panjang karena sakit pada perutku benar-benar sakit. Entah kapan aku tertidur karena mataku begitu berat untuk tetap terjaga.
"Anton, kamu punya sesuatu yang bisa membuat kamu menundukkan semua orang, kamu juga sudah tahu syaratnya. Bukankah istrimu juga kau dapatkan dengan cara itu, kenapa sekarang kamu tidak menggunakannya?"
Aku terbangun dari tidurku dengan badan penuh keringat, ucapan dalam mimpiku seolah mengingatkan sepak terjangku pada masa lalu.
Antara bangga dan menyesal karena telah melakukan itu semua, Tini yang sekarang manjadi istriku kini dulu aku dapatkan dengan cara kotor.
Jujur saja semenjak remaja aku sudah senang dengan klenik yang diajarkan oleh kakekku, tentu saja dia menyuruh aku untuk mempergunakan sebaik-baiknya. Tapi aku khianati apa yang dia amanatkan satu hari setelah dia meninggal.
Dari semua ilmu klenik yang diajarkan oleh kakekku, hanya ilmu pelet yang aku minati. Entah itu pelet dengan syarat kecil ataupun besar, bahkan pelet yang tanpa syarat pun aku sanggupi.
Untuk mendapatkan istriku tidak perlu memakai ilmu pelet yang memakai syarat banyak, aku gunakan keringat dari ketiakku dan dicampurkan dengan air yang akan dia minum. Tentu saja dengan jampi-jampi yang sudah aku hafal.
Hanya dlama waktu lima menit aku ajak Tini ke rumahku yang saat itu sedang kosong, disana aku gagahi Tini begitu perkasa. Aku sudah berniat untuk menikahi Tini, maka aku sengaja membiarkan orang tuaku melihat aksi bejat anaknya. Walaupun terpukul tapi mereka akhirnya menikahkan aku dan Tini, jelas pemuda yang lain sirik dengan pernikahan aku dan Tini.
Bukan tanpa alasan mereka begitu sirik kepadaku, pasalnya Tini adalah satu-satunya wanita yang bisa dibilang paling cantik di kampung dimana aku tinggal, selain itu Tini juga memiliki tubuh yang seksi dan tentu saja begitu terawat.
Orangtuanya begitu sangat tidak setuju ketika menikah denganku, alasannya tentu saja karena dengan modal wajah cantik Tini bisa mendapatkan lelaki yang tampan dan kaya raya.
"Anijing, maneh make pelet naon?"
Salah satu orang yang tidak suka padaku hampir saja membuka rahasia yang aku simpan rapat-rapat, lantas aku balas senyuman orang yang bernama Imron tersebut.
Aku tersadar dari lamunanku akan masa lalu, karena kalau diingat begitu banyak tindakan asusila yang aku lakukan di kampung dulu aku tinggal, mulai dari adik Imron yang aku gagahi di kebun miliknya, sampai banyak ibu-ibu yang jadi korban ku. Tentu saja usai aku gagahi tak ada yang ingat apa yang telah mereka lakukan denganku.
Hingga aku bosan dengan apa yang aku lakukan, aku memutuskan untuk tidak memakai ilmu pelet lagi. Aku pun jujur kepada Tini kalau aku telah memeletnya dulu, tapi yang membuat aku semakin bersalah adalah kalau Tini sebenarnya sudah menyukaiku kalaupun aku tidak memakai ilmu pelet.
Dari situ aku berniat untuk menjadi lebih baik dan enggan menggunakan ilmu pelet lagi. Tapi tindakan pak Raihan benar-benar membuat aku sakit hati.
Dengan hati berdebar aku ambil dompet, disana terdapat benda yang bisa dibilang termasuk media untuk melakukan ilmu pelet yang cukup kuat. Belum lagi aku memiliki minyak dimana aku akan menjadi sangat mempesona didepan seluruh orang, ada satu benda yang tidak pernah aku gunakan karena benda itu adalah pembuat malapetaka di kampungku dulu.
"Bu Linda, anda akan jadi yang pertama!
Bersambung