Sudah kita ketahui, bahwa tidak layak bagi kita manusia sebagai makhluk Allah s.w.t. mengangkat, memohon dan mengharap pada selain Allah untuk mengatasi sekalian hajat-hajat atau keperluan-keperluan yang kita perlukan, sebab yang menentukan dan menciptakan segala-galanya itu ialah Allah yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, seharusnya bahkan sewajibnya atas kita yakin dan berpendirian bahwa cukup Allah s.w.t. pokok pangkal segala yang terjadi pada seluruh alam mayapada ini. Justeru itu mestilah kita menjaga dan memelihara aqidah kita, bahkan seluruh perasaan kita supaya jangan ada salah sangka atau sangka-sangka yang tidak sewajarnya terhadap Allah s.w.t. Sebab itulah, maka yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan dalam Kalam Hikmahnya yang ke-40 sebagai berikut:
"Jika anda belum dapat memperbaiki prasangkamu terhadapNya (Allah), karena kesempurnaan sifat-sifatNya, maka hendaklah anda memperbaiki sangkamu dengan wujudNya karena adanya hubungan pertalianNya sertamu. Bukankah Dia tidak membiasakanmu hanya pada yang baik-baik, dan tidak menyampaikan kepadamu, melainkan nikmat-nikmatNya?"
Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut:
I. Ketahuilah, bahwa salah satu dari martabat-martabat yakin pada Tuhan yang Maha Esa, ialah baik sangka kita terhadapNya. Manusia Muslim tentang baik sangka terhadap Allah s.w.t., terbagi kepada dua bahagian:
1. Golongan khashshah, yakni sebagian kecil dari manusia Muslimin yang baik sangka kepada Allah Ta'ala, karena menilik kepada sifat-sifat Tuhan yang Maha Agung dan Maha Sempurna.
Tuhan bersifat dengan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Bijaksana, Maha Kuasa dan "Maha" pada segala macam sifat-sifatNya.
Hal keadaan ini menimbulkan keyakinan pada sebahagian manusia untuk berprasangka yang baik kepada Tuhannya. Tuhan yang bersifat dengan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan, mustahil diterima oleh aka], bahwa Dia menghendaki pada hamba-hambaNya hal-hal tidak baik, tetapi semuanya adalah baik dan setiap ketentuan Tuhan yang berlaku pada hamba-hambaNya tidak ada yang jelek, tetapi adalah baik. Tuhan memberikan nikmat pada kita karena Tuhan sayang pada hambaNya. Tuhan memberikan cubaan-cubaan pada kita,juga karena sayang pada hamba-hambaNya. Sayang dengan memberikan nikmat, artinya agar kita mensyukuri Dia tentang nikmat-nikmat yang telah diberikanNya itu. Sayangnya dengan mendatangkan musibah-musibah, agar kita ingat kepadaNya, jangan kita menyeleweng dari jalanNya, di samping ujian kepada kekuatan keimanan kita, apakah kita sabar atas musibah-musibah itu atau tidak. Seorang yang dicuba oleh Tuhan dengan mendatangkan sakit pada jasmaniahnya, ini pun pada hakikatnya adalah baik, daripada Allah mematikan orang itu dan merenggut nyawanya dengan tiba-tiba. Demikianlah pada contoh-contoh yang lain yang banyak terjadi pada masyarakat manusia, di mana semuanya itu membawa keyakinan yang bertambah kuat untuk baik sangka kepada Allah Ta'ala, bahwa atas segala-galanya itu hakikatnya baik dan bukan tidak baik.
2. Golongan 'ammah, yakni kebanyakan manusia Muslimin yang baik sangka mereka kepada Allah Ta'ala bukan karena melihat dan menilik sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Bijaksana, tetapi adalah melihat dan menilik kepada kebaikan-kebaikan Tuhan dan nikmat-nikmatNya yang setiap waktu dan saat dikurniakan olehNya kepada hamba-hambaNya.
Tuhan telah menjadikannya dan Tuhan telah memberikan nikmat-nikmatNya yang tak terhitung banyaknya kepada manusia, sehingga semuanya ini membawa keyakinan dan perasaan dalam tubuhnya, bahwa Allah adalah Maha Pemurah dan Maha Kasih Sayang terhadap hamba-hambaNya. Karena itu ia baik sangka kepada Allah pada segala ketentuan-ketentuan yang telah dijadikan Allah Ta'ala atasnya. Dia tidak dapat menerima bahwa Tuhan tidak bermaksud baik kepadanya, sebab dia yakin kejadian di dunia yang fana ini adalah ciptaan Allah s.w.t. Maka nan yang ia makan, minuman yang ia minum, nikmat-nikmat anggota tubuh yang ia rasakan belum lagi isi alam yang ia hadapi, semuanya itu adalah kurnia-kurnia Allah atasnya.
Maka adakah pantas ia berprasangka yang tidak baik terhadap Tuhan? Tidak, dan pasti tidak. Berdasarkan ini semua, maka tepatlah seorang sahabat Nabi bernama lbnu Mas'ud r.a., telah bersumpah dengan Allah yang isi sumpahnya itu berbunyi:
"Tidak ada seorang hamba yang telah baik sangkanya kepadaAllah Ta'ala, melainkan Allah akan memberikan padanya sangka yang baik itu, karena bahwasanya kebaikan seluruhnya adalah dalam kekuasaan Allah Ta'ala."
Maksudnya apabila Tuhan telah mengurniakan pada kita sangka yang baik terhadapNya, berarti Tuhan telah mcmberikan apa yang kita sangka terhadapNya untuk melicinkan hubungan kita denganNya, sehingga terpeliharalah tali halus antara hamba dengan Penciptanya. Hal keadaan ini terbukti dengan contoh yang telah terjadi dalam Hadis Anas r.a. bahwasanya seorang Arab asli atau badwi telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:
"Wahai Rasulullah, siapakah yang menguasai pada memperhitungkan amal ibadat makhluk di hari kiamat?"
Nabi menjawab:
"Yaitu Allah Azzawajalla."
Si Arab badwi itu bertanya:
"Apakah Allah sendiri yang menanganinya?"
Nabi menjawab:
"Betul."
Kemudian si Arab itu tersenyum. Nabi bertanya kepadanya:
"Kenapakah anda tertawa wahai Arab?"
Dia menjawab:
"Bahwasanya yang mulia, apabila berkuasa, maka Ia memaafkan dan apabila dia memperhitungkan, maka Dia berlapang-lapang atau tidak sempit!"
Kemudian Nabi menyambung perkataan Arab badwi itu: "Betul, ketahuilah, tidak ada yang lebih mulia dari Allah Azzawajalla. Tuhanlah yang lebih mulia dan lebih pemurah atas seluruhnya!" Kemudian Nabi berkata:
"Bahwa Arab badwi itu mengerti dan faham."
Ini sebagai contoh atas kebenaran sumpah Ibnu Mas'ud. Sebab apabila Allah s.w.t. telah memberikan pada kita rasa baik sangka terhadapNya, berarti keyakinan kita telah meningkat. Bahwasanya hakikat pada nilai yang baik atau yang tidak baik, bukanlah menurut pendapat dan perasaan kita, tetapi bagaimana menurut Allah s.w.t. Inilah maksud firman Tuhan di dalam surat Al-Baqarah:
"Dan boleh jadi kamu benci sesuatu, sedangkan ia lebih baik kepadamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, sedangkan ia itu merusak bagimu, Allah mengetahui sedangkan kamu tidak tahu." (Al-Baqarah: 219)
II. Antara dua golongan tersebut di atas, golongan pertama lebih tinggi dari golongan yang kedua. Tetapi di samping itu ada pula sebagian para AuliaAllah s.w.t. yang menggabungkan antara golongan pertama dengan golongan yang kedua. Maksudnya ia merasakan bahwa baik sangkanya kepada Allah Ta'ala bukanlah hanya melihat kepada akibat dan keyakinan saja terhadap sifat-sifat Tuhan yang Maha Agung dan Sempurna, tetapi juga melihat kenyataan yang dibuktikan oleh pancainderanya. Semuanya ini menjadi dalil dan bukti baginya untuk baik sangkanya terhadap Tuhan.
Keyakinan yang bercampur dengan perasaan yang tebal dan mendalam tentang hal tersebut telah diungkapkan oleh wali Allah Rabi'atul 'Adawiyah dalam syair-syairnya sebagai berikut:
"Aku mencintai Engkau dengan dua cinta: Cinta rindu dan cinta karena bahwasanya Engkau patut dirindukan."
"Maka adapun cinta rindu, maka itulah menjurusnya hatiku hanya mengingat Engkau dari selain Engkau."
"Dan adapun cinta yang Engkau berpatutan memilikinya ialah Engkau bukakan padaku semua hijab sehingga aku melihat Engkau."
"Dan tidak ada hak bagiku lagi untuk cinta ini dan cinta itu, tetapi hanya untuk Engkaulah puja dan pujiku pada ini dan itu."
Dalam syair-syair ini Rabi'atul 'Adawiyah melahirkan kandungan isi hatinya bagaimana mendalamnya rasa sangka yang baik pada Allah s.w.t.
Sangka yang baik pada Tuhan tidak mungkin subur apalagi rindang dan berbuah apabila tidak disertai dengan cinta kepadaNya.
Cinta kepada Allah karena melihat nikmat-nikmatNya yang tidak mungkin terhitung oleh makhlukNya. Cinta begini membawa pada hambaNya menyebut-nyebut Allah dan mengingat-ingat namaNya selalu dalam hati.
Tetapi yang begini sifatnya masih rendah dan karena itulah maka disebut oleh beliau dengan hubbul hawa, cinta rindu yang tidak dapat tidak harus ada dari manusia yang mempunyai akal, hati dan perasaan. Adapun cinta kepada Allah karena Allah dan karena sifat-sifatNya yang Maha Jamal dan Jalal, yang Maha Indah dan Maha Agung, inilah yang sebenarnya. Karena cinta yang begini bukanlah dasarnya karena nikmatNya dan pemberianNya, tetapi adalah semata-mata karena kita selaku hambaNya dan Dia adalah Tuhan yang Maha Pencipta atas semua. Cinta yang beginilah yang dapat menghilangkan semua hijab, segala dinding dan batas-batas yang membatasi antara hamba dengan TuhanNya. Cinta yang beginilah yang dapat menghilangkan semua hijab itu, sehingga kita dapat melihatNya dengan matahati dan perasaan yang meremukkan dan menenggelamkan hati dalam keasyikan dan kerinduan terhadapNya. Kalaulah demikian kecintaan seseorang maka tentulah seluruh persangkaannya kepada Tuhan tidak ada yang jelek, tetapi semuanya adalah baik dan bagus.
Kesimpulan:
Bagi kita orang mukmin yang Muslim, hendaklah kita berbaiksangka kepada Allah Ta'ala baik dalam hal-hal yang bersifat duniawi, maupun hal-hal yang bersifat ukhrawi. Dalam masalah-masalah keduniawian, apakah tentang rezeki, kesihatan, ketenteraman jiwa dan lain-lain lagi, hendaklah kita percaya kepada Allah Ta'ala, bahwa Allah tidak menyia-nyiakan kita dengan rahmatN ya, asal saja kita tetap berjalan atas jalanNya, yakni mematuhi atas ajaran-ajaranNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Tentang masalah akhirat, masalah pahala dan dosa kita pun harus berbaik sangka kepadaN ya, bahwa amal ibadat kita pasti akan diterima oleh Allah s.w.t. asal saja amal-amal itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Kita tidak boleh putus asa dari rahmat Tuhan, karena kita tidak layak untuk berputus asa daripadaNya, sebab Dia mempunyai sifat-sifat yang Maha Sempurna dan Agung. Apabila kita mengerjakan sesuatu kesalahan, cepatlah kita bertaubat kepadaNya, dan apabila kita telah taubat dengan sungguh hati, maka berprasangka baiklah kepadaNya bahwa Dia akan menerima taubat kita. Untuk mendapatkan perasaan sangka yang baik terhadap Tuhan adalah dengan jalan memperdalam ketauhidan kita kepadaNya, tidak mengerjakan dosa besar dan dosa kecil, sedangkan hati kita dalam apa saja yang kita hadapi selalu mendahulukan Allah atas segala-galanya. Apabila kita telah mengamalkan demikian, barulah dalam hati kita timbul tali halus yang sangat indah bertemu dan terikat dengan Allah, sehingga seluruh perhatian hati kita mendapat sambutan dari Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kasih. lnilah yang dimaksud oleh Allah s.w.t. dalam Hadis Qudsi:
"Aku adalah di sisi sangka hambaKu denganKu, maka hendaklah ia menyangka denganKu apa yang ia kehendaki."
Jadi, Allah Ta'ala menyambut apa yang kita sangka dalam hati terhadapNya. Apabila hati kita berprasangka baik kepadaNya maka akan baiklah sambutanNya, dan jika tidak, maka Dia adalah Maha Kuasa atas kehendakNya. Mudah-mudahan kita diberikan kurnia olehNya dengan berprasangka baik kepada Allah dalam segala hal, baik dalam hal duniawi atau ukhrawi, bahwasanya Dia tidak menghendaki yang tidak baik atas ketentuan-ketentuan yang telah ditentukanNya atas semua kita dan alam sekalian ini.
Amin!