webnovel

Ch 21

Saat pesta berakhir, suasana di aula Twilight Manor mulai mereda. Lampu-lampu perlahan diredupkan, dan anggota Familia yang sudah lelah, satu per satu, mulai menuju kamar mereka. Beberapa dari mereka tampak agak limbung setelah terlalu banyak minum. Shirou tersenyum sambil membantu Bete, yang tampak setengah sadar, berjalan menuju tangga. Di sisi lain aula, Riveria memimpin beberapa anggota yang lain dengan sikap tenang dan teratur.

Namun, tidak semua orang begitu mudah ditangani. Loki, dewi mereka, tampaknya sudah benar-benar mabuk berat, tertawa cekikikan sambil berusaha meraih botol anggur lain di meja. "Oi, siapa yang mau minum lagi? Jangan berhenti di sini! Ayo, lanjutkan pestanya!" serunya dengan suara yang keras, meski tubuhnya sudah mulai goyah.

Shirou menghampiri Loki dengan hati-hati. "Loki-sama, mungkin sudah waktunya kita kembali ke kamar," katanya dengan nada lembut, mencoba tidak membuatnya lebih bersemangat lagi.

Loki memandang Shirou dengan mata yang sedikit kabur. "Ah, Shirou-kun! Anak baru kita yang hebat! Ayo, minum satu lagi bersamaku!" katanya sambil mencoba meraih tangan Shirou untuk menariknya duduk.

Riveria mendekat, menggelengkan kepalanya dengan senyum sabar. "Loki-sama, sudah cukup untuk malam ini. Ayo, mari kita bawa Anda ke kamar," ujarnya tegas.

"Aah, Riveria! Selalu begitu ketat! Baiklah, baiklah, aku menyerah," kata Loki akhirnya sambil tertawa kecil. Namun, ketika mencoba berdiri, tubuhnya oleng dan hampir jatuh. Shirou dengan sigap menahan dewi itu, memastikan dia tidak terjatuh.

"Terima kasih, Shirou," kata Riveria sambil mengangguk dengan penuh penghargaan. "Mari kita bawa Loki-sama ke kamarnya."

Bersama-sama, mereka berjalan perlahan-lahan menuju tangga, mengapit Loki di tengah agar tidak jatuh. Sepanjang jalan, Loki terus bergumam tentang berbagai hal aneh, dari rencana rahasianya untuk menaklukkan dunia hingga bagaimana dia mengagumi kehebatan anggota Familia-nya.

Setelah akhirnya berhasil membawa Loki ke kamarnya, Shirou dan Riveria menarik napas lega. "Aku tidak pernah tahu dewa bisa begitu merepotkan," canda Shirou sambil tersenyum lelah.

Riveria tertawa kecil. "Kau akan terbiasa dengan ini," jawabnya. "Loki memang… istimewa. Tapi dia peduli pada kita semua dengan caranya sendiri."

Shirou mengangguk, merasakan perasaan hangat terhadap keluarga baru ini. "Ya, aku bisa merasakannya," katanya pelan.

Setelah memastikan Loki tertidur dengan aman, mereka mulai berjalan keluar dari kamarnya. Riveria melirik Shirou sejenak, tampak ada sesuatu yang ada di benaknya. "Shirou, tentang kemampuanmu…" dia memulai dengan nada penuh rasa ingin tahu.

Shirou memandangnya dengan penuh perhatian. "Apa ada yang ingin kau ketahui, Riveria-sama?"

Riveria mengangguk. "Ya, aku ingin melihat langsung kemampuan magecraft-mu. Kemampuan seperti itu jarang sekali di dunia ini. Apakah mungkin kita bisa melakukannya besok, di lapangan depan mansion?"

Shirou tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja, Riveria-sama. Aku akan menunjukkan semua yang aku bisa," jawabnya dengan penuh keyakinan.

Mata Riveria berbinar dengan kegembiraan yang jarang terlihat. "Bagus, aku tidak sabar menunggu," katanya dengan senyum lebar yang menambah kehangatan di malam yang dingin itu.

Shirou tersenyum kembali, merasakan semangat yang sama. "Aku juga tak sabar untuk berbagi apa yang kutahu," katanya dengan nada penuh antusiasme.

Mereka melanjutkan perjalanan ke lorong, membantu beberapa anggota Familia lain yang masih belum menemukan kamar mereka, tertawa kecil di sepanjang jalan. Dan meskipun pesta telah berakhir, Shirou merasakan bahwa ini hanyalah awal dari banyak hal yang akan dia alami bersama keluarga barunya di Twilight Manor.

Esok paginya, Riveria dan Shirou duduk di balkon yang menghadap ke halaman depan Twilight Manor. Suasana pagi yang cerah memberikan latar belakang yang tenang untuk percakapan mereka.

Riveria memandang ke arah Shirou dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Shirou, aku penasaran tentang konsep Magecraft yang kau sebutkan. Aku ingin tahu lebih jauh tentang perbedaannya dengan sihir yang kami gunakan di Orario. Apa yang membedakan keduanya secara mendasar?"

Shirou mengangguk, tampaknya sudah siap dengan penjelasan panjang lebar. "Magecraft adalah seni sihir yang dikembangkan dan dipelajari oleh magus. Setiap magus terlahir dengan magic circuit, yang merupakan saluran energi di dalam tubuh mereka. Energi ini, yang kami sebut sebagai Od, diubah menjadi Prana yang digunakan untuk Magecraft. Berbeda dengan sihir di Orario, Magecraft memerlukan self-hypnosis untuk mengaktifkan spellnya."

Riveria mendengarkan dengan seksama. "Jadi, artinya dalam Magecraft, ada proses internal yang lebih kompleks dibandingkan dengan spell yang kami gunakan di sini?"

"Benar," jawab Shirou. "Sihir di Orario, seperti yang kau ketahui, terbatas pada jumlah spell yang bisa dipelajari. Biasanya hanya tiga spell. Namun, Magecraft tidak memiliki batasan seperti itu. Seorang magus bisa menggunakan berbagai teknik dan spell tanpa batasan jumlah, selama mereka memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk melakukannya."

Riveria terkesan. "Aku mengerti. Jadi, Magecraft memberikan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan sistem sihir yang ada di Orario."

"Ya," kata Shirou. "Dan karena Magecraft sangat bergantung pada Prana dan teknik yang dipelajari, setiap magus memiliki pendekatan dan metode yang unik. Itulah sebabnya Magus sering kali menjaga rahasia mereka dengan ketat."

Riveria memandang Shirou dengan antusiasme yang meningkat. "Aku sangat ingin melihat bagaimana Magecraft itu bekerja dalam praktik. Apakah kau bersedia menunjukkan beberapa teknikmu di lapangan depan Mansion?"

Shirou tersenyum, senang melihat ketertarikan Riveria. "Tentu saja. Aku sudah menyiapkan beberapa teknik yang bisa kuperlihatkan. Kita bisa segera pergi ke lapangan untuk melihatnya."

Mereka berdua berdiri dari balkon dan berjalan menuju lapangan depan Mansion, siap untuk memulai sesi praktik Magecraft yang akan menunjukkan keahlian Shirou dalam bidang tersebut. Di lapangan, Riveria tampak semakin bersemangat, sementara Shirou bersiap untuk memperlihatkan teknik-teknik yang telah ia kuasai.

Di lapangan depan Mansion, Shirou berdiri di depan Riveria yang memegang tongkat sihirnya, Magna Alfs. Pagi itu tenang, hanya terdengar suara burung berkicau di kejauhan. Shirou menarik napas dalam, memusatkan pikirannya untuk melakukan Magecraft pertama yang akan ia demonstrasikan.

"Baiklah, aku akan mulai dengan teknik yang disebut Structural Analysis," kata Shirou. Ia merentangkan tangannya dan menyentuh tongkat sihir milik Riveria. Matanya menutup sesaat, fokus penuh pada tongkat di depannya. Energi dari tubuhnya, Od, mulai berubah menjadi Prana yang mengalir melalui magic circuit-nya. Perlahan, Shirou mulai merasakan detail-detail kompleks dari tongkat sihir itu, memetakan setiap struktur magis dan fisik yang terkandung di dalamnya. "Aku bisa merasakan kekuatan magisnya… Ukiran dan aliran Prana di dalam tongkat ini… Sungguh luar biasa."

Riveria mengangguk, matanya penuh dengan antisipasi. "Bagaimana? Apa yang kau temukan?"

Shirou membuka matanya, tersenyum samar. "Struktur tongkat ini sangat rumit. Magna Alfs mengandung berbagai segel sihir yang dibuat dengan teliti untuk memperkuat mantra yang dirapal. Kau telah menggunakan ini selama bertahun-tahun, dan ada bekas Prana yang menunjukkan betapa seringnya kau menggunakannya dalam pertempuran dan latihan."

Riveria tampak kagum. "Luar biasa, Shirou. Kau bisa mendeteksi semua itu hanya dengan menyentuhnya?"

Shirou mengangguk. "Sekarang aku akan mencoba Tracing, yang memungkinkan aku menelusuri sejarah dan cara penggunaan dari tongkat ini." Sekali lagi, Shirou memfokuskan dirinya, dan kali ini ia bisa merasakan bagaimana Riveria memegang tongkat itu, gerakan tangannya saat merapal mantra, bahkan teknik-teknik yang pernah dia gunakan. "Aku bisa melihat, Riveria... caramu menggerakkan tongkat ini, gerakan-gerakan tertentu saat kau merapalkan mantra... Kau pernah menggunakan ini dalam pertempuran besar, benar?"

Riveria tersenyum lebar. "Benar sekali. Ini adalah tongkat yang telah menemaniku di banyak pertempuran, dan kau bisa melihat semuanya hanya dengan teknik itu?"

Shirou menanggapi dengan anggukan singkat. "Sekarang, mari kita coba Projection." Shirou memejamkan mata, dan dengan konsentrasi yang tajam, dia mulai memvisualisasikan Magna Alfs. Dalam sekejap, kilauan cahaya muncul di tangannya, membentuk replika sempurna dari tongkat sihir itu. Shirou meminjamkan tiruan itu kepada Riveria. "Cobalah ini, Riveria."

Riveria mengambil replika tongkat itu dengan penasaran. Ia menyalurkan Falna ke dalamnya dan merapalkan mantra. Tongkat itu bergetar seolah-olah merespon magis yang dimasukkan, dan seketika, sebuah bola energi magis tercipta di ujung tongkat. Riveria terpesona. "Tiruan ini… Rasanya sama persis seperti tongkat asliku! Bagaimana mungkin?"

hirou tersenyum. "Itu adalah hasil dari Projection. Aku bisa menyalin objek apa pun dengan detail yang sangat presisi, termasuk sifat-sifat magisnya."

Riveria mengangguk, tampak sangat kagum. "Luar biasa, Shirou. Kau bahkan bisa meniru tongkatku dengan sempurna."

Shirou melanjutkan, "Sekarang, mari kita lihat Reinforcement." Shirou menempatkan tangannya di atas tiruan Magna Alfs, mengalirkan Prana ke dalamnya, memperkuat strukturnya. Shirou memegang tongkat itu dengan kokoh dan mengayunkannya ke arah batu besar di dekat mereka. Dengan satu ayunan cepat, batu itu hancur berkeping-keping. "Reinforcement memungkinkan aku memperkuat struktur fisik benda, membuatnya jauh lebih kuat dan lebih tahan lama."

Riveria menatap tongkat palsu yang masih utuh di tangan Shirou dengan mata berbinar. "Ini... ini sangat menakjubkan. Kau bahkan bisa meningkatkan kekuatan tongkat ini sedemikian rupa."

Shirou tersenyum lagi, tetapi ia belum selesai. "Dan sekarang, untuk demonstrasi terakhir: Alteration." Shirou menempatkan tangannya di atas tiruan Magna Alfs dan, dengan konsentrasi penuh, mengubah warna tongkat itu dari coklat gelap menjadi merah menyala. "Alteration memungkinkan aku untuk mengubah bentuk atau penampilan objek, meskipun hanya secara visual."

Riveria tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. "Sungguh menakjubkan, Shirou. Semua kemampuan ini… sangat berbeda dari sihir yang kami kenal di Orario. Begitu banyak kemungkinan yang bisa dilakukan dengan Magecraft."

Shirou mengangguk. "Benar, itulah mengapa kami, para magus, sering menjaga rahasia kami. Setiap kemampuan bisa memberikan keuntungan besar dalam pertempuran atau situasi apa pun."

Riveria menatap Shirou dengan kekaguman dan rasa ingin tahu yang lebih dalam. "Aku benar-benar berterima kasih atas penjelasan ini, Shirou. Magecraft jauh lebih kompleks daripada yang pernah kubayangkan. Aku tidak sabar untuk belajar lebih banyak darimu."

Shirou tersenyum, senang telah membuat Riveria tertarik. "Aku juga senang bisa berbagi, Riveria. Jika ada hal lain yang ingin kau ketahui, aku akan dengan senang hati menjelaskannya."

Riveria tersenyum hangat. "Terima kasih, Shirou. Aku benar-benar merasa ini adalah awal dari banyak hal menarik yang akan kita pelajari bersama." Mereka berdua saling menatap dengan penghargaan, mengetahui bahwa ini baru permulaan dari petualangan dan pembelajaran yang lebih besar di masa depan.

Riveria berdiri sendirian di lapangan depan mansion setelah Shirou pergi, matanya masih tertuju pada tempat di mana ia baru saja melihat keajaiban Magecraft yang dilakukan oleh pemuda itu. Perkenalan dengan kemampuan magis Shirou telah membangkitkan kembali api semangat di dalam dirinya, api yang sudah lama ia pikir mulai meredup. Magecraft, dunia baru yang tidak pernah ia duga akan ditemuinya di Orario, membuka peluang yang bahkan bagi seorang elf seperti dirinya terasa tak terbatas.

"Begitu banyak kemungkinan…" gumam Riveria, matanya berbinar dengan antusiasme. Meskipun ia sudah menguasai sembilan jenis spell, yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan penyihir rata-rata di Orario, Riveria merasa bahwa masih ada begitu banyak hal yang belum ia ketahui. "Tidak ada batasan… Kemampuan tanpa akhir… Ini adalah apa yang selalu kucari," lanjutnya, suaranya dipenuhi oleh semangat yang berkobar.

Riveria mengingat kembali alasan mengapa ia memutuskan untuk meninggalkan hutan High Elf, tanah kelahirannya yang aman dan terpencil. Mengapa ia bergabung dengan Loki Familia dan berkelana jauh dari rumahnya? Ia ingin mempelajari sihir yang berbeda, sihir yang tidak hanya terbatas pada tradisi elf. Dunia di luar hutan menawarkan lebih banyak pengetahuan, lebih banyak kesempatan untuk belajar, dan Magecraft Shirou adalah bukti nyata dari kemungkinan tersebut.

Riveria merapatkan mantel hijaunya, menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini," pikirnya. Ia mengingat kembali setiap detail yang Shirou tunjukkan, bagaimana ia memanipulasi energi, mengubah bentuk dan struktur, menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Semuanya terlihat sederhana namun kompleks, misterius namun jelas pada saat yang bersamaan. Ia tersenyum. "Aku harus memintanya untuk mengajarkan semua ini padaku."

Keesokan harinya, Riveria kembali menemui Shirou di halaman mansion. Mata hijau tajamnya menatap pemuda itu dengan tekad yang kuat. "Shirou," panggilnya dengan suara lembut namun tegas.

Shirou menoleh dan tersenyum, "Oh, Riveria-san. Ada yang bisa kubantu?"

Riveria mengangguk. "Aku ingin kau mengajarkanku Magecraft. Aku tahu bahwa itu mungkin berbeda dari sihir yang aku pelajari sebagai elf, tetapi aku ingin memahami bagaimana cara kerjanya. Apa pun yang bisa kau ajarkan, aku siap belajar."

Shirou tampak ragu sejenak. "Riveria-san, Magecraft adalah sesuatu yang sangat… khusus. Tidak semua orang bisa melakukannya. Seorang magus membutuhkan magic circuit di dalam tubuhnya untuk mengubah Od menjadi Prana dan memanipulasinya."

Riveria tersenyum samar, matanya bersinar dengan tekad. "Aku mengerti itu, Shirou. Namun, selama bertahun-tahun, aku telah mempelajari berbagai bentuk sihir, tidak hanya sihir elf, tetapi juga yang lainnya. Mungkin aku tidak memiliki magic circuit sepertimu, tetapi jika ada cara lain, aku ingin mencoba."

Shirou menghela napas pelan, menyadari bahwa Riveria tidak akan mudah menyerah. "Baiklah," jawabnya, akhirnya mengalah. "Aku akan memberimu kesempatan. Tapi kau harus mengerti, ini mungkin tidak akan berhasil, atau bahkan mungkin membahayakanmu jika kita tidak berhati-hati."

Riveria tersenyum lebar, sesuatu yang jarang dilihat oleh siapa pun di Loki Familia. "Aku tidak takut pada risiko, Shirou. Kau mungkin tidak tahu, tetapi inilah alasan mengapa aku meninggalkan hutan elf. Untuk mempelajari sihir yang lebih dari sekadar warisan leluhurku. Dan sekarang, aku merasa ini adalah kesempatan yang telah kutunggu-tunggu selama ini."

Shirou mengangguk, tertawa kecil. "Baiklah, kita akan mulai dengan dasar-dasarnya. Tapi ingat, Riveria-san, ini bukan jalan yang mudah."

Riveria mengangguk yakin. "Aku siap. Tunjukkan padaku, Shirou. Tunjukkan bagaimana cara melihat dunia ini dari perspektif seorang magus."

Shirou tersenyum lagi, kali ini dengan antusiasme yang sama. "Aku akan melakukan yang terbaik. Mulai besok, kita akan memulai latihan. Dan jangan khawatir, Riveria-san, aku akan memastikan kita menemukan cara untukmu memahami Magecraft."

Riveria merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat. Kesempatan untuk mempelajari sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah ia coba, telah tiba. Tekadnya semakin kuat. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Magecraft, dunia baru, dan tantangan baru—semua itu telah membangkitkan kembali semangat belajarnya, membawa Riveria ke jalur yang selalu ia dambakan.

Esok subuh, udara masih dingin dan embun pagi menghiasi daun-daun di sekitar mansion Loki Familia. Riveria berjalan dengan langkah tenang, mengikuti Shirou yang bergerak menuju sudut taman. Cahaya matahari yang baru saja muncul di ufuk timur memancarkan kehangatan samar, namun suasana tetap sunyi, hanya disertai bunyi langkah kaki mereka di atas rumput basah.

Shirou berhenti di depan sebuah gudang tua yang tersembunyi di balik pepohonan lebat. Gudang itu terlihat sederhana dan mungkin terabaikan oleh kebanyakan orang, tetapi bagi Shirou, tempat ini lebih dari sekadar bangunan tua. Ia menoleh ke Riveria dengan senyum kecil di wajahnya.

"Inilah tempatnya," kata Shirou, membuka pintu kayu gudang itu. "Ini adalah workshop sederhana milikku… semacam tempat kerja seorang magus."

Riveria memandang gudang itu dengan rasa ingin tahu. Meski dari luar tampak biasa saja, begitu pintu terbuka, ia merasakan ada sesuatu yang berbeda. Ada getaran halus, seperti riak energi yang tidak terlihat, mengalir di udara di sekelilingnya.

Shirou melangkah masuk, diikuti oleh Riveria. "Aku sudah memasang bounded field sederhana di sekitar sini," jelas Shirou sambil menganggukkan kepala. "Ini semacam penghalang magis untuk menjaga privasi dan keselamatan. Energinya akan mencegah orang lain memasuki area ini tanpa izin, dan juga memperingatkanku jika ada yang mendekat."

Riveria mengangguk mengerti, matanya menjelajahi interior gudang. Di dalamnya, tempat itu dipenuhi dengan berbagai peralatan dan bahan-bahan aneh yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Di sudut ruangan terdapat meja kayu dengan berbagai gulungan kertas, tinta, dan pena yang berantakan. Ada juga sebuah rak yang dipenuhi dengan buku-buku tebal dan botol-botol kaca yang berisi cairan berwarna-warni.

"Jadi, ini adalah tempatmu berlatih Magecraft?" tanya Riveria dengan nada penasaran. "Aku bisa merasakan aura yang berbeda di sini… sesuatu yang asing, namun juga menarik."

Shirou tersenyum, sedikit canggung. "Ya, bisa dibilang begitu. Bounded field ini juga berfungsi untuk menyembunyikan kehadiranku saat aku melakukan latihan atau eksperimen. Dan… yah, ini bukan tempat yang mewah, tapi cukup untuk kebutuhan dasarku."

Riveria melangkah lebih dekat ke meja, memperhatikan gulungan kertas yang dipenuhi dengan simbol-simbol dan diagram yang rumit. "Apakah ini sebagian dari Magecraft-mu?" tanyanya sambil menunjuk ke salah satu gulungan.

Shirou mengangguk. "Benar. Itu adalah catatan dan desain dari beberapa eksperimen yang sedang kukerjakan. Bagi seorang magus, teori dan praktik selalu berjalan berdampingan. Bounded field, misalnya, memerlukan pemahaman mendalam tentang struktur dan aliran energi magis."

Riveria mengangguk, mempelajari catatan-catatan itu dengan seksama. "Jadi, apa yang akan kita pelajari hari ini?" tanyanya, matanya berkilat dengan antusiasme.

Shirou tertawa kecil. "Kita akan mulai dari dasar, Riveria-san. Aku akan menunjukkan padamu beberapa teknik dasar yang digunakan dalam Magecraft. Hal pertama yang harus kau pahami adalah bagaimana merasakan dan memanipulasi Prana. Untuk itu, kita akan memulai dengan latihan meditasi dan konsentrasi."

Riveria menatap Shirou dengan tekad yang kuat. "Aku siap, Shirou. Apa pun yang harus kulakukan, aku akan melakukannya."

Shirou mengangguk serius. "Baik, pertama-tama, duduklah dengan nyaman dan tutup matamu. Fokuskan perhatianmu pada aliran energi di sekitarmu, rasakan setiap perubahan dan getarannya… itu adalah langkah pertama dalam memahami Magecraft."

Riveria mengikutinya, menutup matanya dan mulai berkonsentrasi. Shirou mengawasi dengan seksama, memastikan bahwa dia mengikuti instruksi dengan benar. "Rasakan setiap getaran, setiap gerakan kecil di udara. Fokus pada napasmu, biarkan pikiranmu tenang…"

Suasana menjadi sunyi sejenak, hanya terdengar suara napas mereka yang perlahan dan teratur. Shirou terus memberikan panduan, suaranya lembut namun tegas. "Bayangkan energi yang mengalir di dalam dirimu, seperti sungai yang mengalir tenang. Itu adalah Od-mu, sumber kekuatan magismu. Saat kau bisa merasakannya, cobalah untuk mengendalikannya, seperti kau mengendalikan napasmu."

Riveria mengikuti instruksinya, merasakan aliran energi di dalam tubuhnya yang sebelumnya tak ia sadari. Setelah beberapa saat, ia merasakan ada sesuatu yang berubah, sebuah sensasi halus yang bergerak di dalam dirinya.

"Aku… aku merasakannya," bisik Riveria perlahan, seakan takut kehilangan fokus jika ia berbicara lebih keras.

Shirou tersenyum, meski dia tahu bahwa jalan mereka masih panjang. "Bagus, Riveria-san. Itu adalah langkah pertama. Sekarang, mari kita lihat seberapa jauh kau bisa membawa ini."

Pagi itu, di workshop sederhana yang tersembunyi di sudut taman, Riveria memulai langkah pertamanya di dunia Magecraft, sementara Shirou berdiri di sampingnya, siap membimbingnya dalam perjalanan yang penuh tantangan dan penemuan baru.

Riveria membuka matanya perlahan. Wajahnya terlihat serius, dengan alis sedikit mengerut, menandakan fokus yang dalam. Ia bisa merasakan sesuatu yang mengalir di dalam tubuhnya — energi samar yang berputar-putar seperti arus sungai di bawah permukaan kulitnya. Namun, sekeras apapun ia mencoba, energi itu seakan menolak untuk dikendalikan.

"Od," gumam Riveria, setengah berbicara pada diri sendiri. "Aku bisa merasakannya… tapi tidak bisa mengontrolnya."

Shirou mengangguk pelan, meski ekspresinya menunjukkan keraguan. "Ya, kau memang bisa merasakan Od. Namun, untuk memanipulasinya… tanpa magic circuit, itu hampir mustahil."

Riveria menatap Shirou dengan mata yang memancarkan ketegangan. "Jadi, tidak ada cara lain?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit putus asa.

Shirou menggelengkan kepalanya dengan ragu. "Untuk seorang magus, magic circuit adalah fondasi utama dalam mengontrol dan menggunakan Prana. Tanpa itu, Od hanya akan mengalir liar di dalam tubuh, tidak terarah dan tidak bisa dimanfaatkan dengan baik…"

Riveria menggigit bibir bawahnya, tidak rela untuk menyerah begitu saja. "Tapi… pasti ada cara lain, kan? Kau menyebutkan sebelumnya bahwa Magecraft tidak memiliki batasan seperti sihir di Orario. Harus ada sesuatu yang bisa kulakukan."

Shirou tampak ragu sejenak. Ia tahu bahwa Riveria adalah seorang penyihir yang sangat kuat, namun di sisi lain, konsep menggunakan Magecraft tanpa magic circuit adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin. Melihat ekspresi tekad di wajah Riveria, Shirou akhirnya mendesah dan memutuskan untuk jujur.

"Ada… satu cara lain," jawab Shirou pelan. "Dulu, ketika aku belum mengerti banyak tentang Magecraft dan masih mencari-cari cara untuk meningkatkan kemampuan sihirku, aku pernah mencoba sesuatu yang… sangat berbahaya."

Mata Riveria bersinar penuh harapan. "Apa itu, Shirou? Ceritakan padaku!"

Shirou terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan hati-hati. "Aku… aku pernah menggunakan syarafku sendiri sebagai magic circuit. Mengubah jalur saraf di tubuhku untuk menyalurkan Prana. Tapi itu sangat berisiko, Riveria-san. Rasanya seperti tubuhku dibakar dari dalam. Sakit yang luar biasa, dan jika tidak dilakukan dengan sangat hati-hati, itu bisa menyebabkan kerusakan permanen… atau bahkan kematian."

Riveria terdiam mendengar penjelasan Shirou. Namun, ada sinar tekad di matanya yang tak bisa dihapus begitu saja. "Aku… aku ingin mencobanya," katanya pelan namun pasti. "Jika itu adalah satu-satunya cara, maka aku bersedia mengambil risiko."

Shirou langsung menggeleng, ekspresinya menunjukkan ketidaksetujuan yang kuat. "Tidak, Riveria-san! Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan itu. Tubuhmu tidak terbiasa dengan rasa sakit itu, dan jika terjadi sesuatu yang salah… aku tidak akan memaafkan diriku sendiri."

Riveria meraih tangan Shirou, memandangnya dengan penuh permohonan. "Shirou, aku tidak bisa berhenti di sini. Kau tidak mengerti… aku meninggalkan hutan, rumahku, dan kaumnya para High Elf untuk mencari dan mempelajari sihir yang lebih dari sekadar apa yang telah aku pelajari. Jika ini adalah satu-satunya jalan… maka biarkan aku mencobanya."

Shirou menatap mata Riveria yang penuh tekad dan kegigihan. Ia tahu betapa besar keinginan Riveria untuk melampaui batas-batasnya. Tetapi ia juga tahu bahwa risiko yang diambil terlalu besar. "Riveria-san… aku mengerti hasratmu. Tetapi metode ini terlalu berbahaya bahkan untukku yang sudah terbiasa dengan rasa sakit. Kau memiliki potensi yang besar, namun ini bukan cara yang tepat."

Riveria tetap tidak melepaskan tatapan penuhnya. "Tolong, Shirou. Setidaknya biarkan aku mencoba sekali… aku harus tahu batasanku, dan jika aku gagal, aku akan menerima itu. Tetapi jangan biarkan aku hidup dengan penyesalan karena tidak pernah mencoba."

Shirou akhirnya menyerah, menghela napas panjang. "Baiklah… Tapi hanya sekali, dan aku akan berada di sini untuk memonitor kondisimu. Jika terjadi sesuatu yang salah, kita hentikan seketika. Mengerti?"

Riveria tersenyum, mengangguk dengan penuh semangat. "Terima kasih, Shirou. Aku tahu risikonya, dan aku siap untuk menghadapinya."

Shirou menatapnya dengan ekspresi prihatin. "Kau sangat keras kepala, Riveria-san… tapi aku juga tidak bisa menyangkal keberanianmu." Dengan langkah hati-hati, ia mulai menjelaskan prosedur yang harus diikuti. Mereka tahu bahwa ini adalah eksperimen berbahaya, namun bagi mereka berdua, ini adalah kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru dan mungkin… melampaui batas yang ada.

Pagi itu, di dalam workshop sederhana itu, dua penyihir dari dunia yang berbeda memulai langkah pertama mereka dalam perjalanan yang penuh tantangan, dengan risiko yang besar, namun juga dengan kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas.

Pagi itu, udara di dalam workshop sederhana terasa tegang. Riveria duduk dengan napas yang berat, mencoba mengalirkan Od melalui syarafnya sesuai dengan instruksi Shirou. Namun, seketika itu juga, rasa sakit yang luar biasa menyerang seluruh tubuhnya. Seolah-olah setiap sarafnya dibakar hidup-hidup. Riveria menggertakkan giginya, berusaha untuk tetap tenang, tapi rasa sakit itu terlalu kuat untuk diabaikan.

"Ahhh!" Teriakan kesakitan tak bisa ia tahan lagi. Tubuhnya gemetar hebat, keringat dingin membasahi dahinya, dan tangannya mencengkeram erat kursi tempat ia duduk. "Ini… ini terlalu sakit…" gumamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.

Shirou berdiri di sampingnya, menatap dengan cemas. Ia tahu betapa menyiksanya teknik ini, namun ia juga tahu betapa besar tekad Riveria untuk mencoba. Namun, melihat Riveria seperti ini, hatinya tak bisa tenang.

Riveria memaksa dirinya untuk bertanya di tengah-tengah rasa sakitnya. "Shirou… berapa lama… kau menggunakan teknik ini?" Suaranya terdengar putus asa, namun ia mencoba untuk tetap fokus pada pertanyaannya.

Shirou menghela napas panjang sebelum menjawab. "Hampir… sepuluh tahun."

Mata Riveria melebar, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Sepuluh… tahun?" Ia tak bisa membayangkan bagaimana seseorang bisa menahan rasa sakit yang begitu hebat selama itu. Sakit yang dirasakannya saat ini begitu menyiksa, dan Shirou telah menjalani ini selama hampir satu dekade?

"Kenapa… kau melakukannya?" tanya Riveria, suara kekagetannya terbungkus oleh rasa sakit yang masih menyerang.

Shirou terdiam sejenak, matanya melihat ke masa lalu yang kelam. "Ayahku… dia tidak ingin aku belajar Magecraft. Jadi, dia mengajariku cara ini, berharap aku akan menyerah karena rasa sakitnya. Dia pikir, dengan membuatku merasakan penderitaan ini, aku akan berhenti."

Riveria terdiam mendengar penjelasan itu. Ia bisa merasakan kepahitan dalam suara Shirou, namun di balik itu ada sesuatu yang lebih kuat: keteguhan yang telah membentuk siapa dirinya sekarang.

"Tapi… kau tidak menyerah?" tanya Riveria, menahan rasa sakit yang masih menusuk tubuhnya. Ia tahu jawabannya, tapi ia ingin mendengar alasan Shirou secara langsung.

Shirou menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku terus melakukannya, terus menerus. Setiap hari, setiap malam. Walau rasa sakitnya hampir tak tertahankan, aku tidak pernah berhenti. Sampai akhirnya… seseorang melihat apa yang kulakukan dan memberitahuku bahwa ada cara yang benar. Dia… dia membuka magic circuit ku dan mengajarkan bagaimana seharusnya Magecraft dilakukan."

Riveria menatap Shirou, masih dengan napas terengah-engah. Ia bisa merasakan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya, bukan karena rasa sakit yang dialaminya, tapi karena mengerti beban yang telah ditanggung oleh Shirou selama ini. "Kau… begitu kuat, Shirou… aku tak bisa membayangkan… apa yang kau lalui."

Shirou meraih tangan Riveria, memberikan sedikit kekuatan melalui sentuhan itu. "Bukan soal kuat atau tidak, Riveria-san. Ini soal tekad. Kau mungkin bisa melakukannya… tapi aku tidak ingin kau harus melalui apa yang aku alami."

Riveria tersenyum lemah, masih merasakan denyutan sakit di seluruh tubuhnya. "Terima kasih… Shirou. Tapi aku rasa… aku tak sekuat dirimu."

Shirou menatapnya dengan penuh empati. "Kau tidak perlu melakukannya, Riveria-san. Ada banyak cara untuk menjadi kuat, dan ini bukan satu-satunya jalan."

Riveria mengangguk perlahan, menerima kenyataan itu. Sakit di tubuhnya masih terasa, namun hatinya mulai merasa lebih ringan. "Aku mengerti… Mungkin ini bukan jalanku, tapi aku tak menyesal telah mencoba."

Shirou membantu Riveria untuk bangkit perlahan dari kursinya, berhati-hati agar tidak memperparah kondisinya. "Kau sudah melakukan yang terbaik, Riveria-san. Itu lebih dari cukup."

Mereka berdua berdiri dalam keheningan sejenak, merasakan angin pagi yang sejuk menerpa wajah mereka. Meskipun Riveria tidak berhasil menggunakan teknik berbahaya itu, ia telah mempelajari sesuatu yang jauh lebih berharga — tekad, ketabahan, dan batasan diri. Dan di sampingnya, Shirou yang telah melalui penderitaan panjang, memberikan kekuatan yang ia butuhkan untuk menerima kenyataan itu.

Dengan penuh pengertian, mereka meninggalkan workshop sederhana itu, bersama-sama menghadapi hari baru yang menanti mereka.

Riveria dan Shirou berjalan perlahan meninggalkan gudang sederhana, langkah mereka masih lambat. Meskipun rasa sakit di syarafnya mulai mereda, Riveria masih merasakan denyutan yang membuatnya harus mengatur napas. Pikirannya kembali berputar pada kata-kata Shirou sebelumnya, tentang bagaimana magic circuit-nya dibuka oleh seseorang. Sebuah ide tiba-tiba terlintas di benaknya, dan ia berhenti mendadak, menarik lengan Shirou.

"Shirou," katanya dengan nada serius. "Tunggu sebentar."

Shirou berbalik, melihat Riveria dengan kebingungan. "Ada apa, Riveria-san?"

Riveria menghela napas, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan pikirannya. "Kau bilang… seseorang membukakan magic circuit-mu, kan? Apakah… apakah kau bisa mengecek apakah aku juga memiliki magic circuit?"

Shirou tampak terkejut mendengar permintaan itu. "Riveria-san… aku tidak yakin. Tidak semua orang memiliki magic circuit, terutama mereka yang tidak dilahirkan sebagai magus."

Riveria mengangguk, matanya penuh tekad. "Aku mengerti. Tapi… jika ada kemungkinan sekecil apapun, aku ingin mencobanya. Aku sudah jauh datang dari hutan elf untuk mempelajari sihir yang ada di luar sana… aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini."

Shirou masih ragu, tetapi melihat keseriusan di mata Riveria, ia tahu ia tidak bisa menolaknya. "Baiklah," katanya pelan. "Tapi… untuk melakukan pengecekan… aku perlu… melihat lebih jelas, apakah ada jalur magic circuit di tubuhmu."

Wajah Riveria memerah mendengar penjelasan itu, tapi ia mengangguk pelan. "Apa yang harus kulakukan?"

Shirou tampak canggung, menggaruk belakang kepalanya. "Aku… aku minta maaf, Riveria-san. Tapi, akan lebih mudah jika… jika kau membuka bajumu. Aku perlu melihat kulitmu untuk melihat apakah ada tanda-tanda jalur magic circuit di permukaan tubuhmu."

Riveria tertegun, wajahnya semakin memerah. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa ini adalah pertama kalinya ada seorang lelaki yang meminta hal seperti ini darinya. Ia seorang putri bangsawan dari ras High Elf, dan menjaga kehormatannya adalah hal yang sangat penting baginya. Namun, dorongan untuk memahami Magecraft dan memperluas kemampuannya lebih kuat daripada rasa malunya.

"A-Aku mengerti," katanya pelan, suaranya sedikit bergetar. "Tapi… jangan salah paham, Shirou. Ini hanya demi belajar Magecraft."

Shirou mengangguk dengan serius, berusaha menjaga wajahnya tetap netral meskipun dirinya juga merasa canggung. "Aku mengerti, Riveria-san. Aku akan mencoba seprofesional mungkin."

Riveria menarik napas panjang, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. Perlahan, dengan tangan yang sedikit gemetar, ia mulai membuka jubah luarnya, kemudian melepas bagian atas pakaiannya hingga hanya tersisa pakaian dalamnya yang tipis. Wajahnya semakin merah, tetapi ia menjaga pandangannya lurus, menatap mata Shirou tanpa goyah.

Shirou merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, tapi ia mengalihkan pandangannya ke tubuh Riveria, fokus pada tugasnya. "Aku… aku akan memulai dengan Structural Analysis," katanya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang. Ia mengulurkan tangannya, menyentuh bahu Riveria dengan lembut. Prana mengalir melalui tangannya, dan ia menutup mata, memusatkan pikirannya untuk merasakan setiap aliran di dalam tubuh Riveria.

Riveria mengernyit sedikit ketika merasakan aliran energi asing di dalam tubuhnya, tapi ia tetap diam, menunggu hasil analisis Shirou.

Setelah beberapa saat, Shirou membuka matanya. "Aku… aku tidak menemukan magic circuit di permukaan tubuhmu, Riveria-san," katanya dengan nada menyesal. "Tapi… aku bisa mencoba mendalami lebih jauh, melihat apakah ada yang tersembunyi di dalam jaringan yang lebih dalam."

Riveria mengangguk cepat. "Lakukan saja, Shirou. Aku siap."

Shirou menghela napas, melanjutkan dengan lebih dalam menggunakan kekuatannya. Ia merasakan ke dalam syaraf-syaraf Riveria, mencari tanda-tanda yang mungkin mengindikasikan keberadaan magic circuit. Keringat mulai mengalir di dahinya, karena ini membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi.

Lalu, di tengah konsentrasinya, ia merasakan sesuatu — sebuah arus energi yang sangat samar, hampir tidak terlihat. "Riveria-san... aku... aku merasa ada sesuatu," katanya dengan suara rendah. "Tapi ini sangat lemah, seperti... seperti benih yang belum tumbuh."

Riveria menatapnya dengan penuh harapan. "Apa itu berarti aku memiliki magic circuit?"

Shirou mengangguk pelan. "Mungkin... tapi masih sangat tertutup. Aku mungkin bisa mencoba membukanya, tapi... itu bisa menyakitkan."

Riveria menggigit bibirnya, tapi ia mengangguk. "Aku siap, Shirou. Lakukanlah."

Shirou menarik napas dalam-dalam, lalu mulai mengalirkan Prana ke dalam jalur yang sangat lemah itu, mencoba untuk membuka magic circuit yang tersembunyi di dalam tubuh Riveria. Perlahan-lahan, ia merasakan resistensi yang sangat kuat, tetapi ia tidak menyerah. Dengan hati-hati, ia memaksa jalur itu terbuka sedikit demi sedikit.

Tiba-tiba, Riveria merasakan gelombang rasa sakit yang luar biasa menyebar dari dalam dirinya, lebih kuat dari apa yang ia rasakan sebelumnya. Ia menggigit bibirnya, menahan erangan kesakitan. "Ahhh...! Shirou… sakit sekali…"

Shirou berhenti sejenak, menatap Riveria dengan khawatir. "Riveria-san, aku bisa berhenti jika ini terlalu menyakitkan."

Riveria menggeleng, air mata mulai mengalir di sudut matanya, tetapi ia tetap teguh. "Tidak… teruskan, Shirou. Aku ingin… aku ingin tahu bagaimana rasanya bisa menggunakan Magecraft…"

Shirou mengangguk, melanjutkan prosesnya dengan hati-hati. Perlahan, ia mulai merasakan aliran Prana mengalir dengan lebih lancar di dalam tubuh Riveria. Setelah beberapa saat, ia akhirnya merasa bahwa magic circuit di tubuh Riveria telah terbuka.

Riveria menghela napas berat, tubuhnya bergetar karena rasa sakit yang baru saja dialaminya, namun ada juga kegembiraan di wajahnya. "Aku… aku bisa merasakannya, Shirou. Sesuatu yang berbeda… lebih hidup."

Shirou tersenyum, meskipun masih merasa canggung. "Kau memiliki magic circuit, Riveria-san. Mungkin tidak sebanyak yang lain, tapi... cukup untuk mencoba Magecraft."

Riveria tersenyum, kali ini dengan keyakinan baru. "Terima kasih, Shirou… Aku tahu ini tidak mudah, tapi… aku sangat berterima kasih."

Shirou mengangguk, tersenyum lega. "Sama-sama, Riveria-san. Sekarang, mari kita mulai dari awal… belajar bagaimana menggunakannya dengan benar."

Shirou menatap dengan penuh konsentrasi, mengikuti alur aliran energi di tubuh Riveria. Tiba-tiba, matanya terbuka lebar, alisnya berkerut dalam keterkejutan. Apa yang ia lihat bukanlah magic circuit biasa — tidak seperti jaringan garis halus yang biasa ia lihat pada tubuh manusia. Alih-alih, ia melihat sesuatu yang lebih rumit dan aneh. Di punggung Riveria, muncul sebuah pola yang tampak seperti rune kuno, membentuk lingkaran rumit dengan berbagai simbol yang tak ia kenal.

"Ini... ini tidak seperti magic circuit biasa," gumam Shirou, masih memandang punggung Riveria dengan takjub.

Riveria menoleh sedikit, merasa cemas. "Apa maksudmu, Shirou? Apa yang kau lihat?"

Shirou menelan ludah, berusaha merangkai kata-katanya. "Di punggungmu, ada pola... seperti rune kuno, bentuknya jauh lebih rumit daripada magic circuit biasa. Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya."

Riveria mengangkat alis, terkejut dengan apa yang dikatakan Shirou. "Rune kuno?" tanyanya dengan nada bingung. "Aku tidak pernah mendengar tentang ini sebelumnya. Apakah itu mungkin warisan dari elf kuno?"

Shirou mengangguk perlahan, matanya masih terpaku pada pola yang terukir di punggung Riveria. "Mungkin saja. Elf memiliki sejarah panjang dengan sihir dan rune. Mungkin ini adalah sesuatu yang diwariskan dari generasi sebelumnya, sesuatu yang sangat tua dan jarang digunakan sekarang."

Riveria mencoba meraba punggungnya dengan satu tangan, meski ia tahu ia tidak akan bisa merasakan apa-apa secara fisik. "Aku tidak pernah mendengar atau melihat rune ini sebelumnya," katanya pelan, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu. "Jika itu memang warisan elf kuno, kenapa aku tidak pernah diberitahu? Apakah ini sesuatu yang sangat rahasia?"

Shirou merenung sejenak, lalu berkata, "Bisa jadi. Mungkin para leluhur elf kuno tidak ingin semua elf tahu tentang ini. Atau mungkin hanya mereka yang memiliki potensi magis tertentu yang memilikinya. Tapi... yang jelas, ini bukan sesuatu yang bisa ditemukan dalam diri setiap orang."

Riveria menundukkan kepalanya, berpikir dalam-dalam. "Jadi, ini adalah sesuatu yang sangat khusus... sesuatu yang bahkan aku sendiri tidak tahu." Matanya tiba-tiba berkilat dengan semangat yang baru. "Mungkin... mungkin ini adalah alasan mengapa aku tertarik pada sihir yang berbeda. Mungkin ini adalah takdirku, Shirou!"

Shirou tersenyum tipis, senang melihat antusiasme Riveria. "Bisa jadi," jawabnya lembut. "Dan jika rune ini memang sesuatu yang kuno dan langka, itu mungkin memiliki potensi yang belum kau ketahui."

Riveria mengangguk dengan penuh semangat, merasakan semacam dorongan baru dalam dirinya. "Aku harus mencari tahu lebih banyak tentang ini," katanya, penuh tekad. "Aku ingin tahu apa artinya, dan bagaimana aku bisa menggunakannya."

Shirou menatapnya, merasa terinspirasi oleh semangat Riveria. "Kalau begitu, aku akan membantumu," katanya dengan tegas. "Kita bisa mulai dengan mempelajari apa yang kita bisa tentang rune ini. Kita mungkin bisa mencari informasi dari sumber lain, atau bahkan bertanya kepada para elf yang lebih tua. Siapa tahu mereka tahu sesuatu tentang ini."

Riveria tersenyum hangat, merasakan ketulusan di balik kata-kata Shirou. "Terima kasih, Shirou," katanya lembut. "Kau benar-benar telah membuka pintu baru bagiku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi aku merasa ini adalah awal dari sesuatu yang besar."

Shirou mengangguk. "Kita akan temukan jawabannya bersama-sama, Riveria-san. Lagipula, inilah yang membuat dunia sihir begitu menarik — selalu ada hal-hal baru untuk ditemukan."

Riveria tertawa kecil. "Benar sekali, Shirou. Dan aku sangat bersemangat untuk memulai petualangan baru ini."

Di dalam gudang terpencil yang sekarang terasa seperti ruang belajar rahasia, Shirou berdiri di hadapan Riveria, dengan ekspresi serius namun penuh perhatian. Mata Riveria terpaku padanya, mendengarkan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Untuk mengaktifkan magic circuit," Shirou memulai, "kamu perlu melakukan sesuatu yang disebut self-hypnosis. Ini adalah cara untuk memanipulasi pikiranmu sendiri, membuat dirimu percaya bahwa magic circuit sedang diaktifkan. Bayangkan itu seperti menyalakan saklar di dalam dirimu."

Riveria mengangguk, mencoba memahami konsep tersebut. "Self-hypnosis... Jadi, aku harus membuat diriku percaya bahwa aku bisa mengalirkan od melalui tubuhku?"

"Benar," Shirou mengangguk. "Misalnya, aku membayangkan seperti menarik pelatuk senjata. Setiap kali aku ingin mengaktifkan magic circuit-ku, aku membayangkan pelatuk itu ditarik, dan seketika itu juga, aku bisa merasakan od mengalir dalam tubuhku."

Riveria mengerutkan kening, jelas sedang merenungkan ide tersebut. "Dan bagaimana kalau aku tidak bisa membayangkan pelatuk senjata? Aku... tidak terbiasa dengan hal semacam itu."

Shirou tersenyum kecil. "Itu wajar. Setiap orang punya cara yang berbeda untuk memicu self-hypnosis. Ada seorang magus yang kukenal yang membayangkan jantungnya ditusuk, setiap kali dia ingin mengaktifkan magic circuit-nya. Cukup ekstrem, tapi itu berhasil untuknya."

Riveria terkejut mendengar itu. "Membayangkan jantung ditusuk? Itu terdengar sangat mengerikan..."

"Memang," Shirou tertawa kecil. "Tapi itu menunjukkan betapa kuatnya pengaruh pikiran dalam mengaktifkan kekuatan magis. Kamu harus menemukan 'pelatuk' yang cocok untukmu, sesuatu yang bisa kau bayangkan dengan jelas dan kuat, sesuatu yang bisa memicu respons dalam dirimu."

Riveria menatap Shirou, memikirkan kata-katanya. "Hmm... Jadi, aku harus menemukan sesuatu yang berarti bagi diriku, sesuatu yang bisa kugunakan sebagai pemicu?"

"Tepat sekali," Shirou mengangguk. "Cobalah untuk memikirkan sesuatu yang memiliki makna emosional atau simbolik yang kuat. Sesuatu yang membuatmu merasa terhubung dengan kekuatan sihirmu."

Riveria menutup matanya, berusaha membayangkan sesuatu. Dia merenungkan masa kecilnya di hutan, ketika pertama kali merasakan getaran sihir alami di sekitarnya. Kemudian dia membayangkan sebatang pohon tua yang berdiri tegak di tengah hutan, pohon yang selalu menjadi saksi tumbuh kembangnya.

"Aku... mungkin bisa membayangkan akar pohon tua itu menembus tanah," Riveria berkata perlahan, masih menutup matanya. "Akar itu menembus tanah dengan kuat, mencari sumber air dan nutrisi, seperti bagaimana aku ingin mengakses sumber energi di dalam diriku."

Shirou tersenyum, menyadari Riveria mulai menemukan jalan pikirannya. "Itu bisa bekerja," jawabnya penuh semangat. "Bayangkan akar itu menembus semakin dalam ke tanah, semakin kuat, semakin kokoh. Dan ketika akar itu menemukan sumber air, bayangkan od mengalir ke seluruh tubuhmu."

Riveria mencoba membayangkan skenario itu. Dalam pikirannya, ia bisa melihat akar-akar pohon menembus tanah dengan kuat, merasakan dorongan keinginan untuk mencapai sumber energi. Seketika, dia merasakan sesuatu — sangat halus, tapi nyata — seolah ada getaran lembut dalam tubuhnya.

"Mungkin… aku bisa merasakannya," gumam Riveria, membuka matanya perlahan, menatap Shirou dengan tatapan terkejut. "Seperti ada sesuatu yang baru saja terbuka… tapi masih sangat samar."

Shirou tersenyum lebar, menyadari bahwa Riveria mulai menemukan cara untuk mengaktifkan magic circuit-nya. "Kamu sudah ada di jalan yang benar, Riveria-san. Teruslah berlatih dengan visualisasi itu, dan seiring waktu, kamu akan semakin terbiasa dengan sensasi itu."

Riveria mengangguk dengan semangat baru, matanya bersinar dengan kegembiraan dan rasa ingin tahu. "Aku akan mencobanya setiap hari. Jika ini bisa membuatku lebih memahami Magecraft, aku akan melakukannya."

Shirou tertawa pelan. "Dan aku akan ada di sini untuk membantumu. Jangan takut untuk mencoba hal baru, bahkan jika itu terasa aneh pada awalnya."

Riveria tersenyum hangat. "Terima kasih, Shirou. Kau telah memberiku harapan baru dalam perjalanan belajarku ini."

Shirou balas tersenyum. "Aku senang bisa membantumu, Riveria-san. Aku yakin, dengan tekad dan kemauanmu, kamu akan menemukan cara untuk menguasai Magecraft ini."

Setiap pagi, saat fajar mulai menyingsing, Riveria meninggalkan kenyamanan Twilight Manor dan menuju ke gudang terpencil di sudut taman. Udara pagi yang dingin menusuk, tetapi hal itu tidak mengurangi semangatnya. Ia merasa hidup kembali, seolah ada sesuatu yang baru mengalir dalam dirinya, sesuatu yang sudah lama ia rindukan — gairah untuk belajar dan mengeksplorasi.

Sesampainya di gudang, Shirou sudah menunggunya. Seperti biasa, mereka berdua saling menyapa dengan senyum hangat. Hari ini tidak berbeda, mereka kembali melanjutkan latihan yang telah mereka mulai beberapa hari lalu.

"Bagaimana perkembanganmu?" tanya Shirou dengan nada ramah, sambil mempersiapkan area latihan.

Riveria mengangguk. "Aku merasa semakin dekat, Shirou. Aku bisa merasakan od lebih jelas setiap kali mencoba mengaktifkan magic circuit. Visualisasi akar pohon itu benar-benar membantuku."

Shirou tersenyum mendengar itu. "Bagus sekali. Teruskan membayangkan akar itu menembus tanah dan mencapai sumber energi. Ingat, semakin kuat visualisasimu, semakin mudah kamu merasakan od mengalir di tubuhmu."

Riveria menutup matanya, membiarkan pikirannya tenggelam dalam visualisasi tersebut. Dia menarik napas panjang, merasakan hawa dingin pagi hari yang mengelilinginya, dan perlahan-lahan dia merasakan ada getaran yang lembut — od yang berusaha mengalir melalui tubuhnya.

Waktu berlalu, hari demi hari. Setiap subuh, Riveria selalu datang ke gudang untuk berlatih bersama Shirou. Latihan mereka sering kali berlangsung selama beberapa jam, bahkan sebelum matahari sepenuhnya terbit. Shirou selalu sabar memberikan arahan, memperbaiki kesalahan, dan memberikan semangat saat Riveria merasa frustrasi.

Namun, semakin hari, perasaan frustrasi itu mulai berkurang. Riveria merasa semakin mampu memahami bagaimana mengontrol od-nya. Dia menemukan dirinya tersenyum lebih sering, perasaan puas yang datang dari kemajuan yang ia raih.

Suatu pagi, Tiona memperhatikan Riveria yang keluar dari gudang dengan wajah cerah. "Riveria-sama, belakangan ini kau terlihat sangat ceria. Ada apa sebenarnya?" tanyanya dengan penasaran, matanya berbinar.

Riveria hanya tersenyum misterius. "Oh, tidak ada apa-apa. Hanya merasa… lebih segar akhir-akhir ini," jawabnya dengan ringan, tanpa memberikan petunjuk lebih lanjut.

Tiona mengerutkan alis, tidak puas dengan jawaban yang diberikan. "Benarkah? Karena biasanya kau sangat serius, tapi sekarang terlihat lebih santai. Aku rasa pasti ada sesuatu!"

Lefiya yang ikut mendengar percakapan itu juga merasa penasaran. "Apakah ada hubungannya dengan Shirou?" tanyanya, mencoba menebak.

Riveria hanya tersenyum lebih lebar, menyembunyikan rahasia kecilnya. "Hanya sedikit latihan pagi, itu saja," katanya sambil melambaikan tangan dengan santai dan berjalan menjauh.

Beberapa anggota Familia lain juga memperhatikan perubahan ini. Mereka sering melihat Riveria berlatih dengan lebih antusias dan penuh semangat. Bagi mereka, hal ini adalah sesuatu yang baru, karena biasanya Riveria adalah sosok yang sangat serius dan jarang menampakkan senyum.

Finn, pemimpin mereka, juga memperhatikan perubahan ini. Suatu pagi, ia mendekati Riveria saat mereka sedang bersiap untuk latihan pagi. "Riveria, akhir-akhir ini kau tampak berbeda. Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya dengan suara penuh perhatian.

Riveria hanya tertawa kecil. "Mungkin aku hanya menemukan kembali gairahku untuk belajar sesuatu yang baru. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Finn."

Finn mengangguk, meskipun masih merasa penasaran. "Baguslah kalau begitu. Teruslah seperti itu."

Dan begitu saja, hari-hari terus berlalu. Setiap pagi, Riveria pergi ke gudang bersama Shirou. Mereka melanjutkan latihan mereka, mengasah kemampuan dan pemahaman Riveria tentang Magecraft. Semangat yang membara dalam diri Riveria tampak jelas di matanya, dan dia tahu bahwa ini baru permulaan dari petualangan barunya.

Riveria tahu, dia telah menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar latihan sihir — dia menemukan kembali hasratnya untuk terus belajar, bertumbuh, dan menemukan dunia baru yang menanti di luar batas yang pernah dia bayangkan.

Next chapter