Aku mengacaukannya.
Setelah menyelesaikan ujian atletik kemarin, aku memutuskan untuk menunggu Fisa dan berniat membicarakan sesuatu dengannya.
Aku ingin membicarakan tentang hal-hal sepele saja dengan Fisa, dan mungkin aku sedikit bersemangat akan hal itu.
Tapi sayangnya aku membuat kesalahan.
Aku tidak tahu kalau memanggil Fisa dengan sebutan sayang ternyata sangat berlebihan.
Kupikir orang yang berpacaran akan saling memanggil dengan kata-kata romantis seperti itu, tapi ternyata aku sedikit keliru dengan persepsi itu.
Yah, apa boleh buat.
Aku akan meminta maaf pada Fisa dan memanggilnya secara normal.
Dengan begitu aku tidak akan dihindari lagi olehnya.
Jujur saja, dadaku terasa sedikit sesak ketika aku hendak mendekati Fisa, tapi dia malah segera menjauh dariku.
Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi, jadi aku tidak akan membuat kesalahan lagi.
Kupikir aku akan melakukannya nanti, karena hari ini aku ingin fokus dengan ujian yang akan kuhadapi.
Hari ini adalah hari kedua kami melakukan ujian atletik.
Seluruh siswa kelas 1-E dikumpulkan di gedung olahraga.
Di sekolah ini terdapat 3 gedung olahraga, yang besar seperti stadion sepak bola adalah gedung utama dan dua sisanya adalah gedung yang berukuran lebih kecil.
Kami semua para siswa kelas 1-E dikumpulkan di salah satu gedung yang berukuran kecil.
"Ini dia," kata pak Smith sambil berdiri di hadapan siswanya sendiri.
"Untuk hari ini, aku ingin melihat seberapa cepat kalian berlari dan menilai kelincahan kalian. Kalian hanya akan melakukan dua ujian hari ini."
"Baik!"
Teman sekelas ku menjawab dengan lantang, membuat suara mereka menggema beberapa detik.
Untuk hari ini, aku tidak ingin menatap siapapun termasuk pacarku sendiri.
Tidak ada alasan khusus untuk itu, karena hari ini aku memutuskan untuk memakai setengah kekuatanku.
Aku menyadari kalau kemampuanku telah menumpul, jadi aku ingin mengasahnya lagi melalui ujian ini dengan cara menggunakan setengah kekuatanku.
Agar aku benar-benar fokus dan serius, jadi aku tidak ingin melakukan hal apapun yang dianggap tidak diperlukan.
"Sebelum dimulai, aku ingin memberitahukan kalau hari ini ujian atletik akan berakhir. Singkatnya ujian atletik dipersingkat dari tiga hari menjadi dua hari saja. Kuharap kalian masih bisa mendapatkan nilai yang baik di ujian atletik ini."
"..."
Semuanya terdiam saat Pak Smith memberikan pemberitahuan tentang ujian atletik yang dipersingkat menjadi dua hari.
Aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi, tapi yang pasti aku yakin kalau masalah internal dari pihak sekolah memang cukup serius.
Karena masalah internal itulah, ujian atletik sempat ditunda dan sekarang dipersingkat oleh pihak sekolah.
Sebenarnya aku tidak peduli dengan itu, jadi lupakan saja.
"Untuk tes ujian kecepatan pertama, kalian akan berlari 100 meter sama seperti kemarin. Yang berbeda hanyalah lintasannya saja, jadi pada dasarnya ini tetaplah 100 meter. Dan sama seperti sebelumnya, aku akan menilai catatan waktu kalian."
"..."
"Catatan untuk kalian, harap langsung keluar dari gedung ini setelah menyelesaikan ujian kecepatan yang pertama! Aku akan memanggil kalian kembali untuk berkumpul menjalankan ujian yang kedua di gedung ini jika sudah waktunya. Kalian mengerti?"
"Ya, pak Smith!"
"Dimulai dari Wijaya, bersiap di lintasan! Siswa dengan nilai terendah kemarin harus melakukannya lebih dulu."
Kali ini bukan aku, tapi Wijaya lah yang menjadi orang pertama yang dipanggil oleh Pak Smith.
Kalau tidak salah, Wijaya mendapatkan nilai 57 pada ujian kemarin, itu hanya berbeda 3 nilai dariku.
Kemudian Wijaya mendekat ke bagian lintasan lari dan bersiap disana.
"Saat peluit berbunyi, kau harus berlari satu putaran."
"Baik!"
Wijaya menjawab dengan tegas dan setelah itu.
"PRIIT!!!"
Pak Smith meniup sebuah peluit yang dikalunginya dan suaranya berbunyi dengan keras hingga menggema.
Mendengar bunyi peluit, Wijaya langsung berlari sekuat tenaga.
Aku dapat melihat kalau dia sangat serius untuk berlari satu putaran.
Setengah putaran berjarak 50 meter, jadi satu putaran berjarak 100 meter.
Singkatnya, ini adalah ujian sprint.
Kaki Wijaya menghentak tanah saat berlari di lintasan.
Pak Smith memperhatikan dengan seksama saat Wijaya mengitari tikungan, menambah kecepatan, dan kemudian berlari melintasi lapangan.
Lalu Pak Smith mencatat waktunya di kertas.
Hingga setelah berlari beberapa saat, satu putaran telah diselesaikan oleh Wijaya.
"Wijaya, 15 detik. Beristirahatlah, waktumu masih banyak sebelum ke ujian selanjutnya!"
Wijaya diberi banyak waktu untuk beristirahat dan minum air sebelum memulai ujian kecepatan yang kedua.
Ujian kecepatan pertama adalah berlari, dan tentu saja tugas pertama ku adalah belajar berlari.
Ada banyak cara untuk melakukan ini, beberapa orang lebih suka meregangkan otot mereka dan melakukan pemanasan sebelum mereka mulai, yang lain suka joging di trek selama beberapa mil.
Mereka mungkin menemukan dan menikmati satu gaya latihan tertentu lebih dari yang berikutnya.
Umumnya, pelari terbaik cenderung memiliki kualitas tertentu.
Mereka harus cepat, anggun dan cerdas, lebih penting lagi, mereka harus bisa berpikir cepat sambil menjaga fokus dan terus berkonsentrasi.
Teknik Lari.
Ada dua gaya utama lari, yaitu pendekatan pelari cepat dan pendekatan pelari maraton.
Metode pelari cepat menggunakan semburan energi yang pendek dan tajam untuk mendorong mereka maju dengan kecepatan maksimum.
Pendekatan pelari maraton terasa lebih lambat, mereka merasa kaki mereka bergerak lebih mudah dan lancar.
Untuk yang kuhadapi sekarang, tentu saja aku akan menggunakan metode pelari cepat.
"Selanjutnya, Satomi! Bersiap di lintasan!"
"Ya."
Sesuai dengan perintah, aku berjalan ke bagian lintasan.
"PRITT!!"
Kemudian saat peluit dibunyikan, aku langsung berlari.
Aku tidak terlalu mengincar waktu kali ini.
Alasannya?
Itu karena aku ingin berlari menggunakan setengah kekuatanku.
Aku terus berlari tanpa memperdulikan keadaan sekitar lagi.
Tujuanku hanya satu, yaitu garis finish.
"Satomi Adney, 11 detik. Beristirahatlah!"
"Ya."
"Selanjutnya!"
Aku mendapatkan waktu 11 detik.
Yah, itu tidak buruk karena aku masih memakai setengah kekuatanku.
Selesai dengan berlari 100 meter, aku keluar dari gedung olahraga dan berjalan santai di sekitarnya.
Aku tidak boleh berada jauh dari gedung olahraga ini karena akan sangat merepotkan jika aku terlambat mengikuti ujian terakhir.
Aku tidak melakukan apapun saat menunggu waktu ujian kecepatan yang kedua, jadi setelah puluhan menit sudah berlalu, pak Smith memanggil dan aku pun kembali memasuki gedung yang sama.
Ujian kecepatan yang kedua atau yang terakhir.
Pak Smith memanggil para siswa kembali masuk ke dalam gedung di mana dia telah menyiapkan beberapa stasiun.
Setiap stasiun mewakili jenis rintangan yang berbeda: rintangan, tangga, tali, dan balok.
Rintangan ini akan menilai kelincahan, keseimbangan, dan koordinasi mereka. Semakin cepat mereka menyelesaikannya, semakin baik nilai yang didapat.
Pak Smith menjelaskan spesifikasi tes.
Para siswa harus menyelesaikan setiap stasiun secepat dan seefisien mungkin. Terlebih lagi, pak Smith menjelaskan tentang 9 stasiun yang harus diselesaikan.
Stasiun Pertama: Stasiun pertama adalah peron kayu sederhana. Tingginya sekitar 5 kaki dan lebarnya 30 inci. Tujuannya di sini adalah untuk melompat lurus ke atas dan mendarat tepat di pijakan tanpa jatuh.
Stasiun Kedua: Ini adalah papan sempit yang diletakkan secara horizontal di dua papan kayu paralel. Untuk lulus, mereka harus melangkah dari papan ke papan sambil melompati garis yang ditarik di antara mereka.
Stasiun Ketiga: Di sini mereka akan menemukan tangga tali. Naiki menggunakan anak tangga dan kemudian melangkah ke pijakan di atas.
Stasiun Keempat: Ini adalah tiang horizontal yang seimbang di atas yang lain. Melangkahi garis dan ambil palang di sisi lain. Lalu turun lagi.
Stasiun Kelima: Ini adalah balok tegak lurus yang harus mereka lewati.
Stasiun Keenam: Saat mereka mencapai stasiun ketujuh, mereka mendengar suara dentang keras. Tiba-tiba, langit-langit bergetar. Pijakan di bawah mereka mulai naik. Mereka harus melompat dan meraih bar di sisi lain.
Stasiun Ketujuh: Pada titik ini, lantai di bawah kaki mereka juga mulai bergetar. Mereka harus melompat dan meraih bar di sisi lain.
Stasiun Kedelapan: Sekarang lantai tampaknya bergerak di bawah kaki mereka saat mereka melompat dan meraih palang di sisi lain.
Stasiun Kesembilan: Stasiun kesembilan adalah sepasang balok paralel yang diletakkan secara horizontal. Lompat di antara keduanya, lalu lari lah sampai mencapai garis finish.
Ketika semua bagian tubuh melewati garis finish, maka waktunya akan berhenti dan itulah hasil dari ujian terakhir.
"Karena ini adalah ujian terakhir, kalian boleh mengajukan diri untuk menjadi orang pertama yang melakukannya. Nilai tambahan pasti diberikan pada yang mengajukan diri."
Kesempatan yang bagus, aku akan mengajukan diri dan menyelesaikannya dengan setengah kekuatanku.
Biasanya aku tidak pernah memakai kekuatanku sama sekali, bahkan seperempat saja sangat jarang.
Tapi kali ini, aku harus melakukannya demi mempertajam kemampuanku yang telah menumpul.
Karena jika aku terus mengabaikannya, maka itu akan sangat berdampak untuk kedepannya.
"Kalau begitu, biarkan aku melakukannya."
"Hah?! Apa kau serius? Aku tidak yakin dengan kemampuanmu."
Sesuai perkiraan, pak Smith tidak mempercayaiku.
Yah, apa boleh buat.
Mungkin aku akan memaksanya.
"Guru macam apa yang tidak percaya dengan muridnya sendiri? Ayolah, apa salahnya jika aku mengajukan diri?"
"Ah, baiklah. Jangan mengecewakanku!"
Pada akhirnya dengan sedikit paksaan, pak Smith setuju.
"Lakukan dengan serius, Satomi!"
"Tentu, Pak Smith!"
"Segera bersiap di garis start! Ketika peluit berbunyi, kau harus melakukannya!"
"Aku mengerti."
Aku berjalan mendekati stasiun dan bersiap di garis start.
"PRIT!"
Hingga saat aku sudah sampai, peluit langsung berbunyi, memaksaku untuk bergerak menggunakan setengah kekuatanku.
Aku berlari, melompat, dan melangkah secara hati-hati.
Semua stasiun dapat kulewati dengan mudah karena pada dasarnya rintangan yang diberikan memang tidak sulit bagiku.
Ditambah lagi aku memakai setengah kekuatanku, hal itu membuat tubuhku semakin ringan dalam melewati rintangannya.
Beberapa stasiun sudah kulewati dengan cukup cepat, hingga di stasiun ke sembilan, aku melompat diantara balok yang terpasang secara horizontal lalu berlari setelahnya sampai ke garis finish.
"Apa?! 39 detik? Aku terkejut kau melakukannya secepat itu! Apa kau menggunakan trik atau semacamnya?"
Pak Smith terlihat terkejut dan tidak percaya setelah aku menyelesaikan semua rintangannya.
"Sejauh apa kau tidak mempercayaiku, Pak Smith?"
"Ya, baiklah. Satomi Adney, 39 detik. Kau boleh pulang sekarang."
"Terima kasih."
Pak Smith memberi tahu kalau aku boleh pulang sekarang.
Yah, kupikir aku akan pulang saja untuk sekarang.
Entah kenapa, aku tidak ingin berurusan dengan Fisa hari ini.
Firasat ku mengatakan kalau hari ini bukankah saat yang tepat untuk berurusan dengannya.
Begitulah, tanpa memikirkan apapun lagi, aku langsung keluar dari gedung olahraga ini.
Rasanya cukup lega, karena ternyata kemampuanku tidak menumpul sama sekali.
Aku juga merasa lega karena setelah sekian lama, pada akhirnya aku dapat mengeluarkan setengah kekuatanku.