webnovel

BAB 12: Aku Masih Tidak Mengerti

Aku tidak bisa tidur malam ini.

Sekarang aku hanya bisa menunggu waktu pagi tiba.

Ah, benar juga.

Saat ini aku tidak tahu waktu menunjukkan pukul berapa, jadi aku membuka ponsel ku dan melihatnya.

Ternyata pagi hari tiba dalam 2 jam lagi, kupikir itu akan menjadi waktu yang cukup lama jika aku hanya berdiam diri.

Untuk itu, aku memutuskan untuk bergerak dan mencoba beraktivitas di dalam kamar asrama ku ini.

Ruangannya terasa cukup sempit, jadi aku hanya melakukan beberapa gerakan pemanasan seperti push up, sit up, pull up, dan juga loncat bintang.

Aku melakukan push up dan sit up sebanyak 100 kali di dekat kasur tempat ku tidur, sedangkan untuk pull up aku melakukannya sebanyak 50 kali di bagian dekat pintu.

Bagian terakhir adalah loncat bintang, aku melakukannya sebanyak mungkin hingga tubuhku merasa lelah.

Satu loncatan, dua loncatan, ...

Aku terus menghitungnya.

Terakhir aku dapat melakukan loncat bintang sebanyak 538 kali, setelahnya tubuhku merasa lelah.

Kuharap kali ini aku dapat melakukannya lebih dari itu.

429 loncatan, ..., 500 loncatan, ..., 561 loncatan.

Agh!

Perut ku terasa sakit, jadi aku menghentikannya di 561 loncatan.

Itu adalah sebuah kemajuan karena aku melakukannya lebih banyak dari sebelumnya.

Dibandingkan dengan gerakan pemanasan yang lainnya, aku memilih untuk melakukan banyak loncat bintang.

Alasannya?

Aku akan menyebutnya satu persatu sebagai bukti bahwa loncat bintang adalah bentuk pemanasan terbaik sebelum melakukan kegiatan atletik.

Yang pertama tentu saja untuk meningkatkan kesehatan jantung, lalu dapat juga untuk meredakan stress, meningkatkan koordinasi, memperkuat tulang, meningkatkan fleksibilitas, dan yang terakhir adalah menurunkan berat badan.

Selesai dengan aktivitas di dalam kamar ini, aku memutuskan untuk berdiam diri sambil menyeka bagian keringat yang ada di tubuhku.

Aku juga melepas baju santai yang telah kubeli kemarin sore karena sudah dibasahi oleh keringat ku.

Saat aku pulang sore itu setelah berbelanja, aku langsung membuka bagian lemari ku dan benar saja, semua baju santai yang diberikan oleh ayahku mendadak hilang begitu saja.

Sebagai gantinya, aku menemukan dua lembar seragam sekolah wajib terpajang di lemari ku.

Jadi jika ditotalkan, aku memiliki tiga lembar seragam sekolah wajib sekarang.

Kemudian aku pergi ke kamar mandi dan sesuai perkiraan ku semuanya menghilang tanpa jejak, salah satunya adalah handuk pemberian ayahku.

Yah, apa boleh buat.

Aku tidak bisa protes dan melawan aturan sekolah, jadi aku hanya bisa mengikutinya.

Kupikir tubuhku sudah tidak ada keringat lagi sekarang, jadi aku memutuskan untuk mandi agar badanku tidak berbau.

Lagipula siswa mana yang tidak mandi saat hendak pergi ke sekolah.

Sebelum mandi, aku sempat membuka ponsel ku untuk mengecek waktu dan ternyata aku memiliki waktu 30 menit lagi sebelum orang itu membangunkan ku.

Sekitar 10 menit berada di dalam kamar mandi, akhirnya aku selesai mandi dan keluar menggunakan handuk yang baru saja kubeli sore kemarin.

Tidak, sebenarnya aku dan Fisa mendapatkannya secara gratis.

Kemudian, aku mengambil seragam sekolah wajib dan memakainya.

Setelah benar-benar siap, aku pun pergi ke sekolah walaupun suasananya masih terlalu pagi.

Walaupun masih terlalu pagi, ada beberapa teman sekelas ku yang sudah berada di dalam kelas, mungkin sekitar tujuh orang.

Salah satunya adalah Fisa, ternyata dia datang lebih awal, mungkin semenjak dia dihukum oleh orang yang membangunkannya.

Dia sedang asyik berbicara dengan yang lainnya sambil menunjukkan senyumannya yang berbeda itu.

Aku tidak mengerti.

Senyum Fisa yang ditunjukkan kepada ku itu berbeda dari yang lainnya.

Padahal aku bisa langsung bertanya padanya, tapi entah kenapa jauh di dalam diriku mengatakan kalau aku harus bisa memahaminya sendiri.

Karena aku terlalu lama menatap Fisa, tatapan mata kami bertemu dan dia melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, yaitu memalingkan wajahnya.

Aku telah mengalami hal itu selama beberapa kali sejak bersekolah disini, jadi aku penasaran kenapa dia melakukannya.

Biasanya aku sangat cepat dalam berpikir dan menganalisa sesuatu, tapi sejak kapan aku jadi selambat ini?

Yah, aku hanya mempunyai satu cara terakhir agar bisa memahaminya.

Aku akan sedikit menguping pembicaraan yang terjadi di antara Fisa dengan yang lainnya.

Aku cukup yakin dengan kemampuan telingaku, jadi kuharap aku bisa mendengar pembicaraan mereka.

"Kudengar ada diskon untuk pasangan. Padahal aku ingin membelinya, tapi aku tidak mempunyai pacar."

Oh, kupikir mereka membicarakan tentang toko yang memberikan diskon khusus pasangan kemarin.

"Kenapa harus mengeluh? Bukankah kita akan diberikan 1.000 point setiap bulannya?"

"Eh, benarkah? Aku tidak tahu."

"Ya, kudengar seperti itu."

"Wah, sekolah ini memang yang terbaik! Aku jadi tidak mempermasalahkannya lagi tentang barang-barang yang sudah dikembalikan."

1.000 point setiap bulan?

Apakah itu benar?

Sepertinya aku telah mendengar hal yang menarik.

Aku tidak yakin kalau itu adalah kebenaran, karena Rose pasti akan memberitahu ku tentang hal sepenting itu.

Bahkan jika itu benar, maka kupikir sekolah ini terlalu memanjakan para siswanya.

Bayangkan saja para siswa diberikan 1.000 point yang sama bernilai 1.000 Dollar Amerika, dengan tujuan untuk menjadi genius, aku tidak yakin kalau itu adalah pilihan yang tepat.

Yah, untuk saat ini aku masih meragukannya.

"Kau kenapa, Fisa?"

Kali ini topik berpindah dan mereka melibatkan Fisa.

"Ti-tidak ada!"

"Mencurigakan, apa ada sesuatu yang terjadi kemarin?"

"Sungguh, tidak ada!"

"Tapi kau sangat mudah ditebak, Fisa. Jujur saja dengan temanmu sendiri!"

Sangat mudah ditebak?

Apa aku terlalu bodoh karena belum memahaminya hingga saat ini?

Kurasa aku seperti sedang mengalami kekalahan sekarang.

Ah, benar juga.

Biasanya Fisa selalu menegurku disaat seperti ini, tapi sekarang dia tidak melakukannya lagi.

Apa aku melakukan kesalahan?

Oh, apa menciumnya saat itu terlalu berlebihan?

Kupikir aku harus meminta maaf padanya dengan benar nanti.

"Semuanya, Pak Smith tidak bisa berhadir hari ini! Jadi kita akan belajar mandiri hingga waktu pulang nanti. Tapi walaupun begitu, Pak Smith berpesan agar kita tidak membuat keributan apapun."

Saat aku sedang menguping pembicaraan mereka, tiba-tiba Lina berbicara pada semua orang yang ada di kelas kalau Pak Smith tidak mengajar hari ini.

"Yoshaa!!"

"Yeahhh!"

"Bukankah ini bagus?!"

"Bagus sekali!"

Tanpa kusadari semua orang sudah berhadir di kelas ini, jadi aku dapat menyaksikan suasana kelas yang ramai.

Semuanya dialihkan menjadi pembelajaran mandiri.

Mereka terlihat sangat senang karena Pak Smith tidak bisa berhadir dan mengajar untuk hari ini.

Itu berbeda denganku, entah kenapa aku malah mengira kalau Pak Smith hanya merasa malas untuk mengajar kelas 1-E.

Terlebih lagi dia pernah mengatakan kalau kelas 1-E adalah kelas rendahan.

Ataukah Pak Smith sengaja tidak mengajar hari ini karena ada tujuan tertentu?

Untuk sekarang aku masih tidak tahu, tapi dalam beberapa jam kedepan aku yakin kalau aku akan mengetahuinya.

Yah, kesampingkan itu.

Aku ingin berbicara dengan Fisa sekarang mumpung ada jam kosong.

Bagaimana caranya agar dia bisa berbicara denganku?

Apakah aku harus mendekat padanya seperti yang dia lakukan padaku?

Hanya itu satu-satunya pilihan ku.

Aku bangkit dari kursi ku, kemudian aku berjalan mendekati Fisa.

"Hei, Fisa."

Aku memanggilnya.

"Eh?! Satomi? Kenapa?!"

Padahal aku yakin kalau aku tidak mengejutkannya.

Tapi dia terlihat panik, tentu hal ini membuat ku semakin tidak mengerti.

"Satomi, tumben sekali kau memanggil Fisa. Biasanya kau selalu menyendiri."

Gadis ini, siapa namanya?

Aku tidak mengenal mereka dengan benar karena aku tidak memperhatikan sesi perkenalan saat itu.

Jika dipikir-pikir, aku hanya mengetahui 7 orang di sekolah ini.

Pak Smith, Bu Laurent, Danna, Lina, Rose, Harry, dan terakhir Fisa.

"Maaf, kau siapa?"

"Hah?! Seriusan kau belum tahu namaku?"

Gadis ini terlihat terkejut.

"Yah, aku tidak peduli, sih. Aku hanya memiliki urusan dengan Fisa."

"Apa kau bilang?! Aku tidak akan menyerahkan Fisa pada orang sepertimu!"

Sekarang dia terlihat marah.

Aku tidak mengerti.

Yah, beginilah diriku.

Aku pantas dimarahi olehnya.

"Sudah hentikan, Cika!"

Jadi nama gadis ini adalah Cika.

Kupikir aku sudah mengetahui 8 orang sekarang.

"Dan juga, Satomi. Ada apa tiba-tiba? Tidak biasanya kau mendatangiku."

"Yah, aku ingin meminta maaf."

"Bo-bodoh, ja-jangan bahas itu disini!"

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan! Maaf, aku pergi ke toilet dulu!"

"Oh, Fisa."

Dia pergi keluar kelas begitu saja.

Sungguh, aku masih tidak mengerti dengan seorang gadis yang bernama Fisa Campbell ini.

Entah butuh waktu berapa lama hingga aku bisa memahaminya.

Aku pun tidak tahu, tapi kuharap aku dapat memahaminya secepat mungkin.

Next chapter