webnovel

Endless Death

"Saya harus cepat pergi dari sini."

Zhongli membuka seluruh selang infus di sekujur tubuhnya, tak peduli dengan darah yang masih menetes, Zhongli kabur lewat jendela rumah sakit. Beruntung ia hanya berada di lantai dua, tak peduli dengan tulang engkelnya yang retak akibat menahan tubuhnya jatuh dari atas, Zhongli berlari sekencang-kencangnya menjauh dari area rumah sakit.

Pintu ruang rawat Zhongli terbuka lebar setelah didobrak oleh Capitano, melihat tidak ada siapa pun di sana. Sang Kapten sontak mengamuk dan pergi dari sana, ia menghubungi seluruh intelnya untuk mencari sosok yang telah membuat keluarganya susah beberapa waktu belakangan.

Lantas apa yang membuat Keluarga Harbingers bersusah payah untuk membunuh Zhongli?

**Flashback**

Zhongli bertemu dengan salah satu informan dari secret service, sosok misterius itu memberikan sebuah berkas yang diselipkan di bawah meja tempat mereka makan malam.

"La Signora," ujar orang yang ada di depan Zhongli.

"Dia adalah perempuan misterius di Harbingers, kabarnya ia menjual banyak manusia tak bersalah yang diculik oleh komplotan Dottore hanya untuk uang,"

Zhongli membuka berkas berbungkus amplop coklat itu lalu membacanya seksama, terlihat sebuah foto siluet milik Signora dan menjadi satu-satunya petunjuk agar Zhongli mulai mengerjakan tugas itu secepatnya.

"Bagaimana saya bisa menyelidiki kasus ini jika hanya mendapat satu petunjuk?" tanya Zhongli heran.

"Hey, kau anggota secret service kelas SS, bagaimana bisa kau menanyakan hal sepele itu kepada saya? Lagi pula saya hanya informan yang diutus oleh Tuan Varka. Kau tentu lebih tahu alur dalam menyelidiki kasus ini, bukan?"

Zhongli berdeham kesal, alkohol yang sudah merasuki dirinya masih dapat dikontrol oleh sang agen. Zhongli beranjak dari kursinya tanpa menyelesaikan hidangan makan malam tersebut lalu pergi meninggalkan Puspa Cafe yang terletak di Sumeru.

Beberapa saat setelah Zhongli pergi, sang informan menelepon seseorang melalui ponselnya. Ia terkekeh setelah melaporkan tugasnya kepada atasannya.

"Dia menerima tugasnya, sekarang saatnya kita menjebak orang tolol itu, Varka." ujar Dottore setelah melepas topengnya, raut wajah Dottore terlihat penuh emosi, urat-urat yang nampak dari kening serta lehernya adalah tanda bahwa Dottore sudah sabar untuk tidak membunuh Zhongli malam ini.

"Pastikan dia mati besok, karena dia izin akan pulang menemui istrinya. Biarkan dia mengucap kata-kata terakhirnya kepada perempuan bunting itu," seringai Dottore terlihat menyeramkan, ia menghentakkan sendok besi itu ke atas meja hingga menancap di meja yang terbuat dari kayu jati tersebut.

Setelah menutup teleponnya, Capitano (Varka) hanya diam di ruang kerjanya. Menunggu wanita panggilan yang sudah ia pesan dari Columbina, sebagai pemimpin secret service sekaligus ketua kepolisian Teyvat, tentu ia harus menyamar menjadi dua orang yang berbeda. Capitano memiliki sepak terjang yang baik di dunia pemerintahan, namun ketika ia menjalankan tugasnya sebagai salah satu kriminal terbaik di Teyvat, tentu ia bisa membuat semua kekejian dalam pikirannya dengan mudah.

"Permisi, Tuan." ujar seorang perempuan yang diantarkan oleh Columbina.

Perempuan bersurai hitam itu tersenyum lalu menunduk pamit dari hadapan Capitano. Di balik topengnya ia tersenyum. Namun, sayangnya, darah pembunuh Capitano sedang mendidih karena tak sabar akan kematian Zhongli yang tinggal sebentar lagi.

***

Selama perjalanan pulang, Zhongli mencari tahu tentang La Signora melalui informan lainnya. Tak ada satu pun informasi yang ia dapat tentang perempuan misterius itu, tak mau kehabisan ide, Zhongli langsung menelepon salah satu orang terpercayanya untuk menjelaskan informasi tentang Signora saat ini.

"Halo? Saya ingin membeli informasi, uangnya sudah saya kirimkan beberapa menit lalu," ucap Zhongli serius.

'Wah, Mora yang kau kirimkan tak akan sebanding dengan informasi yang akan kau dapatkan,' balas informannya Zhongli.

"Apa maksudmu?" kata Zhongli ragu.

'La Signora bukan apa-apa di Harbingers, ia bahkan masih berusia 20 tahun. Yang harus kau waspadai justru orang yang memintamu untuk mencari tahu tentang Signora,'

"Dia salah satu informan dari instansiku, kamu tidak perlu khawatir," balasnya lagi.

'Seharusnya kau lebih keras berpikir! Kau tak pernah disuruh untuk melakukan penyamaran sampai sekarang, dan informasimu yang ingin kau dapatkan itu hanya salah satu lubang yang dibuat oleh Harbingers agar kau terjebak skenario mereka,' jelas sang informan.

Zhongli tak menanggapi ucapan informannya, pria itu berpikir berulang kali tentang tugas yang telah diberikan oleh Varka kepadanya. Bagaimana mungkin Varka mengkhianati Zhongli? Dia yang telah merekrut Zhongli dan membuatnya sampai di titik ini. Rasa percaya Zhongli mulai pudar setelah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh sang informan.

'Kau dengar aku, kalau misalnya dalam beberapa hari ini kau terjebak atau dalam bahaya. Berarti ini ulah Harbingers, mereka membencimu karena sudah berhasil mengungkap kasus korupsi di Northland Bank dan itu membuat Pantalone tak suka denganmu,' ujar sang informan dari telepon.

"Ya, Pantalone sempat mengirimkan pesan ancaman kepada saya, tapi bukan berarti—" potong Zhongli.

'Lebih baik kau percaya denganku daripada orang misterius tadi,'

'Ya, aku mengawasi kalian sejak tadi. Dan orang yang berbicara denganmu adalah Il Dottore—'

Panggilan tadi tiba-tiba terputus, Zhongli sudah memasuki area perumahannya yang sarat akan sinyal. Sebelum ia membuka pintu, Zhongli sudah disambut oleh sang istri, Raiden Ei, dari depan rumah. Senyum manis perempuan bersurai ungu tersebut menghiasi wajahnya sehingga perlahan kurva bibir Zhongli naik dengan sendirinya.

"Saya sudah siapkan makan malam untuk kamu, Sayang." ucap Raiden Ei lembut.

"Ayo kita makan malam, kamu pasti sudah capek berdiri menunggu suamimu sejak tadi, kan?" jawab Zhongli merangkul sang istri sedikit erat.

Raiden Ei menutup hidungnya setelah mencium bau alkohol yang keluar dari mulut Zhongli. Saat sadar, Zhongli sedikit menjauh dari sang istri yang tengah mengandung lalu berjalan dengan cepat menuju kamar mandi.

"Lebih baik saya mandi dulu, maaf,"

Raiden Ei menyipitkan matanya sembari tersenyum, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk menyiapkan handuk dan pakaian bersih supaya Zhongli bisa makan dengan tenang setelah bekerja keras hari ini.

Saat Ei mengemas tas jinjing suaminya, sebuah amplop berwarna coklat tak sengaja tercecer dari tempatnya. Meskipun ia tak punya tenaga untuk mencari tahu, namun wajah familiar itu memaksa Ei untuk melihat foto siluet milik La Signora.

'Foto siluet ini, sama seperti orang itu,' gumam Ei dalam hati.

'Apa urusannya Zhongli dengan Harbingers?'

Raiden Ei memasukkan kembali foto tersebut ke dalam amplop lalu merapikan seisi tas milik sang suami, setelah ia menyiapkan handuk dan pakaian ganti, Raiden Ei duduk di salah satu kursi di ruang makan mereka.

Melihat Zhongli tampak segar kembali membuat Raiden Ei tertegun akan ketampanannya, tak terasa perutnya bergerak sendiri akibat dari tendangan sang buah hati. Raiden Ei mengelus perutnya sambil tersenyum, tak sabar dengan apa yang akan terjadi beberapa bulan ke depan ketika ia melahirkan anak dari hubungannya dengan Zhongli.

"Sup ini enak, enak sekali!" ujar Zhongli memecah lamunan Raiden Ei yang masih menatap sang suami dalam-dalam.

"Jangan terlalu memuji saya kalau rasanya biasa saja, Sayang." balas sang istri sambil tersenyum.

Mereka saling melempar tatap, Zhongli dan Ei tertawa setelahnya.

"Sepertinya besok saya akan pulang sedikit telat, Ei." kata Zhongli dengan nada serius.

Tak ada yang bisa Ei lakukan selain mengangguk atas perkataan sang suami, walaupun dalam hati ia sangat ingin menghentikan langkah Zhongli dari pekerjaan misteriusnya, namun rasa sayangnya kepada Zhongli sudah lebih dari apa pun hingga Raiden Ei hanya bisa percaya dan mendoakan yang terbaik untuk Zhongli.

"Kalau begitu, biarkan saya melepaskan penatmu malam ini,"

Raiden Ei memeluk Zhongli penuh kasih sayang, Zhongli membalasnya dengan melingkarkan tangan kekarnya di pinggang sang istri. Mereka bercumbu penuh gairah, mata Zhongli terbelalak ketika Ei mengulum lidahnya secara tiba-tiba, mereka berdua melakukan aktifitasnya sembari berjalan menuju kamar.

Raiden Ei menidurkan Zhongli lebih dulu sampai ia merasa nyaman, tampak dari atas Raiden Ei membuka kancing baju tidurnya hingga menampakkan seluruh lekukan tubuh serta perutnya yang sudah cukup besar.

"Kamu terlihat lebih cantik seperti ini," goda Zhongli sambil terkekeh.

"Godaanmu masih terlalu receh di telinga saya," balas Raiden Ei kembali mencium bibir tipis Zhongli.

Zhongli merasakan tendangan dari perut Ei ketika mereka sedang berpelukan, mereka berdua tertawa kecil saat Zhongli mengelus perut istrinya sambil membaringkan sang istri ke samping, Zhongli berpindah ke atas lalu menggenggam kedua pergelangan tangan Ei, netra mereka bertemu kembali, pemandangan ini sungguh indah di mata Zhongli.

"Sepertinya ada yang lebih stres dari saya hari ini,"

Raiden Ei menggeleng, "Bukan hari ini, beberapa hari ke belakang,"

"Saya sangat ingin merasakan milikmu," ujar Raiden Ei mengelus bagian luar celana kain tipis milik Zhongli.

"Sudah berapa lama, ya?"

"Dua minggu,"

Zhongli membiarkan Raiden Ei membuka celananya perlahan, saat penis Zhongli tampak di matanya, Ei mengulum lidah lalu menggigit bibir bagian bawahnya penuh hasrat.

Raiden Ei menggesek pelir Zhongli di atas klitorisnya, sementara sang pria hanya bermain dengan kedua payudara yang indah milik Ei. Dibiarkan Ei mendesah saat Zhongli meremas dan mengisap puting miliknya, tak lama kemudian Zhongli menusuk liang surga Ei perlahan hingga sang istri menjerit, penetrasi ini sudah lama dirindukan oleh Ei. Melihat Zhongli begitu menikmati tubuhnya, perasaan gusar itu kembali muncul, karena sejatinya insting seorang perempuan lebih kuat dari apa pun, kalau pun memang ini terakhir kalinya mereka bersama, Ei ingin membuat kenangan ini seindah mungkin.

**Back to present**

Kazuha bersama Gorou, Heizou, dan Fischl kembali ke rumah sakit tempat Beidou dirawat. Seorang perempuan paruh baya menoleh ke arah lelaki bersurai krem itu kemudian berlari dan memeluknya.

Pukulan-pukulan kecil itu terasa di dada bidang Kazuha, suara tangisan ibu dari Beidou menggelegar menguasai seisi lorong UGD rumah sakit.

"Kenapa?! Kenapa dia melakukan hal bodoh seperti ini, Nak?!" sentak sang ibu kepada Kazuha.

Teman-temannya hanya terdiam mengelilingi sang ibu, tidak ada yang menduga jika Beidou menyiapkan sebuah pisau untuk mengalahkan Eula dan naasnya Beidou malah termakan oleh senjatanya sendiri.

"Sekarang dia sudah pergi! Siapa lagi putri kecilku sekarang?!" seru ibunya Beidou.

Mata Kazuha terbelalak setelah mendengar ucapan perempuan itu, tubuhnya perlahan bergetar beriringan dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Beidou..."

"Sudah tidak ada?" tanya Kazuha terbata-bata.

Perempuan paruh baya itu mengangguk dalam pelukan Kazuha, ia terus memukul tubuhnya dan kini rasa sakit itu mulai terasa, namun bukan fisiknya yang sakit namun hatinya.

"Kenapa kamu masih biarkan dia berkelahi seperti orang tak berotak?! Kenapa, Kazuha?!"

Yang ditanya tak kunjung memberikan jawaban, sang ibu menampar pipi Kazuha berkali-kali karena geram. Ia menyumpahi Kazuha lantaran lelaki itu tak menjaga anaknya dengan baik, tak ada yang bisa menyelamatkan Beidou karena darahnya terus berkurang saat perjalanannya menuju rumah sakit.

"Tanggung jawab!"

"Tanggung jawab kamu!"

Salah satu tirai mulai terbuka dan mereka mendapati Beidou sudah tertutup oleh kain putih, sang ibu melepas pelukan Kazuha dan menahan ranjang berjalan yang ditempat oleh putrinya hingga ia terseret ikut oleh para perawat yang akan membawanya ke ruang jenazah.

"Minta maaf sama putri saya! Cepat!"

Perempuan itu menarik tubuh lemah Kazuha, Kazuha terjatuh dan ikut terseret karena pasrah ditarik oleh ibu Beidou. Heizou dan Gorou membantu Kazuha untuk bangkit dan menemani mendiang kekasihnya menuju tempat peristirahatan terakhirnya sebelum dikebumikan, sementara Fischl menelepon anggota lainnya untuk mengabarkan berita duka tersebut.

Kawanan Arataki Gang baru saja tiba di rumah sakit, melihat keributan yang dibuat oleh ibu Beidou membuat Itto langsung berlari menyusul Kazuha. Kuki Shinobu menghampiri Fischl yang masih berdiri mematung ketika berusaha menghubungi pihak sekolah.

"Beidou..."

"Beidou meninggal," ucap Fischl lemas.

Shinobu sontak memeluk Fischl erat, akhirnya gadis bersurai pirang itu menangis setelah merasa aman. Dua siswa SMA Teyvat telah gugur hari ini di tempat yang berbeda, meski berbeda tujuan, kekalahan ini memberi kesan mendalam bagi yang ditinggalkan.

***

Xiao masih berusaha menenangkan perutnya di Luhua Pool, setelah berlari menjauh dari warga yang mencarinya, lelaki bersurai hitam itu merasa sedikit aman meskipun pikirannya masih kacau akibat peristiwa yang ia saksikan pagi tadi.

Ponselnya bergetar beberapa kali, tanda sebuah pesan masuk. Xiao merogok sakunya lalu melihat sebuah gambar dari orang tak dikenal, ia tahu betul siapa yang ada di foto tersebut, namun ia kembali muntah karena jiwanya sudah terguncang hebat karena banyak hal yang sudah terjadi hari ini.

"Ibu..." gumam Xiao sambil terisak.

Dari belakang, Yelan mengawasi Xiao dengan kamuflasenya. Sebenarnya sejak tadi Yelan masih berada di sekitar Xiao, kepergiannya hanya sebagai ilusi semata karena perempuan itu khawatir dengan kondisi Xiao saat ini.

Komplotan Fatui mulai mengelilingi Xiao, orang suruhan Pierro itu berdiri gagah di belakang Dottore.

"Tunjukkan rupamu, Yelan. Kau sudah terkepung," ujar Il Dottore sambil terkekeh.

Yelan melepas kamuflasenya dan berdiri tepat di belakang Xiao, walaupun saat ini Xiao sudah kehilangan akal sehatnya, Yelan tak bisa melepaskan satu nyawa lagi untuk melayang hari ini.

Zhongli menitipkan anak ini kepadaku, mau tak mau aku harus menjaganya,

Dottore mengangguk seraya mengisyaratkan para Fatui untuk menyerang Yelan, saat kaki mereka mulai melangkah, ada yang terpisah dari tubuhnya hingga kawanan Fatui itu terjatuh sembari berteriak kesakitan.

Dottore melangkahi bawahannya karena tahu jebakan yang telah dibuat oleh Yelan, ia membuka topengnya hingga menunjukkan banyak bekas luka di sekitar wajahnya. Dottore menunjukkan gigi taringnya, lalu dengan cepat Dottore melesat ke arah Yelan sambil mengeluarkan gerigi besi di kedua tangannya.

Yelan menendang tubuh Xiao yang masih tak sadarkan diri hingga lelaki itu tersungkur menjauh sembari menghindari serangan Dottore. Mereka saling bertukar serangan setelahnya tetapi dapat dihindari dengan mudah pula oleh keduanya. Xiao hanya menyaksikan pertarungan antara Yelan dan Dottore saat itu, tubuhnya tak lagi bergerak sesuai perintahnya, Xiao masih tenggelam dalam kesedihannya setelah mendengar kabar bahwa ibunya sudah dijemput oleh malaikat kematian.

"Kalau kau masih bisa bersedih, kabur sekarang juga!" sentak Yelan yang mulai kewalahan menangkis seluruh serangan Dottore.

'Tidak, bukan ini yang seharusnya kulakukan,'

Yelan memukul Dottore hingga ia mundur beberapa langkah, pria bersurai biru muda itu terkekeh setelah mendapatkan luka baru di pipi kirinya. Lidahnya mulai menjulur keluar karena gairah bertarungnya meningkat, Dottore melemparkan pisau medis yang keluar dari lengan bajunya ke arah Xiao namun berhasil dihindari oleh anak itu.

"Wow, mengejutkan," kekeh Dottore bersemangat.

Xiao mengambil salah satu senjata Fatui lalu menatap Dottore tajam, dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Dottore merasakan ada efek kejut di sekujur tubuhnya.

'Anak ini bukan sembarang orang,' batin Dottore.

Yelan tersenyum ke arah Xiao, ia mendadak menghilang dari pandangannya lalu memukul Dottore hingga terjatuh karena kelengahannya. Xiao menusuk kedua bahu Dottore dengan senjata yang ia ambil barusan, pria bersurai biru muda itu menahan sakitnya walaupun masih bisa tertawa.

"Benar-benar anak muda yang bersemangat," ujar Dottore girang saat Xiao sudah menduduki tubuhnya.

Dottore mengangkat paksa tubuhnya lalu menghentakkan kepalanya ke arah Xiao, pisau yang menancap di kedua bahunya tak digubris sedikit pun oleh Dottore.

Yelan mulai beraksi kembali, ia mengeluarkan benang tipisnya untuk mengikat tubuh Dottore hingga terluka. Darah yang menyebur dari seluruh sisi tak membuat Dottore kian melemah, justru garis bibirnya semakin naik saat tahu Xiao mulai melemparkan pisau lain ke arahnya.

"Lemparanmu terlalu mudah untuk dibaca, Berengsek!" seru Dottore mulai kehilangan akal sehatnya setelah berhasil menghindari lemparan pisau Xiao.

"Dan ingat, Yelan! Varka tidak akan memaafkanmu kalau kau mengkhianatinya!"

"Tugasmu adalah menjaga Harbingers!"

Yelan tersenyum tipis, benang-benangnya masih mengikat Dottore yang sedang berusaha melepaskan jeratan kepedihan itu.

"Aku bukan orang bodoh, Dottore. Secret service hanyalah tempatku untuk mengumpulkan barang bukti untuk kepolisian," jawab Yelan sembari berjalan ke arah Dottore.

Saat Yelan berada beberapa jengkal dari Dottore, pria itu menyapu kaki Yelan hingga ia terjatuh lalu menghentakkan kepalanya ke wajah Yelan dengan keras. Dottore melepaskan jeratan benang itu lalu mengayunkan kedua tangannya karena sudah terlanjur panas akan situasi dua lawan satu ini.

"Tinggal kau, Bocah!" seru Il Dottore ke arah Xiao.

Dottore mengambil sebuah kedua pistol dari sisi jasnya lalu mengarahkan benda itu kepada Yelan juga Xiao.

"Sekarang pilih,"

"Dia mati, atau kau yang mati, atau dua-duanya yang mati," kekeh Dottore berusaha ramah.

Saat Dottore lengah, Yelan sudah kembali menghilang dari pandangannya, sontak Xiao mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Dari bawah Yelan menendang salah satu tangan Dottore hingga pistolnya melayang ke udara, Xiao langsung melompat dan meraih senjata itu dengan cepat.

DOR! Tembakan pertama Dottore berhasil dihindari oleh Xiao berkat keberuntungan, Xiao menghindari seluruh serangan Dottore sambil menunggu sisa amunisi Dottore habis karena menembak ke dua orang sekaligus.

Ketika Dottore tengah mengisi ulang amunisi senjatanya, Xiao berlari sambil mengarahkan pistol tersebut ke perut Dottore. Lawannya tak hilang akal, Dottore mengisi setengah pelurunya lalu kembali mengarahkan pistolnya kepada Xiao.

Yelan melemparkan sesuatu dari tubuhnya ke arah Xiao, sebuah perisai kecil milik anggota secret service untuk melindungi perutnya. Xiao mengaitkan tangan kirinya ke leher Dottore lalu menembak asal bagian perut Sang Dokter sampai pelurunya tak bersisa.

"Anj...ing," kata terakhir Il Dottore terngiang di telinga Xiao, tubuhnya ambruk karena tak lagi kuat melihat darah Dottore mengotori bajunya.

Yelan mengangkat bahu Xiao, menopangnya lalu pergi dari tempat kejadian dengan kamuflasenya. Beberapa saat setelahnya, Millelith mulai memenuhi area Luhua Pool, berita kematian Il Dottore mulai menggeser kabar kematian Pantalone dan Childe.

***

Setibanya di Snezhnaya, Raiden Ei mengunci ponselnya sembari berusaha berdiri tegak setelah keguguran anak pertamanya. Kehadirannya sudah ditunggu oleh Arlecchino bersama Fatui Muda, di saat yang sama, La Signora terlihat sudah menempel di kaca jendela kamarnya bersama tuts piano yang menusuk seluruh anggota tubuhnya sebagai pemandangan kondisi rumah Harbingers saat ini.

"Kau harus membayar semua yang telah kau perbuat," ujar Raiden Ei dengan suara beratnya.

Arlecchino tersenyum kaku, kemudian ia membuka jas hitam miliknya hingga menunjukkan banyak bekas luka di sekitar tubuh perempuan bersurai pendek itu.

"Kupikir teman lamaku ini datang untuk bertamu,"

"Ternyata kamu datang untuk membalaskan dendam, ya?" raut wajah Arlecchino berubah sepersekian detik kemudian.

Raiden Ei berjalan ke arah Arlecchino yang berada beberapa puluh meter di depannya, saat Fatui Muda hendak menyerang, Arlecchino mengangkat tangannya untuk menghentikan mereka.

"Kalian masih sangat muda untuk mati di tangannya, kalian lihat saja Ibunda membantai perempuan itu dengan cermat,"

"Siapa pun yang berani menghalangi Ibunda, akan mati dalam hitungan detik!"

Benar saja, salah satu anggota Fatui Muda yang tak mendengarkan Arlecchino langsung ditembak oleh sang pemimpin dengan pistol peredamnya. Darah anak muda itu bercucuran menggantikan putihnya salju menjadi merah, Arlecchino tidak pernah main-main kalau sudah angkat bicara.

Kini pertarungannya dengan Raiden Ei akan segera dimulai.

Next chapter