webnovel

Chapter 31. Kartika dan Susan.

Langit masih gelap gulita saat itu dan ruang tunggu bandara sangat sepi dengan hanya ada beberapa orang yang duduk di beberapa baris kursi tunggu penumpang. Papan informasi yang tertempel di dinding menampilkan nomor penerbangan yang tiba dan berangkat dari bandara yang mereka singgahi saat itu.

Terdengar informasi yang di umumkan dari pengeras suara yang menjelaskan mengenai penerbangan yang akan segera melakukan boarding "mohon perhatian, penerbangan nomor A701 dengan maskapai Nusantara Airlines akan segera siap untuk boarding, para penumpang harap segera mendekati terminal keberangkatan nomor 3" penerbangan yang menggunakan pesawat jenis R80 buatan PT Dirgantara Indonesia itu adalah pesawat yang akan di naiki Susan dan Kartika untuk melanjutkan perjalanan ke pulau Jawa. Beberapa penumpang mulai beranjak dari kursi tunggu untuk segera mendatangi terminal keberangkatan sementara Susan masih duduk di kursinya dengan wajah yang tertunduk dan pikiran yang tidak kunjung jernih.

Kartika datang dengan membawa roti hangat yang ia baru beli dari kafetaria, ia menawarkan salah satu ritu yang di bawanya ke adiknya karena adiknya belum makan apapun dari kemarin malam, ketika mereka terbang dari sekolah kapalpun Susan tidak memesan makanan yang di sediakan oleh pramugari, Susan menghabiskan waktunya untuk tidur, melamun, dan menyepi.

"Adhine, iki aku beliin roti" ucap Kartika, ia menyodorkan roti itu ke depan wajah Susan.

"hatur nuhun mbakyu…" ucap Susan mengambil roti itu dari tangan kakaknya. Namun Susan tidak mengindahkan roti itu sedikitpun dan roti itupun hanya ia taruh ke dalam kopernya, melihat hal itu Kartika menjadi semakin khawatir dan takut adiknya itu akan jatuh sakit karena tidak mengisi perutnya.

"Susan, makanlah sedikit, kamu belum makan sama sekali dari kemarin sore" ucap Kartika dengan menunjukkan raut wajah yang gelisah.

"ndak papa mbakyu, itung itung puasa" ucap Susan sambil menunjukkan senyum yang terlihat di paksakan.

Kartika tidak tau harus berbuat apa lagi untuk menghadapi perubahan drastis yang di tunjukkan adiknya itu, ia duduk di kursi panjang dengan jarak yang cukup jauh dari Susan dan menyantap roti yang ia beli.

"Mbakyu…." Panggil Susan pelan, Kartika menoleh dan menjawab panggilan itu.

"apakah ibu akan marah setelah mengetahui hal ini? Tanya Susan sambil menunduk cemas.

Kartika terdiam untuk beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan adiknya, ingin ia merahasiakan apa yang ia dengar dari ibunya, tapi hal itu tidak akan ada gunanya dan hanya akan membawa masalah baru, ia merasa akan lebih baik jika adiknya mengetahui apa yang akan dihadapinya dan ia bisa mempersiapkan mentalnya.

"Ibunda sudah tau soal hasil pertandingannya, dan kakak bisa bilang responnya kurang baik" jawab Kartika mencoba menjelaskan dengan Bahasa yang tersirat.

"Mbakyu pernah melakukan kesalahan seperti ini?" tanya Susan lagi dengan menatap kakaknya.

"enggak" jawab Kartika singkat.

"kak, Susan merasa gagal, Susan merasa sudah mengecewakan nama besar keluarga kita, dan sudah gagal sebagai seorang Ayu, mungkin Susan tidak akan di anggap lagi sebagai an…" Susan mengutarakan kekecewaan pada dirinya sendiri ke kakaknya, namun sebelum Susan mengatakan hal yang lebih jauh Kartika menghentikannya.

"jangan bicara seperti itu Susan!" potong Kartika.

"memang kesalahanmu besar, dan juga cukup fatal, tapi itu bukan berarti kamu sudah gagal dalam segala hal, Ibunda tidak akan mencampakkan anaknya sendiri hanya karena sebuah pertandingan" ucap Kartika dengan tegas, ia yakin jika ibunya tidak akan gelap mata kepada adiknya, karena menurut budaya yang ia jalani di keluarganya anak adalah hadiah dari tuhan dan tidak mungkin seorang manusia membuang sebuah hadiah pemberian tuhan.

"Jangan khawatir, kakak ada untuk kamu" ucap Kartika dengan senyumnya.

Susan tersenyum kecil, ia merasa ada yang akan mendukungnya dalam keadaan sulitnya. Susan mengeluarkan roti yang tadi ia taruh dan ikut makan bersama dengan kakaknya.

"ngomong-ngomong Susan, tadi yang datang ke rumah sebelum kita pergi siapa?" tanya Kartika membuka obrolan baru.

"itu Euis, dari kelas 1" jawab Susan menjelaskan.

"dia terlihat sangat mengkhawatirkan kamu tadi" ucap Kartika memperhatikan kedekatan adiknya dengan teman sekolahnya.

"Euis memang terkadang over protektif kepadaku, tapi dia adalah teman yang baik" jawab Susan tersenyum.

"heee udah kayak pacaran aja protektif begitu" goda Kartika dengan ekspresi yang memojokkan.

"ehh, mm….mana ada, kita kan sama-sama perempuan!" jawab Susan dengan wajah memerah.

"Hahahaha, kakak Cuma bercanda" Kartika tertawa puas.

"tapi kakak merasa tenang jika kamu sudah memiliki teman yang sedekat dan se-perhatian itu, kelak dialah yang nanti akan menjaga kamu jika kakak sudah lulus" ucap Kartika, ia bersyukur adiknya dapat memiliki teman yang sangat dekat, ia tahu betul kepribadian adiknya yang tidak mudah untuk berteman apalagi memiliki sahabat karib.

"benar juga, tahun depan kakak sudah akan lulus" Susan tertunduk lesu menyadari kakaknya sudah tidak akan lagi bersamanya tahun depan.

"kakak sudah memilih Universitas yang ingin kakak masuki?" Susan menengok ke arah kakaknya.

"sudah, ya walaupun bukan sepenuhnya pilihan kakak sih tapi lebih ke pilihan ibu" jawab Kartika.

"jangan-jangan, Universitas Garuda Pancasila" terka Susan.

"yup, bener banget, Kakak di masukkan kesana karena alasan Senshado, kakak akan jadi bagian dari tim nasional tingkat universitas" jawab Kartika dengan bangga.

"kakak, tidak masalah kah begitu?" tanya Susan bingung melihat kakaknya begitu senang dengan universitas yang di pilihkan ibu mereka.

"hmmmm, enggak kok" jawab Kartika singkat. "malahan menurut kakak, kamu itu lebih enak, ibu memberikan kamu kebebasan untuk memilih jalanmu sendiri, hal yang mustahil kakak dapat sebagai anak pertama" lanjut Kartika menjelaskan kondisi yang di alaminya sebagai anak pertama yang tidak mendapatkan banyak kebebasan .

Susan terenyuh mendengar hal itu, selama ini ia selalu mengejar apa yang diraih oleh kakaknya itu dan tidak menyadari jika ia memiliki lebih banyak kesempatan dari kakaknya.

"Kakak juga heran, kenapa sih kamu juga ikut Senshado?" tanya Kartika bingung. Ia sendiri tidak pernah menanyakan alasan mengapa adiknya mengikuti langkahnya kedalam bidang yang penuh dengan tekanan dan kompetisi itu.

"ehh, anu... kenapa ya?" ucap Susan gugup, pandangannya terpecah kesana kemari.

"apakah karena kakak?" terka Kartika sambil mendekatkan tubuhnya ke adiknya.

"ng…nggih" jawab Susan pelan dengan tertunduk.

"Kakak tersentuh kalau Susan mau jadi seperti kakak di Senshado, tapi Susan tidak perlu jadi seperti kakak seutuhnya" ucap Kartika sambil tersenyum.

"tapi kakak sangat sempurna dimata Susan, dan di mata ibunda juga…..kayaknya" ucap Susan menjelaskan mengapa ia sangat ingin menjadi seperti kakaknya dan mengikuti bidang yang kakaknya jalani.

"kamu belum tahu saja jeleknya kakak gimana, kakak ga lebih dari orang orang pada umumnya kok, kakak juga punya kekurangan" lanjut Kartika menjelaskan dengan senyum namun adiknya itu masih terlihat kebingungan.

"yang terpenting adalah menerima kekurangan itu dan berusaha buat memperbaiki diri, bukan untuk orang lain tapi untuk diri kamu sendiri" lanjut Kartika. Susan menjawab nasihat itu dengan anggukan dan senyumannya.

Keduanya larut dalam obrolan yang hangat dan sangat interaktif sampai mereka hampir melewatkan penerbangan mereka, beruntung seorang security mendatangi mereka dan memberitahukan jika pesawat mereka akan segera berangkat. Susan dan kakaknya melanjutkan perjalanan mereka menuju Jawa, selama perjalanan itu Susan lebih sering tidur, Kartika dengan sangat perhatian menjaga adiknya yang terlelap di sebelahnya, menutupi tubuhnya dengan selimut, membenarkan posisi bantalnya, dan sesekali mengelus rambut hitam pekat yang tertarik ke belakang oleh sanggul yang selalu menemaninya.

Next chapter