webnovel

Pagi Bersama... | Pukul 08.08

"Selamat pagi."

"Sini."

Jasmine turun dari vespa putihnya dan membuka bagasi motornya. Dia mengambil kotak makanan yang berisi makanan kucing.

"Ayo sini. Ayo, ayo, cepat." Dia memanggil kucing-kucing liar yang ada di jalanan.

Hebat. Kucing-kucing itu mengikuti langkah kakinya ke pinggir jalan seperti sedang jalan berbaris.

Seperti biasa. Di bawah pohon mangga yang rindang, Jasmine memberi makan beberapa ekor kucing itu. Disana juga sudah ada kotak makanan kucing yang di letakkan di atas pagar.

"Nah ayo makan semuanya."

Tangannya mengusap satu persatu kucing yang lahap menyantap sarapannya.

"Whoo... laper banget ya kamu. Nikmati sarapanmu sayang-sayangku. Aku ke kampus dulu. Oke?"

Kebahagiaan di pagi hari yang sederhana. Melihat kucing-kucing liar itu bisa menikmati makanannya adalah suntikan energi yang positif.

Jasmine memang pencinta hewan. Terutama kucing. Setiap hari, dia melewati jalan di dekat rumahnya yang di kenal banyak kucing liarnya. Kucing-kucing itu seperti sudah paham kapan waktunya Jasmine akan datang untuk memberinya makan. Setiap pagi mereka semua menunggu di trotoar, dan ketika suara motor Jasmine datang, tanpa dikomando, semua langsung mendekat. Seolah berebut perhatian. Mereka saling menggelayut di kaki Jasmine. Rasanya sebutan kucing liar itu tidak berlaku saat bersamanya.

"Sampai jumpa besok."

Setelah memastikan semua kucing mendapatkan makanannya, dia kembali ke vespanya. Jam pertama dimulai pukul 09.00. Semoga tidak terlambat dan tidak ada kejadian aneh di lampu merah. Seperti yang sudah-sudah.

***

Tidak ada angin tidak ada hujan, pagi ini tiba-tiba Serena datang ke rumah Gino. Tapi sayang, Gino sedang tidak ada di rumah. Yang ada hanya Wilan dan Maya. Jadilah Serena berbincang dengan kedua orang tua Gino.

"Kita belum ketemu orang tuamu Serena. Gimana kabar Papa kamu? Kayaknya mereka betah banget ya di Australia?"

"Iya, om. Mereka baik-baik aja. Minggu lalu Papa sama Mama pulang. Ada yang harus di urus di Indonesia katanya. Tapi bakal balik lagi sih. Papa bilang bisnisnya disana berjalan lebih baik, jadi mungkin lebih lama lagi di Australia."

"Oh, sayang. Sepertinya kita harus liburan ke Australia bulan depan. Kita bisa mengunjungi mereka disana. Aku nggak mau kamu terlalu stres mikirin kerjaan. Dan berat badanku juga mulai naik sayang, karena makan terus di rumah. Jadi, kita harus jalan-jalan. Gimana?"

"Maya, kamu mau diet atau memang butuh refreshing? Nggak ada jaminan liburan bisa menurunkan berat badan. Yang ada malah berat badanmu semakin naik."

"Sayang, ayolah," rengeknya.

"Om Wilan benar. Tante Maya badannya udah bagus."

"Serena, kamu tau gimana penampilanku waktu masih jadi model? Lebih bagus dari sekarang. Sekarang aku terlalu banyak makan," Ucap Maya yang begitu bangga dengan penampilannya sendiri ketika masih muda.

Tak lama setelah mereka membahas diet, Kiki datang dari dapur dengan menenteng piring berisi donat berbagai varian rasa.

"Silahkan, Bapak, Ibu dan Mbak Serena."

"Kiki, kita baru aja bahas diet, loh. Kamu malah bawa donat."

"Maaf, Bu. Tapi semalam Ibu bilang mau dibikinin donat. Jadi Kiki pikir mumpung ada Mbak Serena, jadi sekalian. Biar Mbak Serena cicipi donat saya, gitu Bu,"

"Yaudah, Ki. Terima kasih ya."

"Iya, Pak. Saya permisi dulu."

"Ah, Serena. Kamu harus cobain donat bikinan Kiki. Ini enaaakk banget."

"Oh iya Tante."

Wajah kagetnya tidak bisa bohong. Sebenarnya Serena sangat ingin makan semua varian donat itu, tapi disisi lain dia juga takut berat badannya akan bertambah. Itu hal yang sangat tidak diinginkan. Bagaimana pun dia harus menjaga berat badannya agar tetap ideal. Tapi melihat donat-donat itu... Akhirnya Serena mengambil donat dengan toping coklat. Dan mulai memakannya. Setelah satu gigit, Serena melihat Maya hanya memperhatikannya.

"Tante Maya nggak mau makan juga?"

"Ini spesial buat Kamu, sayang. Masalah Tante mah gampang. Nanti Kiki bisa bikin lagi. Kalau kamu mau, kamu bisa habisin semua."

"Ah Tante curang nih. Masa aku doang yang makan? Ntar aku gendut sendirian dong?"

*Telepon Wilan berdering*

Wilan pamit untuk mengangkat telepon. Meninggalkan perbincangan dua perempuan yang sama-sama takut berat badannya bertambah. Tapi, bedanya Serena lebih parah dari pada Maya. Mungkin karena Maya sudah bersuami dan suaminya juga tidak terlalu menuntut dia. Sedangkan Serena mengharuskan itu.

Satu biji donat habis, Serena kembali mengambil satu donat lagi. Lalu dia menawarkan kepada Maya juga. Tak cukup sampai disitu, Serena akhirnya mengajak Maya untuk memesan Pizza, Burger dan Hotdog. Dan Maya langsung menyetujui. Disini Maya dan Serena seperti bertemu dengan orang yang saling mengerti satu sama lain. Partner yang sangat klop.

15 menit menunggu, pesanan datang. Dua perempuan beda generasi itu pun menikmati beberapa fast food yang mereka pesan. Serena sangat lahap menyantap blackpaper beef burger kesukaannya. Dan tak lupa juga donat Kiki. Semuanya habis. Hanya tersisa tiga potong Pizza.

Tidak terasa, bincang-bincang Maya dan Serena menghabiskan begitu banyak donat, Pizza, burger dan hotdog. Seperti tersengat aliran listrik. Baru tersadar apa yang baru saja dilakukan, Serena pamit ke kamar mandi.

"Ehh, Tante maaf, aku boleh ke kamar mandi bentar?"

"Oh tentu saja boleh dong. Silahkan. Anggep aja rumah sendiri sayangku."

Serena berjalan sedikit berlari. Kebetulan kamar mandi bawah tidak jauh dari ruang tengah. Tempat dimana biasanya keluarga Abiyaksa berkumpul. Tinggal jalan lurus dan belok kanan, ada di samping tangga, sudah sampai di kamar mandi.

Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar, dia masuk dan mengunci pintu kamar mandi. Serena pun memuntahkan makanan yang baru saja dia makan. Bahkan dia memaksakan diri agar makanannya itu bisa keluar lagi. Dia merasa bersalah sudah lepas kendali dengan makan begitu banyak. Untuk itulah dia memaksakan diri memuntahkan makanannya.

Setelah kejadian itu, dia kembali menemui Maya dan bertingkah seolah baik-baik saja.

"Ah Serena," panggil Maya begitu melihat Serena keluar dari kamar mandi.

Memasang wajah tenang, Serena datang menghampiri Maya. Meskipun sejujurnya dia sedikit panik akibat fast food menyesatkan itu.

"Tante bosen banget nih di rumah. Om Wilan mendadak harus meeting. Gimana kalau kita jalan-jalan. Kita shopping, mani pedi. Kebetulan Tante juga mau ganti warna kuku," terang Maya sembari mengamati kuku-kuku tangannya.

Serena menyambut ajakan Maya dengan semangat dan senang hati, "Ide bagus Tante. Yaudah yuk. Tunggu apalagi?"

"Ok. Kamu tunggu sebentar. Tante mau ambil tas dulu."

Maya dan Serena memang kompak kalau soal jalan-jalan dan belanja. Iya memang, rata-rata perempuan suka belanja. Tapi dua perempuan ini terlalu berlebihan. Kalau sudah belanja pasti lupa waktu. Itu sudah bisa dipastikan. Bahkan pernah suatu hari, Maya benar-benar menghabiskan satu hari penuh hanya untuk shopping saja. Sampai-sampai kesulitan membawa barang belanjaannya. Saat itu Wilan lagi ada kerjaan di luar kota. Dan dia ada di rumah sendirian. Karena Gita ada di rumah orang tua Rio, dan Gino, memilih untuk tinggal sementara di hotel. Iya, tentu saja. Mana mau dia hanya berdua dengan Maya di rumah itu. Jika disuruh memilih antara di rumah besar itu tapi hanya berdua saja dengan Maya atau tidur di emperan toko, pasti Gino lebih memilih yang kedua. Meskipun Cuma satu atau dua jam, tidak akan pernah dia mau serumah hanya berdua saja dengan perempuan yang amat dibencinya itu.

Next chapter