Dari mana aku berasal. Dimana aku tumbuh. Seperti apa kehidupanku. Semua berbeda. Tidak ada yang bisa melawan takdir. Tidak ada yang bisa memutar waktu. Garis tangan Tuhan sudah membawaku sampai pada titik sekarang. Aku tumbuh bersama dengan harapan-harapan yang seolah menjanjikan keindahan. Harapan yang sejatinya ku ciptakan sendiri. Harapan yang ku pikir akan kokoh, nyatanya sewaktu-waktu bisa roboh. Setiap hari, setiap minggu, setiap malam, harapanku selalu hancur. Lalu, dimana lagi aku menemui semangat? Apakah ini pertanda bahwa alam menginginkanku untuk menyerah? Atau malah ingin menguji, seberapa hebat aku bisa melalui. Seberapa kuat aku bisa bertahan. Dari banyaknya kehancuran, ada satu yang belum mati. Dia adalah hati. Yang masih memiliki rasa. Rasa yang tersisa sejak kejadian malam itu.
"Jasmine, ada cerita apa hari ini?"
Panggilan Galina membuyarkan lamunannya. Tiba-tiba saja sahabatnya itu sudah berdiri disampingnya.
"Apa. Cerita apa?"
"Ya... kali aja ada kejadian lucu lagi, karena kecerobohan kamu."
"Galina, nggak lucu ya."
"Iya emang aku nggak lucu. Yang lucu itu kamu kalau lagi bengong gini. Rambutnya keriting, hidung mancung, kulit putih, mata indah. Kayak boneka tau nggak. Ini kalau ada pangeran lewat, pasti dia langsung jatuh hati sama kamu."
"Apa sih Galina. Pangeran apa? Siang-siang jangan suka halu, ntar kesambet."
"Galina, ada tamu tuh."
Seorang rekan kerja mereka bernama Dian, membubarkan perbincangan antara dua sahabat itu. Galina pergi melayani pengunjung, dan Jasmine kembali ke meja kasir.
Jasmine bekerja sebagai seorang kasir di Coffee Shop Dark Blue. Biasanya dia full bekerja di hari Sabtu dan Minggu. Untuk hari Senin sampai Jumat, jadwal kerjanya menyesuaikan jadwal kuliah. Bersyukur. Jasmine sangat bersyukur sekali memiliki bos yang sangat memahami keadaannya. Dari semua karyawan Dark Blue, hanya dirinyalah perempuan yang statusnya sebagai mahasiswi. Kalau yang laki-laki, ada beberapa yang masih kuliah. Dan katanya, tempat kuliah dan tempatnya bekerja itu masih satu kubu. Alias ada di bawah penanganan perusahaan yang sama.
Karena weekend, kondisi Dark Blue lebih ramai dari biasanya. "So, Jasmine bersiaplah untuk lebih sabar. Karena pasti akan lebih capek dari biasanya." Ucapnya dalam hati.
Dua jam bekerja, ponselnya tak henti bergetar, tanpa disadari. Setelah panggilan ke-17, barulah dia bisa mengangkat telepon, yang ternyata dari Mamanya.
Saat itu juga dia panik. Takut terjadi sesuatu dengan Mamanya. Dan ternyata memang benar. Sesuatu telah terjadi di rumah.
"Baik, aku akan pulang. Tante Hulya tolong jaga Mama dulu sampe aku dateng ya," ucapnya panik.
Setelah itu dia langsung pergi meninggalkan meja kasir. Tidak peduli lagi bagaimana reaksi bosnya. Pikirnya urusan bos bisa diurus nanti. Entah akan berakhir pemecatan atau dimaafkan, dia tidak peduli. Yang terpenting sekarang adalah pulang dan menyelamatkan Mamanya.
Sebelum pergi, tidak lupa dia bilang ke salah satu temannya bahwa dia harus meninggalkan pekerjaannya karena ada urusan yang mendesak dan itu penting. Bersyukur lagi. Semua karyawan tidak ada yang iri. Semua saling paham satu sama lain. Mereka tahu, bahwa semua yang ada di Dark Blue ini sedang berjuang. Untuk keluarga, untuk anak/istri, atau untuk diri sendiri. Itulah sebabnya tidak ada diantara mereka yang saling menjatuhkan atau saling sikut menyikut. Yang ada malah saling suport satu sama lain. Jasmine benar-benar beruntung karena berada di tempat yang tepat dan diantara orang-orang yang tepat.
"Mau kenapa Yas?"
"Ada urusan sebentar."
Seolah tidak punya waktu untuk sekedar menjawab pertanyaan Galina, Jasmine terus berjalan dengan langkah cepat menuju parkiran.
"Ada apa lagi ini Ma?" gerutunya saat sudah ada di atas vespa putihnya.
Helm baru saja terpasang di kepala, tiba-tiba ada yang menyeruduknya dari belakang sampai ia terjatuh.
Braakkk...
"Aauu..."
Dia lihat sebuah super car jenis Ferrari berwarna hitam. Entah karena tidak tahu, atau memang tidak peduli, pemilik mobil mahal itu malah memarkir mobilnya sekitar 5 meter di sebelah vespa Jasmine yang masih terguling.
Bangun dari tempatnya jatuh, Jasmine yang saat itu memakai setelan Jeans hitam dan Sweater Maroon, tampak menahan amarahnya. Dengan rambut keriting yang di cepol ke atas, dia lantas berkacak pinggang. Menunggu si pemilik mobil keluar dan berharap orang itu meminta maaf. Tapi, harapan Jasmine terlalu indah. Si pemilik mobil itu justru tidak menengoknya sama sekali. Begitu keluar mobil, dia pakai kaca mata hitamnya, setelah itu dia sibuk berbicara di telepon dan meninggalkannya begitu saja.
Tidak terima, Jasmine buru-buru mengejar. Meminta pertanggung jawaban.
Kini dia ada di depan lelaki pemilik mobil itu.
"Maaf. Kamu tau caranya minta maaf kan?"
Lelaki itu bingung. Kenapa tiba-tiba ada perempuan yang menyuruhnya minta maaf. Dia lepas kaca matanya, lalu menutup teleponnya.
Dia lihat wajah Jasmine yang masih menahan amarah.
"Lihat," Jasmine menunjuk ke arah vespanya. "Karena ulah kamu, vespaku..."
Belum juga melanjutkan kalimatnya, lelaki itu tiba-tiba mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya, dan mengambil tangan Jasmine lalu bilang, "Segini cukup?"
"Maksudnya apa?"
"Ya, lo pasti minta ganti rugi kan?"
"Eh. Kamu pikir aku..."
Lagi-lagi kalimat Jasmine terpotong. Lelaki itu kembali memakai kaca matanya dan meninggalkan Jasmine sendiri.
"Dasar laki-laki sombong. Kamu pikir kamu siapa? Anak raja? Bisa seenaknya gitu sama orang lain," teriaknya.
Tidak peduli sama sekali. Lelaki itu terus berlalu memasuki Dark Blue.
Merasa tidak terima dengan perilaku lelaki itu, dan bukan uang yang dia minta, Jasmine memilih untuk meninggalkan uang tersebut diatas mobil mewah lelaki itu. Dan karena takut terbawa angin, Jasmine mengakalinya dengan meletakkan batu bata diatas uangnya.
"Rasain." tawanya terkekeh. Sebelum meninggalkan mobil Ferrari itu dia melihat plat nomornya B 91 NO. Jaga-jaga kalau sewaktu-waktu dia bertemu lagi dengan mobil itu. Paling tidak dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan.
Vespanya masih bisa berjalan dengan normal. Hanya ada sedikit goresan di sebelah kanan. Tidak masalah nanti bisa diperbaiki.
Jasmine menyadari bahwa pasti ada sesuatu yang terjadi dalam setiap perjalanan. Sesuatu yang baik atau tidak baik? Tuhan tidak menyuruhnya untuk memilih antara yang baik atau tidak. Tuhan hanya meminta keluasan hati untuk menerima. Jika itu baik terima dengan syukur dan jika itu tidak baik, terima dengan hati yang lapang.
Sebenarnya tanggung jawab yang di maksud Jasmine adalah tanggung jawab untuk minta maaf. Karena sudah membuatnya jatuh. Sesuai dengan etika manusia kepada manusia lain ketika berbuat salah. Bukan dengan memberi uang dan menganggap semua masalah beres.
Saat ini memang kita hidup di era, di mana orang-orang yang memiliki uang lebih, merasa paling mudah menyelesaikan masalah hanya dengan uang. Dengan uang, mereka bisa membuat orang-orang yang bersuara menjadi diam, dan orang-orang yang diam bisa bersuara. Entah diam yang mereka lakukan itu karena kebaikan atau menghilangkan kesalahan. Entah suara yang mereka gaungkan itu karena kebenaran, atau hanya sebuah pencitraan.
Menjadi manusia yang masih ingat kodratnya sebagai manusia adalah sikap yang saat ini hampir punah. Banyak manusia yang masih perlu belajar arti peduli. Sebab banyak suara yang semakin tidak terdengar. Bumi ini terlalu bising, karena banyak di huni manusia yang bersikap seolah paling benar diantara yang lain. Terlalu mudah menyalahkan manusia lain. Dan terlalu angkuh untuk mengakui kesalahan. Mereka berjalan di jalur yang salah, tetapi merasa berada di koridor yang paling benar. Sehingga segudang kata maaf yang semestinya mendiami hati nurani, dengan sengaja dimatikan. Karena merasa bahwa dirinya terlalu tinggi untuk mengucap kata maaf. Miris.