Wajah Anastasia seketika pucat. Keringat dingin mengalir tiada henti. Tangannya gemetar diikuti dengan denyut jantung yang berdetak cepat. Dia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Langkah kaki madam Theresa semakin mendekat ke arahnya. Pikirannya mulai tidak tenang. Badannya menolak untuk bergerak. Dia hanya bisa membenamkan kepalanya diantara kedua kakinya.
Suara langkah kaki semakin terdengar dengan jelas. Anastasia hanya terus terdiam. Dia hanya bisa pasrah jika madam Theresa berhasil menemukannya. Langkah kaki madam Theresa tiba-tiba terhenti, seseorang memanggil namanya dan dia kembali berjalan menjauhi posisi Anastasia.
"Astaga, hampir saja."
Anastasia hanya bisa menghela napas panjang dan berusaha untuk tetap tidak bersuara. Beberapa menit kemudian, langkah kaki terdengar samar dan menjauh dari posisinya. Anastasia kembali mengintip dari celah-celah anak tangga untuk memastikan hal itu.
"Ok, tampaknya sekarang sudah aman."
Dia mempercepat langkah kakinya menuju ke kamarnya. Setelah sampai di depan pintu kamar, Anastasia dengan cepat memutar gagang pintu dan langsung masuk tanpa melihat sekeliling.
"Untunglah, aku tidak ketahuan."
Dia menyeka keringat di keningnya dan menarik napas yang dalam. Rasa penasarannya membuatnya semakin yakin bahwa madam Theresa menyembunyikan sesuatu dari mereka. Dia sebenarnya ingin memberitahukan informasi ini kepada Bianca, tetapi waktunya sekarang kurang tepat.
Beberapa menit kemudian, terdengan bunyi ketukan pintu dari luar ruangan. Anastasia segera berlari ke arah pintu dan langsung membukanya. Seorang wanita berbadan gemuk dengan rambut hitam miliknya berdiri di depan pintu Anastasia.
"Madam Nigera, ada apa?"
"Anastasia, madam Theresa memanggilmu." Nigera lalu berjalan meninggalkan Anastasia. "Dia menunggumu di lantai bawah."
"Aneh, apa yang diinginkan madam Theresa?"
Anastasia berjalan menuruni anak tangga menuju ke lantai bawah. Beberapa meter di depannya, terlihat seorang wanita tinggi dengan pakaian serba hitam. Di sampingnya terlihat seekor anjing hitam besar dengan bulu lebat.
"Madam, ada apa memanggil saya?"
Wanita itu berbalik dan memperlihatkan wajahnya." Ah, Anastasia. Aku memiliki tugas khusus untukmu."
Sosok itu ternyata Madam Theresa. Dia ingin memberikan tugas khusus kepada Anastasia yaitu membawa anjing kesayangannya pergi bermain. Dia lalu melemparkan tali pengekang milik anjingnya ke arah Anastasia.
"Aku ada urusan jadi harus ada yang menemani Tn.Wolfy ," ucapnya sambil mengelus leher anjing itu
Anastasia seketika mengernyitkan alisnya. Dia melihat anjing itu memiliki gigi taring yang cukup tajam serta diikuti dengan cairan saliva yang tiada henti ke luar dari mulutnya. "Madam, tapi aku …."
"Hei! Ingat posisi kamu sekarang." Suaranya seketika meninggi. Matanya melotot melihat Anastasia. "Kamu itu bisa hidup dari siapa kalau bukan dariku!"
Kepala Anastasia semakin memanas, Dia terus mengepalkan tangannya dan berusaha meredam amarah di dalam hatinya. Dia sangat ingin menghancurkan muka wanita itu hingga tidak berbentuk. Akan tetapi, dia harus menerima kenyatan bahwa hidupnya memang hanya tergantung dengan Madam Theresa.
"Baiklah, aku akan membawa Whiskey ke taman kota," ucapnya dengan suara lemas.
"Bagus, aku suka anak yang mendengar perintahku."
Wanita berambut putih itu berjalan meninggalkannya. Anastasia perlahan membawa ke luar anjing itu pergi berjalan menuju taman. Akan tetapi, hal itu tidak semudah yang dibayangkan. Anjing itu beberapa kali melompat dan berusaha melepaskan diri. Anastasia juga harus berusaha menarik tali pengekang anjing itu agar dia bisa mengendalikannya. Ukuran wolfy dibilang cukup besar untuk seekor anjing, sehingga membuat Anastasia kesulitan untuk mengendalikannya. Keringat terus bercucuran di wajah. Amarah Anastasia sudah mulai tidak bisa dikendalikan.
Dia lalu berhenti melangkah dan langsung menatap anjing itu dengan tatapan sinis. "Hei Wolfy, ikuti perintahku dan aku akan membawamu pulang."
Ucapan itu membuat bola mata Wolfy seketika membesar. Telinganya turun dan kepalanya terus menunduk. Anjing itu akhirnya mengikuti perintah Anastasia dan berjalan dengan tenang menuju taman kota. Beberapa lama kemudian, Anastasia sampai di taman kota. Akan tetapi, ada yang membuat perasaannya tidak senang. Dia merasa bersalah karena memarahi anjing ini.
Apakah, aku terlalu kasar kepada anjing ini?
Anastasia hanya menggelengkan kepalanya. Dia merasa sifatnya seperti madam Theresa. Anjng itu hanya terus menundukkan kepalanya dan ekornya disembunyikan di antara kedua kakinya. Anastasia merasa iba melihat perubahan sifat anjing ini. Dia perlahan menarik napas lalu membuka tali pengekang anjing itu.
Aku merasa kamu setidaknya perlu kebebasan, bukan?
Anastasia menatap bola mata anjing itu. Telinga anjing itu perlahan naik, dia tidak lagi menyembunyikan ekornya, anjing itu melompat dan berlarian di tengan taman seorang diri. Anastasia yang melihat anjing itu bahagia hanya bisa tersenyum melihatnya. Sebuah kursi sandar berwarna putih terlihat tidak jauh dari posisinya.
Dia memutusukan untuk duduk di sana sambil melihat Wolfy berkeliaran dan melompat dengan bahagia. Namun, ketika dia sedang asyik mengamati Wolfy dari jauh. Dia mendengar suara seseorang menangis. Anastasia berusaha melupakan suara itu dan menganggap itu hanya khayalannya saja. Dia kembali mengamati Wolfy, tetapi suara itu terdengar semakin jelas di telinganya.
Itu suara tangisan siapa? Apakah sebaiknya aku mencari sumbernya?
Rasa penasarannya membuatnya mengambil keputusan meninggalkan Wolfy seorang diri. Dia berjalan mengikuti suara tersebut hingga akhirnya dia melihat seorang anak laki-laki yang terlihat dipukuli dengan beberapa anak yang lainnya.
"Tolong, hentikan. Aku sama sekali tidak membuat kesalahan apa pun." Suara rintihan anak itu terdengar jelas diikuti dengan isak tangis. "Apa yang aku telah lakukan kepada kalian?" Dia hanya bisa membenamkan kepalanya dan tidak melihat ke depan sedikit pun.
"Ah, kamu jangan banyak bicara. Kamu harus mati penyihir!" teriak salah seorang anak itu lalu menendang anak yang meminta pertolongan itu hingga dia terjatuh.
"Sial! Mereka masih bocah tapi sudah bertindak seperti orang dewasa. Aku harus memberi mereka sedikit pelajaran."
Anastasia yang geram melihat kelakukan anak-anak pembully itu lalu berjalan mendekat. Dia lalu menarik salah satu kuping anak pembully tersebut hingga dia meronta kesakitan.
"Hei, kamu siapa! Apa yang kamu lakukan!"
"Hei bocah, kamu masih kecil sudah senang menyiksa orang rupanya." Tangannya semakin keras menarik telinga anak itu hingga telinganya terlihat merah. "Ini akibat jika bertindak sewenang-wenang."
"Sial! Apa yang kamu lakukan wanita jelek," ucap salah satu anggota pembully itu. "Kamu itu sudah …."
Anastasia yang geram langsung memukul wajah anak itu hingga berdarah. Matanya seketika berkaca-kaca dan langsung menangis. Anastasia lalu mendekatkan wajahnya dan menatap anak itu dengan tatapan mengerikan miliknya.
"Hei, sekali lagi aku melihat kalian memukulnya. Aku akan membuat wajah kalian menjadi tidak berbentuk!"
"Aku pasti akan melaporkan hal ini kepada orang tuaku, tunggu saja."
Anak pembully serta anggota pergi meninggalkan Anastasia dan berlari entah ke mana. Anastasia lalu membantu anak yang menjadi korban bullying itu. Anastasia berusaha untuk membuat anak itu berbicara, tetapi anak itu hanya terus menundukkan kepala dan tidak membalas ucapan Anastasia sedikit pun.
"Baiklah, kalau kamu tidak ingin berbicara sekarang. Akan tetapi, aku merasa lukamu harus dibersihkan."
Anak berambut putih itu hanya membalas ucapan Anastasia dengan anggukan kecil. Anastasia lalu membantu anak itu berjalan hingga sampai di kursi taman tempat Anastasia duduk.
Anastasia lalu mengambil sebauh kain kecil dari dalam saku celananya. Dia berlari ke arah wastafel cuci tangan yang berjarak tidak jauh darinya. Dia kemudian membawa kain yang telah dibasahi dan menyeka bekas luka milik anak itu.
"Ok, sekarang aku harus membersihkan lukamu terlebih dahulu." Anastasia perlahan meletakkan kain di wajah anak tersebut.
"Terima kasih, Kak," ucapnya dengan suara lemah.
"Hei, kamu bisa memanggilku Anastasia. Salam kenal," ucapnya dengan senyum yang terukir jelas di bibirnya.
"Namaku Markus Gideon, tetapi orang memanggilku Gideon."
"Gideon, kenapa anak-anak itu memukulmu?" tanya Anastasia penasaran.
Gideon lalu menjelaskan bahwa anak-anak itu sudah lama mengincarnya. Anak-anak itu mengatakan bahwa mereka jengkel dengan sifat Gideon yang hanya berpura-pura baik, agar bisa memiliki teman. Mereka juga sering mengatakan Gideon sebagai anak yang aneh. Ditambah lagi dengan usaha orang tuanya yang merupakan pengolah karnaval keliling membuatnya semakin di cap buruk oleh anak-anak seusianya. Anastasia yang mendengar ucapan itu merasa heran dengan hal itu.
"Astaga, jadi hanya hal sepele itu kamu dibully?"
Gideon membalas ucapan Anastasia dengan anggukan kecil. "Iya, Kak."
"Apa yang salah dengan memiliki orang tua yang memiliki pekerjaan itu?" tanya Anastasia penasaran. "Hei, aku merasa pekerjaan kedua orang tuamu itu sangat keren."
Mata Gideon seketika berbinar mendengar ucapan Anastasia. Dia sama sekali belum pernah mendapatkan perkataan yang baik dan terus tersenyum lebar. Dia kemudian bertanya mengenai keberadaan orang tua Anastasia. Anastasia menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah melihat keberadaan orang tuanya dari dulu. Dia juga menjelaskan bahwa sekarang tinggal di panti asuhan "Happy Life".
"Maafkan atas kelancanganku, Kak." Bola mata cokelat anak itu seketika membesar. Dia dengan cepat menutup mulutnya menggunakan tangan.
"Haha… aku sudah terbiasa, Gideon." Anastasia menepuk pundak Gideon. "Tenanglah aku tidak menghukummu."
"Jadi, Kakak yang seorang diri di sana?" tanya Gideon semakin penasaran. "Bagaimana dengan keadaan di sana?"