Matahari bersinar dengan cerah di langit. Awan putih menghiasi langit biru yang terbentang luas. Kicauan burung terdengar sangat merdu membuat semuanya terasa menyenangkan. Akan tetapi, hal itu tidak bisa dirasakan oleh semua anak panti asuhan Happy Life.
Semua anak di panti asuhan setiap pagi harus mengerjakan pekerjaan rumah. Hal itu mungkin terdengar sederhana, tetapi tidak untuk seorang gadis bernama Anastasia. Gadis berambut merah itu setiap paginya harus membersihkan setiap ruangan yang berada di lantai 1 dan 2, membersihkan toilet, membuang sampah dan mengikuti kelas tata krama yang selalu diadakan di panti ini setiap hari.
Hari ini rasanya sama seperti hari sebelumnya. Dia membuka matanya dan hal pertama yang terlihat di depannya langit-langit ruangan cokelat yang kembali dipenuhi dengan sarang laba-laba.
"Aku sepertinya telah membersihkan kamar ini, tetapi kenapa laba-laba ini terus bermunculan," ucapnya dengan menggerutu. "Ah, sudahlah aku merasa sebaiknya bergegas sebelum Madam Theresa datang dan memarahiku."
Dia mengambil handuk putih yang tergantung di samping kursi dan segera berlari menuju ke lemari pakaian. Tangannya perlahan membuka lemari cokelat tua yang terlihat cukup rapuh untuk disentuh lalu memilih pakaiannya untuk hari ini. Dia lalu menarik sehelai baju putih polos yang berwarna kusam dan segera menggantinya.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Suara itu terus terdengar berulang kali tanpa jeda. Dia hanya bisa menghela napas dan berjalan mendekati pintu itu dan memutar gagangnya. Di depannya terlihat seorang wanita berambut pirang mengerutkan alis diikuti dengan suara menggerutu.
"Bi?"
"Nas, kita harus bergegas turun ke bawah." Bianca dengan cepat menarik tangan Anastasia. "Madam Theresa akan memarahi kita."
"Eh, memangnya ada apa?" Anastasia mengerutkan alisnya.
Bianca tidak membalas perkataan Anastasia dan terus berjalan tanpa berpaling melihatnya. Mereka dengan cepat menuruni satu per satu anak tangga tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.
"Bi, memangnya kita mau ke mana?" tanya Anastasia dengan napas terengah-engah.
"Nas, ayolah cepat ke sini." Bianca berhenti di depan sebuah pintu
Dia merasa Bianca hari ini menunjukkan hal yang aneh. Beberapa menit kemudian, mereka perlahan mendorong pintu dan terlihat beberapa anak-anak yang berbaris dengan rapi. Mereka berjalan mendekat dan berusaha untuk masuk ke dalam barisan itu. Akan tetapi, seseorang menarik tangan mereka berdua dan langsung membawa Bianca dan Anastasia di hadapan wanita berambut putih itu.
"Argh! Kalian telat lagi. "Tatapannya langsung menatap ke arah Bianca dan Anastasia.
"Maafkan kami, Madam Theresa." Anastasia terus menundukkan kepalanya tanpa melihat wajah sosok yang berbicara itu.
"Ini bukan sepenuhnya kesalahan Anas," ucapnya Bianca berusaha membantu Anastasia. "Aku juga tidak memberitahu mengenai perubahan jadwal yang telah dibuat."
Anastasia heran mendengar ucapan Bianca. Matanya melirik ke arah Bianca. Dia berusaha bertanya kepadanya, tetapi tampaknya sekarang mereka berada di posisi yang tidak aman. Wanita berambut putih lalu berjalan mendekat ke arah mereka dan mengangkat dagu mereka berdua.
"Kalian seharusnya memberikan contoh yang baik kepada adik-adik kalian," ucapnya diikuti dengan nada menggerutu. "Aku merasa kalian harus mendapatkan sedikit pelajaran atas tindakan yang kalian lakukan."
"Madam, tapi kami hanya terlambat beberapa menit saja." Anastasia membesarkan bola matanya. Dia mengerutkan alisnya dan terlihat berusaha membela dirinya. "Kami berjanji tidak akan melakukan hal ini lagi."
"Ini sudah keberapa kalinya kalian terlambat dan aku masih terus percaya dengan perkataanmu. Akan tetapi, sekarang kalian harus tetap mendapatkan hukuman agar adik-adikmu tidak mengikuti contoh buruk yang kalian tunjukkan kepada mereka."
"Madam, tapi …."
Madam Theresa lalu menepuk tangannya hingga suara tepukannya terdengar seisi ruangan. Tidak lama kemudian, seorang wanita berbadan agak gemuk datang dengan membawa sebuah ember dan beberapa pel di tangan lainnya. Dia lalu meletakkan ember itu di hadapan Bianca dan Anastasia.
"Hukuman kalian adalah membersihkan semua ruangan yang berada di rumah ini." Mata cokelat madam Theresa melihat sekeliling dan menunjuk setiap ruangan yang berada di sana.
"Hah!" Bianca ikut membesarkan matanya. "Madam, tapi kami sudah membersihkan semuanya."
"Iya, aku dan Bianca sudah membersihkan semuanya mulai dari lantai 1 dan lantai 2." Anastasia berusaha untuk menyakinkan ucapan Bianca.
"Oh, betulkan demikian?"
Madam Theresa berjalan ke sebuah meja yang berada di ujung ruangan. Tangannya lalu mengambil sebuah gelas yang berisi minuman yang diletakkan di atas meja bulat lalu menuangkannya di lantai.
"Oops aku menumpahkan sesuatu. Kalian sepertinya harus membersihkannya kembali," ucapnya sambil perlahan menuangkan cairan itu ke lantai dengan wajah tersenyum.
"Sial apa yang …."
Aliran panas terasa hingga mencapai ubun-ubun kepala Anastasia. Dia terus mengepalkan tangannya dengan erat dan tatapannya menatap tajam madam Theresa. Bianca yang melihat gerakan Anastasia yang terlihat akan menyerang madam Theresa dengan cepat menarik tangannya.
"Bi, apa yang kamu lakukan?" Anastasia perlahan memutar kepalanya ke arah Bianca. "Wanita tua ini harus diberi sedikit pelajaran."
"Anas, sudahlah kamu harus tenang." Bianca berusaha membuat Anastasia tenang. "Kita sebaiknya mengikuti perintah wanita ini," ucapnya dengan suara rendah.
"Bi, tapi sampai kapan kita harus mengikuti kemauan wanita gila ini." Anastasia terus mengepalkan tangannya hingga urat tangannya sedikit terlihat. "Aku sudah muak dengan semua ini!"
"Anas, ingat kita harusnya setidaknya mengingat kebaikan mereka," jelas Bianca. "Apa yang terjadi jika mereka tidak menolong kita di tengah jalan waktu itu?"
"Kebaikan?" Anas mengerutkan alisnya. "Mereka hanya memanfaatkan kita dan menjadikan kita pekerja paksa di tempat ini!"
"Anas, kamu setidaknya mengingat kebaikan tuan Eugene. Dia telah merawat kita dari kecil hingga sekarang, kan?"
Ucapan Bianca membuat Anastasia diam sejenak. Dia lalu mengingat kejadian ketika tuan Eugene membawanya ke sini dan merawatnya. Badannya seketika berhenti bergerak. Dia lalu menundukkan kepalanya dan berusaha mengatur napasnya.
"Aku merasa kamu benar, Bi." Amarah Anastasia mulai meredup. "Aku akan berusaha untuk sabar dan mengikuti kemauan wanita gila itu untuk mengenang jasa tuan Eugene selamanya hidup."
"Anas kita pasti bisa melewati semua ini. Aku yakin itu." Bianca memeluk Anastasia dengan erat. "Kita harus mengingat mengingat beliau, ok?"
Anastasia hanya bisa tersenyum mendengar ucapan itu. Rasanya jengkel yang terus berada di dalam pikirannya perlahan menghilang. Bianca memang sosok yang sangat mengenal Anastasia. Mereka berdua adalah anak panti yang paling lama berada di tempat ini. Temannya semua telah pergi meninggalkan mereka.
Air mata Anastasia mulai menggenang dan perlahan mengalir. Dia sudah tidak peduli bahwa semua mata melihatnya menangis dipelukan satu-satunya sahabat yang dimilikinya. Suasana menjadi hening. Semua anak yang berada di dalam ruangan itu turut merasakan kesedihan yang dialami mereka berdua.
"Hei, apa yang kalian lakukan!" teriak madam Theresa melihat Anastasia dan Bianca. "Ayolah, aku tidak merawat kalian untuk menonton drama ini," ucapnya sambil mengetuk permukaan gelas di atas meja.
Anastasia dengan cepat menyeka sisa air mata yang mengalir di pipinya. Mereka berdua lalu berjalan mendekati madam Theresa. Madam Theresa lalu melemparkan kain ke wajah mereka.
"Ingat! Bersihkan ini semua!" Wanita itu lalu berjalan meninggalkan mereka dan membawa anak-anak panti yang lainnya ke ruangan yang lain.
"Sial, wanita ini benar-benar sangat menjengkelkan," ucap Anastasia dengan nada jengkel sambil mengambil kain yang terjatuh di hadapannya.
"Anas, sebaiknya kita membersihkan tempat ini secepat mungkin." Bianca mengambil kain tersebut dan membersihkan tumpahan minuman yang membekas di lantai.
Anastasia dan Bianca sangat menghormati tuan Eugene seperti orang tua mereka. Tuan Eugene merupakan pemilik asli dari tempat ini. Dia dan istrinya adalah sosok yang pertama kali mengolah tempat ini dari awal. Mereka memperlakukan anak-anak yatim piatu ini seperti merawat anaknya.
Mereka berdua membangun tempat ini karena sang istri tidak mampu memberikan keturunan kepada suaminya karena penyakit misterius yang dialaminya. Semuanya berjalan bahagia, tetapi beberapa tahun setelah itu istrinya meninggal karena penyakit langkah yang di deritanya cukup lama.
Semua anak panti yang berada di tempat itu, merasakan kehilangan yang cukup mendalam. Mereka telah menganggap istri Eugene sebagai sosok ibu mereka sendiri. Tuan Eugene tidak bisa berkata apa-apa dan hanya terdiam menatap peti mati sang istri yang dimasukkan ke dalam liang kubur.
Dia lalu mengingat amanat sang istri untuk terus menjalankan panti ini selama hidupnya. Tuan Eugene lalu menjalankan tempat ini. Beberapa tahun berlalu, tetapi kesehatan tuan Eugene semakin memburuk. Gaya hidup serta stress karena belum mampu melepaskan kematian sang istri membuat hidupnya berantakan.
Dia lalu menyerahkan tempat ini kepada salah satu saudarinya yang tidak lain adalah Madam Theresa. Madam Theresa lalu membantu mengolah tempat ini. Awalnya semuanya terasa begitu menyenangkan. Madam Theresa sangat ramah dan baik kepada semua anak panti di tempat ini. Namun, ketika tuan Eugene meninggal sikap madam Theresa seketika berubah 180 derajat.
Dia akhirnya menunjukkan sikap aslinya yang sangat dingin dan kejam kepada semua anak panti. Dia mulai menerapkan aturan yang ketat dan hukuman yang berat kepada setiap anak yang berani melanggar apalagi melawannya.
Dia juga memperlakukan Anastasia dan Bianca layaknya pekerja kasar. Madam Theresa tidak merawat mereka dengan benar. Dia hanya menganggap anak panti ini sebagai pemasukan untuknya. Aturannya yang ketat dan mengerikan membuat semua anak-anak panti tersiksa.
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!