webnovel

The Noble

'just do whatever u want.'

~☆~

Bagaimana aku bisa menjelaskan tentang apa yang memenuhi relung pikiran diri ini? yang tersisa sekarang hanyalah rasa kosong. Nafasku kosong, pikiranku kosong, jiwaku kosong.

strattss

Suara gemericik tebasan di air terdengar, cukup menandakan bahwa si pelaku tengah mengalami masalah yang lumayan berat.

Air yang awalnya tenang, kini bergerak bebas terombang-ambing karena atensi di dalamnya. Membuat gerakan ribut dan rusuh, menyebabkan suara gemericik yang kuat.

Tes..tes..tes..

Suara tetesan air itu turun, terlihat tenang di dalam temaram suasana suram sekarang. Surai lepek itu semakin terlihat mengenaskan, basah dan terlihat beruap-uap. Di dalam bak mandi besar itu, terlihat seonggok manusia menyedihkan tengah menenggelamkan diri didalam nya.

Pemuda itu; Baylor smith, tengah menghabiskan waktu sendirian di dalam genangan air itu.

Uap mengepul semakin ganas di dalamnya, kamar mandi itu mencampurkan hawa yang tidak sedap. Membuat siapa saja mungkin akan memilih keluar karena merasa tidak tahan.

Baylor menatap ke atas, obsidian kelam nya seperti merasuk ke atas ventilasi kecil yang bahkan dirinya baru menyadari itu. Badan berisi pria itu semakin tenggelam, dada putihnya total tenggelam di dalam air biru yang ia sediakan.

Hidung runcingnya semakin mendongak ke atas, badannya perlahan membusung, dagu dan rahang lancipnya tercetak jelas. Baylor seperti merasakan sesuatu ingin menjalar keluar.

"a-akhh.. hahh"

Matanya berkunang-kunang, sakit sekali. Sesak, perih. Baylor tidak tahan. Kepalanya pening dan nafasnya tersendat, godam besar sepertinya menumbuk telak dadanya.

Mulutnya perlahan terbuka, matanya terpejam. Hendak mengeluarkan sesuatu yang teramat besar.

"a..akhh"

Tidak bisa. Oh tuhan, sesak ini semakin menjalar.

Brakk brushhh

Baylor menghantamkan punggungnya ke arah belakang. Mengakibatkan dirinya terjerembab ke belakang. Lagi-lagi ia menahan teriakannya.

Sakit sekali rasanya.

Lagi-lagi air itu tumpah ruah kemana-mana, membuat basah lantai mengkilap marmer mahal dibawah. Baylor menutup matanya menggunakan tangan, seperti terlihat putus asa dan menahan perih yang teramat sangat.

Baylor menghela nafas, dirinya benar-benar merasa berat sekarang. Gejolak yang semakin menghantam dirinya semakin runyam. Untung-untung dirinya masih sanggup untuk mengatasinya.

Kemarin.

Bagaimana jika ia sekarang tidak bisa mengatasinya?

Baylor menyingkirkan tangannya, menatap ke arah depan dengan kosong. Seperti mayat hidup dengan wajah pucat dan nyawa yang di ujung tanduk.

Dirinya benar-benar tidak tahan dengan semua ini. Baylor menyingkap surainya hingga dahi putihnya terpampang, ia memundurkan tubuhnya hingga menjadi posisi duduk. Mengangkat kedua kakinya hingga tertekuk, kedua tangannya menyampir di lututnya.

Menunduk dan merenung, jika ia menghukum dirinya sendiri. Apa hukuman yang tepat? Mengakhiri dirinya?

Pertanyaan yang selalu memutar di dalam otaknya, retinanya total membulat dengan isi yang kosong. Dapat dilihat seperti ada pusaran kecil di dalam obsidian nya. Bak orang yang tengah di hipnotis, ia hanya mampu menyeringai kecil lalu membuat wajah sedih.

Dilakukannya berulang kali, hingga jika dilirik dari pintu kaca kamar mandinya. Baylor terlihat seperti orang aneh yang menyeramkan.

Drrtt drrtt

Handphone mahal bercorak hitam silver itu bergetar, di atas meja kecil di samping nakas kamar mandinya. Berbunyi ribut seperti meminta pemiliknya segera memeriksa.

Hening melanda, Baylor bahkan seperti tidak berminat untuk bergerak barang satu senti dari posisinya. Pemuda itu seperti tengah bertempur dengan dirinya sendiri.

Drrtt drrtt

Ponselnya bergetar ribut, Baylor menghentikan langkahnya untuk bergerak. Terdiam dan sibuk mendengarkan getaran ponsel dari nakas disebelahnya.

siapa yang berani menggangu dirinya?

.

.

.

Baylor hanyalah seorang pria yang kesepian, bukan dalam artian kesepian dalam kehidupan. Tetapi, kesepian di dalam dirinya lah yang menjadi penyebab utama Baylor bertingkah aneh.

Awalnya semua baik-baik saja, semua berjalan dengan lancar. Baylor lahir, dirinya berada di puncak kejayaan ayahnya, Baylor bertumbuh besar, menjadi seorang anak-anak yang aktif bermain seperti anak laki-laki kecil yang lain.

Perlahan tumbuh, menjadi anak yang lebih dewasa, kembali beranjak menjadi remaja. Menemukan cinta remajanya dan hidup damai saat ia dewasa.

Sayangnya, itu hanyalah mimpi dan rekayasa sebelum tidur dari seorang Baylor. Lantas, hal apa yang cocok ia lakukan agar semuanya dapat berakhir?

.

.

.

- flashback -

"Hai!! Lama tak jumpa!" Ketiganya bersorak riang saat bertemu ibu dari bayi itu.

Bercengkrama dengan akrab, bahkan memeluk satu sama lain. Berbasa-basi dalam pesta kelahiran putra mereka kali ini.

"Lihatlah anak mu, dia sangat tampan." Mereka berempat menghampiri kereta bayi itu.

Ibu dari bayi itu tertawa anggun, "dia memang tampan seperti ayahnya." Kemudian ketiga wanita lain bersorak.

"Memang, dia juga lucu dan mata nya indah. Dimana ayahnya?" Salah satunya bertanya.

Yang ditanya menoleh dan tersenyum. Kemudian menunjuk keluar, ke arah pemanggang di taman. Menunjukkan banyaknya laki-laki yang tengah mengobrol ringan sambil memanggang steak.

"Ahh ternyata disana, apa kalian sudah memberi nama untuk bayi ini?" Salah satunya kembali bertanya.

Pertanyaan itu membuat ibu Baylor sedikit terdiam, kemudian hening sedikit melanda, lalu wanita yang melahirkan bayi itu perlahan tersenyum.

"Yea, kami menamainya.."

"Baylor Smith."

Ketiga wanita itu terkesiap dan kembali heboh, "nama yang bagus sekali"

"Benar, pantas sekali untuk bayi tampan ini." Kemudian wanita berbaju coklat kembali menghampiri Baylor kecil dan membubuhkan ciuman lembut di pipinya.

Setelah mereka puas untuk bercengkrama, ayah dari Baylor pun memulai acara kecil mereka.

Para wanita dan anak-anak mulai memenuhi taman belakang dimana banyak makanan disana. Suasana hangat tercipta disana, apalagi keluarga besar mereka berkumpul untuk menghadiri pesta kecil itu.

Ibu Baylor sibuk menggendong anaknya yang tertidur pulas di tangan, paman dari Baylor menoleh. Kemudian memerhatikan wanita itu yang tengah tersenyum sambil melihat keponakan nya yang tengah bermain di taman.

Paman Baylor kemudian menghampiri keponakan nya, perawakan tinggi menyeramkan sudah melekat pada pria itu sejak lama.

Menggunakan kaos hitam, wajah yang brewokan, serta alis yang tebal. Membuatnya sering di cap sebagai pria yang menyeramkan. Padahal dirinya sangat menyayangi adik dan keponakan nya yang baru lahir.

"Hey.."

Suara bariton itu mengalun, membuat perempuan yang tengah menggendong bayi itu sedikit terkesiap. Lalu, ia menoleh. Ternyata itu kakaknya, mendekat sambil memegang pundaknya yang tengah menatap anak-anak sedang bermain di taman.

"Memikirkan apa?" Lanjut pria itu sambil mengelus pundak adiknya.

Ibu Baylor tersnyum sambil menunduk, lalu menoleh ke arah kakaknya. Menampilkan senyum terbaiknya walaupun wajahnya masih sedikit pucat pasca melahirkan.

"Tidak ada.. aku tidak memikirkan apa-apa," ujarnya.

Dirinya menunduk dan menimang Baylor dengan lembut. Sesekali mengusap dahi anak itu yang tertidur pulas.

Kakak dari ibu baylor mengerutkan alisnya, "kau tidak merasa janggal dengan suami mu?" Bisiknya.

Senyum dari wanita itu perlahan luntur, walaupun tangannya tetap mengelus dahi bayi nya yang tengah tertidur. Lidahnya terasa kelu untuk membalas perkataan dari kakaknya, bahkan pertanyaan dari kakaknya terasa seperti angin lalu baginya.

Pria itu menangkap gelagat dari adiknya, dirinya menghela nafas. Kemudian menoleh dan menatap ayah Baylor yang sedang sibuk bercengkrama dengan keluarganya.

"Jangan menutupi apapun.."

Bisikan dengan nada rendah itu membuat usapan di dahi Baylor berhenti. Suasana diantara mereka berdua terlihat mencengkam. Apalagi wanita itu sangat menghindari pemikiran buruk tentang pernikahannya akhir-akhir ini, sampai ia berhasil untuk melahirkan bayi nya. Dirinya menahan diri agar tidak berprasangka buruk akan pernikahan nya yang sekarang.

Apalagi dirinya tau, jika ayah Baylor tengah berada di ambang kejayaan nya. Memiliki harta yang bergelimang, memiliki banyak cabang, memiliki segalanya.

Dan jangan sampai, memiliki wanita lain.

"Ini masih kemungkinan, tapi ku rasa. Ada beberapa pria yang memang tidak cukup untuk satu wanita–," paman dari baylor menarik nafas, kemudian menghembuskannya dengan lembut sebelum melanjutkan kalimatnya.

"– dan mereka tidak pantas disebut pria." Putusnya.

- flashback end -

.

.

.

Next chapter