"Siapa kau?" Holan menyilangkan kedua kakinya sembari menatap Amy yang berlutut dengan satu kaki. Tangan kanannya bertumpu di lutut kirinya. Kepalanya menunduk seolah menunjukkan hormat.
"Terima kasih, telah menyelamatkanku beberapa tahun yang lalu, Tuan Holan Satria."
"Aku tidak menyelamatkanmu, makhluk rendahan. Aku menyelamatkan putriku."
Amy mendongak. Matanya merah, seolah dirasuki oleh sesuatu. Namun jiwa itu tidak berontak, maupun Amy yang tengah menonton raganya dipakai orang lain dari samping. Ia menatap dirinya sendiri yang nampak seperti hologram yang akan hilang.
"Kenapa tubuhku bergerak sendiri, sedang ruh ku keluar dari tubuh?" batin Amy yang asli saat melihat raganya dipakai jiwa lain.
"Nona Muda Amanda," tubuh Amy menoleh ke arah jiwa Amy berada. Ia mengangguk hormat. "Terima kasih teleh menerima jiwa malangku dalam tubuhmu. Aku berjanji tidak akan membuat dirimu terbebani. Sebaik mungkin aku akan menjaga ingatanmu agar tidak bentrok. Meskipun itu hal yang sangat sulit."
Holan menghela napas panjang.
"Jadi, apa kau punya nama?"
"Aku tidak memiliki nama. Aku hanya salah satu jiwa parasit yang inang di tubuh Nona Muda sejak lahir."
"Berdirilah. Katakan apa yang ingin kau sampaikan."
Jiwa yang mendiami tubuh Amy berdiri, Amy menyaksikannya dari samping dengan rasa ingin tahu.
"Dengan penuh hormat, saya mewakili 5 jiwa lainnya yang inang di tubuh Nona Muda sejak lama, meskipun tidak pantas, saya tetap memohon Anda untuk menyelamatkan kami. Tolong, jangan biarkan sekte liar mengambil jiwa kami," makhluk itu menunduk hormat.
"Apa?!" Amy tertegun.
"Aku memang tidak melihat kalian sebagai ancaman selama beberapa tahun ini. Tapi kalian membuang harga diri kalian seperti ini pasti ada alasan kuat. Tidak mungkin kalian mengemis seperti ini hanya karena tidak punya rumah (inang) kan?"
"Tuan Holan, kami tidak hanya inang dalam tubuh Nona Muda. Kami menjaganya, satu-satunya alasan kuat adalah kami bisa saja menjadikan Nona Muda menjadi manusia fyber yang tenggelam karena dimakan parasit jiwa. Apa anda masih tidak tahu maksud kami?"
"Ha ha ha," Holan berdiri dan puas mendengarkan jawabannya. "Akhirnya kau menunjukkan taringmu. Kau minta tolong, tapi setelah itu kau mengancam, bukankah kalian memang serat-serta manusia fyber? Kurasa dari awal rasa malu tidak kalian miliki, toh kalian bukan manusia."
"Meskipun kami parasit, kami berpikir, Tuan. Kami berbeda dengan manusia fyber yang telah kehilangan jati diri sebagai manusia. Setidaknya kami masih memiliki sisa untuk itu."
"Aishhh sangat menyebalkan melihat kau berbicara dengan tubuh kecil putriku. Sialan! Kalau sudah selesai cepat tidur sana! Kalau kau ingin berguna, rekam semua jejak putriku."
"Kami tidak mampu melakukan itu. Ingatan kami terpecah, termasuk ruang dan waktu, seperti masa dan sejarah. Memori kami acak dan sulit untuk menjadikannya sebuah kronologi yang tepat."
"Apa itu kelemahan kalian? Ada lagi?"
"Serat-serat fyber tidak bisa kami hindari. Selama Tuan tidak membiarkan kami dijadikan tumbal sekte liar, Nona Muda akan baik-baik saja. Kami sendiri tidak menggolongkan diri menjadi jenis kelamin tertentu. Kami hanya akan berendam seperti buih di salah satu otak kanan Nona Muda. Mudahnya seperti itu, kami tidak akan mengganggu selama tidak diperlukan. Kami bisa bersembunyi dengan baik dan menghilang seperti tidak pernah ada. Karena itu kami mampu berpikir tentang kesepakatan ini, kami minta tolong pada Tuan Holan untuk tetap membiarkan Nona Muda menyimpan serat-serat kami. Karena kalau tidak, kau akan bertarung dengan fyber paling tua dan paling kuat yang pernah mendiami tubuh kecil seorang manusia muda."
"Ck ck ck. Ini terdengar seperti kesepakatan bagus. Tapi…" Holan mendekati makhluk itu. "Kau tahu aku bukan orang yang sepeti kalian duga kan?"
Sorot mata Holan mendadak berubah oranye kecoklatan. "Jika kalian melakukan sesuatu yang membuatku marah, aku tidak akan segan-segan akan membakar jiwa kalian dan menguburnya di kebun belakang rumahku, paham?"
Mahkluk itu menelan ludah.
"Jadi indigo memang tidak ada untung-untungnya sama sekali, ah sial." Holan tertawa miris.
***
Seorang pria paruh baya membawa paket dan mengetuk pintu salah satu apartemen di lantai 4. Ia mengetuknya berkali-kali dan memanggil namun tidak ada yang menyahut. Hingga seorang anak laki-laki remaja dengan rambut acak-acakan keluar. Laki-laki itu melihat kurir yang memakai topi merah kaget melihat penampilannya.
"Ini paketnya. Silahkan tanda tangan di sini."
Setelah tanda tangan, pria itu menerima paketnya dan menutup pintu kembali. Kurir agak seram melihat penampilannya, padahal masih muda tapi penampilannya amburadul. Rambutnya gondrong belum di potong, kumis dan berjanggut tipis, sepertinya malas bercukur. Sorot matanya juga menyeramkan. Kurir bergidik ngeri, lalu segera meninggalkan kamar itu.
Pria tadi membuka paketnya dengan brutal dengan pisua cutter, rambutnya menutupi area mata dan bibirnya kering pecah-pecah. Ia memakai kaus hitan yang terlihat kumal.
Paket itu ternyata berisi tumpukan buku-buku random dan berlembar-lembar koran bekas.
"Dimana? Dimana? Dimana?!!" teriaknya sembari menyobek-nyobek koran dengan brutal. Giginya menggertak dan matanya memerah karena amarah.
Diraihnya ponsel dan menghubungi seseorang sambil berteriak.
"Dimana? Dimana wine ku?! Sialan kau! Kau menipuku huh!"
"Kau tidak sadar masih dibawah umur? Kau kecanduan alkohol akhir-akhir ini kan?" terdengar suara berat seorang laki-laki dewasa dari seberang telepon.
"Berikan aku wine, wiski, vodka atau apapun itu. Cepat berikan, Penipu!!"
"Bukakah kau terlalu serakah? Yang kau sebutkan tadi itu alkohol mahal tau. Kau kira kau petinggi apa?"
Prang!
Pria itu melempar gelas kecil ke kaca kamarnya. Seluruh ruangan itu telah berantakan sebelumnya seperti kandang pecah. Kini jadi lebih parah.
"Apa kau jadi gila setelah bertemu dengan gadis yang kau sukai kemarin? Ha ha." terdengar gelak tawa dari seberang telepon.
Amarah anak itu makin membuncah. Ia berteriak sekencang-kencangnya sembari menjambak rambutnya sendiri.
"Bersihkan dirimu dulu dan jadilah tampan. Apa perlu kukirim mainan ke apartemenmu? Aku punya stok sampah fyber di sini. Kau mau cari yang bagaimana? Tapi sayangnya aku tidak punya yang mirip dengan gadis pujaan hatimu itu."
"Dasar pembohong! Kau bilang akan memberiku alkohol kan? Kenapa mengirim sampah?!"
"Aku tahu remaja labil memiliki kekuatan ekstra untuk marah-marah. Tapi berdirilah di depan cermin. Sekarang."
"Apa?"
"Turuti saja kata-kataku."
Pria remaja itu dengan masih memegang ponsel di telinganya, menyingkirkan sampah-sampah dan berjalan mendekati cermin yang ujung bawahnya telah retak karena ia pecahkan tadi.
"Sekarang apa?"
"Ambil buku yang kukirimkan, terserah mau yang mana. Buka halaman 17 paragraf ke 7, baris ke 7 dan kata ke 7."
Remaja itu tercekat. Ia mengambil salah satu buku dan membuka lembarannya. Kata yang dilihatnya adalah 'Ruh'.
"Sekarang sentuh kata itu dan lihatlah ke cermin."
Pria itu melakukannya sesuai intruksi pria yang di seberang telepon. Betapa terkejutnya, ia melihat sosok seorang gadis impiannya tengah menggandeng lengan kirinya dengan hangat.
"Kau merindukanku? Tapi aku lebih merindukanmu." Bayangan palsu itu berbicara pada dirinya yang malang. Pria itu berkaca-kaca.
"Sialan! Kau mengirim hologram?" kata pria itu pada pria di seberang telepon.
"Tahanlah amarahmu. Kau tahu kami bisa membuatmu jadi manusia fyber dengan mudah kan, Alfa?" timpal pria dewasa itu.
Pria remaja itu ternyata adalah Alfa, dan gadis ilusi yang ada dalam cermin adalah gadis yang ia sukai selama ini.
"Amanda…." Alfa menangis.