Pria tua yang membuka pintu menatap ke arah Angga dan anak muda yang di berada di belakangnya. Angga dan lainnya tersenyum kecil. Zuki melirik Nena dan memberikan kode pada Nena.
"Hmm! Apa bapak ini, pak Mahmud?" tanya Angga sekali lagi.
Pak Mahmud menganggukkan kepala, dia membuka pintu dan mempersilahkan Angga dan yang lainnya masuk ke dalam. Angga dan lainnya masuk ke dalam rumah dan langsung duduk di sofa. Mereka melihat rumah kepala desa yang sejuk mungkin karena malam.
"Ada apa kalian ke sini? Apa kalian tidak takut ke desa terkutuk ini?" tanya pak Mahmud kepada Angga dan yang lainnya.
Angga yang mendengar apa yang dikatakan kepala desa itu mengangga, kenapa kepala desa mengatakan desa terkutuk. Desa ini terkenal baik dan ramah, tapi kenapa sekarang dikatakan desa terkutuk pikirnya.
"Pak, maaf sebelumnya kenapa bisa mengatakan desa ini, desa terkutuk? Atas dasar apa bapak mengatakan itu? Bapak kan kepala desa, harusnya tidak pantas berkata seperti itu," kata Angga yang tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh kepala desa ini.
Pak Mahmud yang memandang Angga dengan tatapan tajam. Dia tidak terima Angga membantahnya. Pak Mahmud mendekati wajahnya ke wajah Angga.
"Kamu tidak tahu kan? Jika, desa ini sudah dikutuk oleh Darsimah si penari Jaipong itu?" tanya Kepala desa itu pada Angga sembari berbisik.
Angga dan lainnya yang mendengarnya menggelengkan kepalanya. Mereka baru tiba dan tidak mungkin mereka tahu. Zuki berdehem dan mendekati kepala desa.
"Hmm, maaf sebelumnya pak Mahmud, kami bukan lancang. Tapi, kami benaran tidak tahu, kami ke sini ingin mencari tahu kebenaran pembunuhan yang terjadi seminggu yang lalu, kami ditugaskan untuk mengungkap kebenarannya, jadi kami ingin kerjasamanya, itu saja. Kami juga membawa ini, surat keterangan penyelidikan," kata Zuki yang menyerahkan surat keterangan penyelidikan ke pada kepala desa.
Pak Mahmud menghela nafasnya, dia tidak peduli ada surat atau tidak. "Kalian pulang saja, kasus ini di tutup saja, jika kalian lanjutkan, akan ada korban yang tidak bersalah. Seminggu lalu, pemuda di sini meninggal karena dibunuh dengan sangat tragis, apa kalian tahu? Tidak bukan? Kami tidak memberitahukan kepada pihak berwajib." kepala desa mengusap wajahnya dengan kasar.
Angga dan anggota yang lain mengangga, dia baru tahu ada pembunuhan yang tidak mereka ketahui.
"Berapa orang yang meninggal? Apa ada yang selamat?" tanya Angga.
"Pembunuhannya dimana? Apa di tempat yang sama?" tanya Zuki lagi.
"Yang meninggal 4 orang, meninggal di tempat, 3 dengan cara yang sama Darsimah meninggal, satu lagi selamat, tapi kritis di rumah sakit dekat sini. Kami tidak bawa ke kota, karena orang tuanya tidak mau berjauhan dengan anaknya. Mereka meninggal di lokasi yang sama, jadi saya harap kalian segera pulang dari sini, jangan membuat desa kami dikutuk lagi, tolong kami," kepala desa memandang Angga dengan tatapan sendu.
Zuki memandang Angga dia tidak tahu harus apa saat ini. Terlanjur ke sini, mau tidak mau mereka melanjutkan penyelidikan ini. Mereka mau mematahkan kutukan itu.
"Pak, bagaimana bapak tahu kalau desa ini dikutuk? Bisa saja itu hanya kabar simpang siur, yang dibuat agar desa ini di takuti," kata Nena.
"Korban selamat itu mengatakan itu, dia kerasukkan arwah Darsimah, dia mengatakan akan menghabisi setiap pria, itu balasannya atas kematiannya dan itu kutukan Nyi Darsimah yang kami dengar dari pria yang selamat itu, sampai pada akhirnya pria itu tidak sadarkan diri dan koma," jawab kepala desa itu dengan lesu.
Zuki menelan salivanya, dia langsung memasang wajah pucat, baiklah, ini kutukan mengerikan. Semua pria dibunuh demi mendapatkan pelakunya. Angga terdiam dan tiba-tiba dia memandang ke arah pak Mahmud.
"Kami akan menemukan pelakunya. Dengan begitu, kutukan Nyi Darsimah akan terputus. Kita tidak boleh berdiam diri, karena jika kita membiarkan kutukan ini maka akan banyak korban yang tidak bersalah, bantu kami untuk menemukan pelakunya," sambung Angga yang memandang pak Mahmud.
Pak Mahmud berpikir sejenak, dia takut sewaktu-waktu Darsimah yang akan membunuhnya. Akhirnya pak Mahmud menyetujui apa yang dikatakan oleh Angga.
"Saya akan membantu kalian, tapi tolong, jangan ada korban lagi. Mereka yang meninggal tidak berdosa, jadi tolong temukan pelakunya." pak Mahmud memohon kepada Angga untuk menghentikan kutukan Nyi Darsimah.
Angga lega karena Pak Mahmud mau membantu dia dan rekannya mencari tahu siapa pembunuhnya. Setelah berdiskusi, Pak Mahmud mempersilahkan Angga untuk istirahat di kamar. Kebetulan kamar ada tiga, jadi bisa mereka tempati Nena tidur di kamar tengah, sedangkan Angga dan yang lainnya tidur satu kamar.
Sampai di kamar, Angga yang sudah membersihkan diri tidur di kasur sederhana, mereka tidur berlima dalam satu ranjang. Hari sudah menunjukkan pukul 12 malam. Terdengar suara burung hantu yang membuat bulu kuduk merinding.
Uuukkk ... Ukkkk ...
"Angga, sudah tidur kah?" tanya Zuki yang berbisik.
Zuki melihat anak buahnya yang tiga orang itu tidur terlelap tanpa ada dosa dan tanpa memikirkan apa yang terjadi. Angga yang ingin memejamkan matanya membuka matanya dan melihat ke arah Zuki yang mengomel dari tadi.
"Ki, ini sudah malam, tolong jangan berasumsi yang membuat kita berjaga sampai pagi. Apa kau tidak lelah bawa mobil hmm?" tanya Angga yang menatap sayu ke arah Zuki.
Zuki menganggukkan kepalanya, dia lelah dan capek juga ngantuk berat, tapi mendengar suara burung hantu berbunyi, membuat dia takut, takut kejadian waktu di rumah sakit tempi hari.
"Aku ingin tidur Angga, tapi suara burung hantu itu membuat aku tidak bisa tidur. Aku merindukan bantal dan gulingku di kost Ngga," cicit Zuki dengan pelan.
Angga menghela nafas panjang. Yang kasih ide dia, yang gelisah dia juga. "Pejamkan matamu itu, jangan buat aku mencolok matamu agar matamu terpejam." Angga kesal karena Zuki terus mengajaknya cerita lebih tepatnya merengek ketakutan.
Angga meninggalkan Zuki sendiri, Angga memejamkan matanya, dia telalu lelah untuk melayani ocehan Zuki. Zuki ditinggal tidur oleh Angga dan temannya. Mata Zuki menerawang ke sana ke mari. Dia memejamkan matanya perlahan dan mulai masuk dalam mimpi, tapi Zuki merasakan keanehan di depan wajahnya. Dia merasakan nafas berhembus di depan wajahnya.
Hahhh!
Nafas itu beraroma melati tapi lama-lama nafas itu berbau bangkai yang membuat Zuki menahan gejolak ingin muntah. Zuki membuka matanya dan melihat di depannya ada sosok wanita yang tidak dia kenal. Wajahnya menyeramkan dan di lehernya ada tali tambang yang terikat. Wanita itu ialah Darsimah, wajah Darsimah yang menyeramkan itu terlihat jelas di mata Zuki.
Zuki menutup mulutnya dan menelan salivanya. Darsimah melihat Zuki dan tersenyum kecil. Zuki teringat kata Angga, jangan pandang matanya. Zuki menutup matanya agar tidak tergoda oleh Darsimah.
"Kang, tatap mataku, apa aku tidak cantik Kang?" tanya Darsimah dengan suara lembut.
Tetesan darah mengenai pipi Zuki, kulit Darsimah terkelupas dan jatuh di pipi Zuki. Kedua hal yang menjijikan itu terus jatuh di pipi Zuki. Zuki berkeringat dan tanpa terasa Zuki pipis dalam celana. Dia sudah tidak tahan lagi. Dia benar-benar tidak sanggup, alhasil Zuki pingsan tidak sadarkan diri.
Angga terbangun karena merasakan bau pesing di kamar dan juga terdengar suara azan subuh. Anak buah Angga yang tidur ikut terbangun dan mencium aroma yang menyengit. Angga menepuk kening melihat tempat tidur Zuki sudah basah dengan air seni Zuki dan itu merembes ke tempatnya.
"Sialan ini anak, tidur pakai acara ngompol? Apa tidak dikasih capung itu udilnya agar tidak ngompol saat tidur, kampret kau Zuki," rutuk Angga yang bangun dan bergegas ke kamar mandi. Angga buru-buru mengambil handuk untuk membersihkan tubuh yang terkena pipis Zuki.
Ketiga anak buah Angga, ikut bangun dan keluar dari kamar untuk menghirup udara segar, karena di kamar udaranya tercemar oleh aroma pipis Zuki dan kentut Zuki.