webnovel

Si Kecil Misaki-chan

"Apakah Shii-chan yang menyuruhmu untuk tinggal di sana?" tanya Keiko dengan tiba-tiba. Kaori sangat terkejut mendengar apa yang Keiko tanyakan. Segeralah dia membantah, mengatakan jika alasan ia ingin pindah bukan karena Shiina.

"Semalam Shii-chan telah berkata jika kau harus pergi dari rumah ini, aku takut kau benar-benar pindah hanya karena ucapannya," ujar Keiko. Ia benar-benar merasa bersalah atas ucapan anaknya yang kurang sopan itu.

Lagi-lagi Kaori membantah, "Tidak, Oba-san! Aku ingin pindah ke rumahku karena memang aku ingin tinggal di sana. Rumah itu sudah lama kosong, aku hanya ingin menempatinya saja."

Ia berusaha meyakinkan Keiko jika alasannya pindah bukan karena perkataan Shiina. Padahal hal yang terjadi sesungguhnya karena memang Shiina lah yang memintanya untuk pindah ke rumah itu. Ia hanya tak mau Shiina terus menerus membencinya, ia juga tak mau membuat orang tua Shiina lupa akan kewajibannya mengurusi anak kandung mereka. Pilihan untuk pindah ke rumahnya pun Kaori ambil karena hal tersebut. Tentu ia tidak akan mengatakan kepada Keiko tentang apa yang telah Shiina katakan tadi di sekolah karena ia tidak mau Keiko mengomelinya.

Keiko nampak terdiam, ia seperti tengah berpikir. Tak lama Kaori kembali berbicara, "Maafkan aku, Oba-san. Aku sangat senang bisa tinggal di rumahmu ini. Aku sudah sangat merasa nyaman dan aman selama tinggal bersama kau dan keluargamu, tetapi aku masih ingat dengan perkataan Okaa-san jika aku harus menjadi anak yang pemberani dan mandiri. Aku tidak bisa terus menerus menggantungkan hidupku kepadamu, Oba-san. Mulai sekarang, aku akan belajar sendiri bagaimana cara mengurusi hidupku dan mungkin aku juga akan belajar mengurusi Misaki-chan."

"Apakah kau yakin bisa mengurusinya? Dia masih sangat kecil," tanya Keiko. Ia tidak yakin jika Kaori dapat mengurusi Misaki dengan benar karena memang selama ini Kaori tidak terlalu sering berdekatan dengan adiknya. Ia selalu menghabiskan waktu luang dengan belajar di kamar. Sesekali ia mendekati Misaki hanya untuk melihat keadaannya saja, namun jarang sekali ia mengajaknya bermain. Tentu hal tersebut membuat Keiko khawatir. Terlebih lagi umur Kaori juga terbilang masih belum cukup untuk bisa mengurusi Misaki seorang diri.

"Seperti yang ku katakan tadi, aku akan belajar," balasnya dengan penuh keyakinan. Keiko melihat tatapan mata Kaori yang begitu serius, menandakan jika anak itu akan benar-benar belajar cara mengurusi Misaki.

Keiko menarik napas berat, kemudian menghembuskannya perlahan. Ia tahu jika Kaori akan bisa melakukan apapun yang ia mau, hanya saja ia tidak yakin jika Kaori akan mengurusi Misaki dengan bersungguh-sungguh, mengingat anak itu pernah membenci adiknya sendiri. Ia hanya tak mau kejadian buruk menimpa mereka berdua. Di sisi lain, ia juga tak bisa memaksakan apa yang ia mau. Kaori punya kehidupannya sendiri, ia berhak untuk menentukannya.

"Bisakah kau menunggu hingga Jirou pulang? Aku hanya ingin membicarakan hal ini dengannya," kata Keiko. Ia meminta waktu sedikit untuk membicarakan masalah serius ini dengan suaminya. Selain itu, ia juga harus memikirkan keputusan yang matang agar tak salah pilih. Kaori menganggukkan kepala, memberikan waktu untuk Keiko berpikir dan berbicara dengan Jirou. Kemudian ia pamit untuk pergi ke kamar dengan mengajak Misaki bersamanya. Ini adalah kali pertama Kaori membawa Misaki masuk ke dalam kamar, bahkan kini Kaori menutup pintu kamarnya dengan rapat.

Keiko hanya bisa menatap kepergian mereka dengan sendu. Ia benar-benar tak ingin membiarkan kedua anak itu hidup tanpa pendampingan orang dewasa. Walau jarak rumah mendiang Ayaka dan rumahnya tidak terlalu jauh, namun ia akan kesulitan untuk memantau perkembangan Misaki dan Kaori. Ia hanya tak mau hal buruk menimpa kedua anak malang itu. Namun balik lagi kepada keputusan Kaori, ia berhak memutuskan apapun untuk kebaikan hidupnya. Keiko atau bahkan Jirou sendiri tak berhak melarangnya karena mereka bukan orang tua Kaori.

Di sisi lain, Kaori mempersilakan Misaki untuk masuk ke dalam kamarnya. Betapa senang Misaki karena kali ini ia diizinkan masuk. Di sana ia berusaha menjaga sikap agar sang kakak tidak marah kepadanya. Ia hanya melihat-lihat benda yang Kaori miliki tanpa berani menyentuh. Sedari Misaki berumur 1 tahun, Keiko sering kali mengajak anak itu berbicara, memberitahunya beberapa hal yang tidak boleh ia lakukan. Salah satu ajaran yang Keiko berikan yaitu jangan menyentuh barang yang bukan miliknya. Jika ingin menyentuh, harus meminta izin kepada sang pemilik. Misaki yang sudah mulai mengerti tentu mulai menerapkan ajaran yang Keiko berikan.

"Duduklah, Misaki-chan," kata Kaori sembari menunjuk sebuah zabuton yang tergeletak di samping meja pendek. Zabuton merupakan sebuah bantal yang biasa digunakan oleh masyarakat Jepang untuk duduk di lantai. Misaki yang senang segera menuruti apa yang kakaknya katakan, ia duduk di benda itu.

Setelah menaruh tas sekolahnya, Kaori duduk di zabuton lain yang berhadapan dengan Misaki. Lalu ia bertanya, "Apakah kau senang tinggal bersama Oba-san dan keluarganya?"

"Tentu saja. Okaa-san mengajariku banyak hal, begitupun dengan Otou-san," jawab Misaki. Mendengar hal itu, Kaori membelalakkan mata, tak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia tak menyangka jika Misaki memanggil Keiko dan Jirou dengan Okaa-san (ibu) dan Otou-san (ayah). Padahal mereka berdua bukanlah orang tua Misaki.

"Kenapa kau memanggil mereka seperti itu?" tanya Kaori keheranan. Misaki pun menjelaskan jika mereka berdua memanglah orang tuanya. Kaori segera membantah, dengan raut wajah kesal, ia memberitahu adiknya jika dua orang dewasa yang tinggal di rumah ini hanya saudara saja, bukan orang tua. Misaki yang tak mengerti menanyakan alasan Kaori berkata tidak sopan seperti itu. Dengan terpaksa, Kaori mulai bercerita tentang kemana perginya ibu dan ayah Misaki.

"Okaa-san kita sudah meninggal dunia dan Otou-san pergi ke Tokyo, bahkan ia pergi jauh sebelum kau lahir," katanya sembari menundukkan kepala. Ia merasa sedih saat harus menceritakan hal itu.

"Apakah kau ingat jika setiap minggu kita selalu pergi ke sebuah makam dengan nisan besar di ujung jalan sana?" tanya Kaori tiba-tiba. Misaki hanya menganggukkan kepalanya.

"Di sana adalah makam Okaa-san. Abunya ada di bawah sana." Kaori berusaha menjelaskan kepada Misaki tentang ibu kandungnya. Misaki yang masih tak mengerti hanya diam saja sembari menatap Kaori dengan wajah datar. Melihat raut wajah sang adik membuat Kaori menghela napas dan menghembuskannya dengan kesal. Ia paham jika Misaki belum mengerti akan hal yang ia bicarakan.

"Aku tidak mengerti. Kenapa Okaa-san ada di sana? Sedang apa?" tanya Misaki dengan wajah polosnya.

Kaori kembali menundukkan kepala, lalu dengan suara pelan ia menjawab, "Kau masih kecil, tidak mungkin mengerti dengan apa yang ku bicarakan."

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa collect & comment. Karena collect & comment anda semua berarti untuk saya.

Next chapter