"K-kau! Bagaimana bisa kau masuk ke apartemenku?" Honey menunjuk muka pria itu!
"Ck ck ck. Jangan mengalihkan pertanyaanku. Biar kuulangi, apakah ini yang disebut dengan perempuan tidak pernah percaya diri di hadapan laki-laki?" Casanova menatapnya tajam.
Kemudian pria itu bangkit dari duduknya. Menyulut sebatang rokok dan berjalan pelan menghadap ke jendela.
"Casanova! Semua ini kulakukan karena..."
"Uang?"
Pria itu menoleh sebentar, kemudian membuang kembali mukanya secepat kemudian membuang asap rokok ke jendela.
Honey terdiam. Ia menundukkan kepala dan kedua tangannya mengepal geram.
Aggrhh! Rasanya ingin sekali menceritakan semua hal mengenai kondisinya saat ini, terutama mengenai ibunya yang sedang koma di rumah sakit. Tapi percuma! Sebab Casanova pasti sudah mengetahui semuanya.
"Ya, ya, aku sangat paham dengan kondismu saat ini, Honey," ucap pria itu. "Memang, terkadang seorang perempuan tidak punya banyak pilihan dalam hidupnya. Ia harus rela mengorbankan harga diri, demi sebuah kehormatan yang lain."
Casanova berbalik arah, dan mulai berjalan pelan mendekati perempuan yang sedang tertunduk lesu itu. Casanoa menyentuh pipinya dengan lembut, membelai rambut panjangnya, serta menatap mata polos si perempuan dengan bulat-bulat.
"Kau tahu? Bahkan seorang putri di sebuah kerajaan, sejak kecil sengaja dirawat dengan baik, agar kelak bisa tumbuh menjadi seorang gadis yang berparas jelita. Namun, ketika sudah beranjak dewasa, ia hanya akan dikorbankan, dinikahkan secara paksa dengan seorang putra mahkota kerajaan lain yang tak pernah ia kenal apalagi cintai! Hahahaa, bukankah itu ironi? Semua itu dilakukan demi menjaga harga diri kerajaannya! Jadi, kau tidak sendirian. Sudah sejak lama hal itu menimpa para perempuan, dan khususnya sekarang menimpamu."
Honey mengangkat wajahnya.
"Lalu, apa yang harus kulakukan, Casanova?" Matanya berkaca-kaca.
"Jadilah Cinderella!" jawab pria itu cepat-cepat. "Ia adalah perempuan bebas yang bisa memilih cinta sejatinya. Cinderella tak peduli meski harus mendapat siksa dari kedua saudaranya. Juga tak peduli meski harus mendapat makian yang pedih dari ibu tirinya. Cinderalla tak pernah menyerah, serta terus berjuang demi bisa mendapatkan cinta dari seorang pangeran tampan."
Honey masih menatapnya. Dengan mata yang sembab berkaca-kaca.
"Apakah aku harus meninggalkan laki-laki sialan bertubuh gempal itu? Ataukah malah, aku harus membunuhnya?"
Casanova tersenyum.
"Akan kuajari bagaimana cara menaklukan seorang laki-laki, Honey," bisiknya lirih, tepat di depan telinga Honey.
Perempuan itu lekas merinding. Apalagi ketika Casanova tiba-tiba menyentuh dadanya.
Seperti diterbangkan ke udara, Honey mendesah hebat, mendongakkan kepala! Merasakan tangan Casanova yang mulai masuk ke celah handuknya, serta bibir tipisnya mengambang di lehernya.
"Pelajaran pertama untukmu, Honey, buat seorang laki-laki bergairah denganmu. Karena dengan itu, seorang laki-laki akan bertekuk lutut di hadapanmu!" ujar Casanova dengan masih menciumi leher putih milik perempuan itu.
"Ugh..."
Honey mendesah. Birahinya meraung-raung sebab mendapatkan serangan dari jari Casanova yang menyentuh pucuk dadanya.
Pria itu tak berhenti. Tangannya lekas turun demi bisa mengudari tali handuk yang sedang dipakai perempuan cantik itu. Hingga sesaat kemudian, kain handuk terjatuh di lantai, membuat tubuh Honey tampak sempurna tanpa mengenakan apa-apa.
"Pelajaran kedua untukmu, Honey, sentuhlah pada bagian-bagian paling sensitif dari seorang laki-laki. Buat dia kelonjotan sebab rasa birahinya akan bangkit dengan tak terkendali. Bagian itu ada di sini. Dan juga di sini. Serta yang terakhir pada bagian ini!"
Tangan kanan Casanova menunjuk ke tiga titik utama.
Nomor satu di bawah daun telinga. Nomor dua di bagian pucuk dadanya. Serta yang terakhir nomor tiga adalah wilayah intim di bawah perut.
Honey mematung diam. Ia mengangguk-angguk dan menatap dengan mata polosnya.
"Apakah... itu akan membangkitkan birahi laki-laki?"
"Tentu. Bahkan untuk perempuan. Hmm, apakah kau ingin mencobanya?"
Perempuan itu mengangguk-angguk. Menggigiti jarinya.
"Ya. Tolong Casanova, tolong ajari aku melakukannya," ujar perempuan itu tak sabaran lagi, ingin segera disentuh pada 3 bagian titik itu.
"Wala! Apa boleh buat jika kau memang memaksa?" Casanova mulai beraksi.
Mula-mula ia mendorong tubuh Honey hingga sampai terjatuh ke atas ranjang, dan mulai menyapu seluruh permukaan kulit mulus itu menggunakan lidahnya!
Honey menggeliat.
Mendesah hebat.
Memerah pipinya seperti warna tomat yang siap dipanen oleh petani.
Perempuan itu menggeliat menangkupkan pahanya tiap kali Casanova memainkan lidahnya di bagian bawah telinga, atau bagian pucuk dadanya, apalagi ketika wajah pria itu mulai turun perlahan mendekati perutnya yang langsing.
Ugh...
Sshh...
Honey tak sanggup lagi. Tangannya yang gemas mulai meremas-remas punggung Casanova, dan bahkan sampai mencakarnya.
Punggung Casanova jadi berdarah karenanya.
Sebentar kemudian Casanova berhenti. Ia bangkit dan menggeleng pelan.
"Sepertinya tanganmu harus kulumpuhkan," ucapnya tegas. Lalu melolos sabuk kulit yang berada di pinggangnya. Melentangkan kedua tangan Honey dengan kasar dan terakhir mengikatnya kuat-kuat di bagian tinggi dipan.
Sempurna! Kini perempuan cantik itu sudah tak berdaya.
"Ingat, Honey, pelajaran kedua dariku. Kau harus pintar memainkan 3 titik bagian ini. Apa kau sudah siap?" Casanova menatapnya dalam-dalam.
"Ya, tolong lakukan saja, Casanova! Cepatlah!" Honey tak ingin menunggu lagi.
Dan akhirnya Casanova mulai memainkan 3 bagian milik perempuan itu. Membuat tubuh Honey mengejang seluruhnya. Dan pekik suara kenikmatan tak bisa terelakkan lagi dari mulut perempuan cantik itu.
Honey merasa diterbangkan ke udara! Permainan Casanova membuat dirinya gila!
Bajingan. Biadap. Keparat Casanova! Dan entah apa lagi kata-kata kotor yang keluar dari mulut perempuan cantik itu.
Ia meracau sendiri. Tangannya bergerak-gerak berusaha melepaskan ikatan sabuk itu.
Ia tak bisa berdusta lagi bahwa inilah puncak kenikmatan duniawi, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Casanova telah membuatnya mabuk kepayang. Hingga tak terasa di atas sprei kasur itu sudah basah. Dibanjiri oleh air pekat yang keluar dari bagian di bawah perut Honey.
"Lalu yang terakhir, pelajaran ketiga untukmu, Honey," ucap Casanova seraya berdiri. Pria itu merapikan pakainnya, menyisir rambutnya, seolah semuanya telah selesai hanya sampai di sini.
"Apa? Apa pelajaran ketiganya, Casanova? Ayo lakukan! Lepas bajumu dan naiklah ke ranjangku! Kau harus bertanggungjawab atas semua yang sudah kau mulai kepadaku! Aku sudah terlanjur basah. Dan sebagai laki-laki, seharusnya kau bertanggungjawab untuk menuntaskannya!" bentak Honey marah-marah! Ia tidak suka melihat Casanova yang berkemas-kemas.
Casanova menoleh dan tersenyum.
"Pelajaran ketiga, Honey. Sudahi permainan ketika mangsamu sudah berada di puncak berahi. Tinggalkan dia. Pergilah dengan tenang. Lakukan itu kepada mangsamu, sebab itu akan membuat mangsamu mati penasaran. Dan mulai saat itu wajahmu akan terus terbayang-bayang, di dalam kepalanya."
Casanova pergi setelah mengucapkan kalimatnya.
Brug!
Suara pintu ditutup.
Honey terdiam di dalam lamunannya. Dengan tangan yang masih terikat di ranjang, serta tubuh yang polos bertelanjang.
Ia tak menyangka telah terjebak ke dalam permainan Casanova!
Dan mulai saat itu, wajah Casanova terus terbayang-bayang di dalam kepalanya.
O, sepertinya perempuan malang itu telah jatuh cinta!