webnovel

Tidak Akan Pernah Lupa

Apakah Riski bisa membagi waktunya untuk belajar dan juga bekerja? Sekolahnya yang di mulai sangat pagi, berbeda dengan kebanyakan sekolah lainnya. Bagaimana Riski jualan di pagi hari? Menyuruh ibunya? Itu sangat tidak mungkin, karena ibunya sendiri juga sedang bekerja. Menyuruh Joko? Itu juga tidak mungkin, karena Joko pasti sedang sibuk bekerja. Yang terakhir, Rudy. Pasti sangat tidak mungkin, saat ini ia sedang mengerjakan tugas akhirnya.

Jadi mau tak mau hanya Riski seorang yang harus menjalankan usahanya ini. Berani memulai, berani juga melaksanakannya. Lagian jikalau Riski tidak bekerja, ia membohongi janjinya sendiri yang membiayai sekolah dengan uangnya sendiri.

Kriingggg.

Handphone milik Sastro berbunyi.

"Halo."

"Suamimu ada di rumah sekarang. Kalo mau menemuinya kesini sekarang."

Sastro menghela napasnya, pasrah, "Nggak ah. Nanti takutnya malah jadi masalah baru."

"Yasudah suruh anakmu aja kesini, minta uang, minta tanggung jawabnya."

Telfon dimatikan sepihak oleh saudara Sastro.

"Siapa, bu?" tanya Joko yang penasaran karena Sastro mengucapkan masalah baru.

"Katanya bapakmu ada di kota ini, dan ada di rumah Mbak Parmi." Sebenarnya itu bukan saudara dari Sastro, tapi karena sudah akrab dan menganggapnya seperti saudaranya.

"Ngapain lagi? Kalo dia emang butuh kita, berarti dia kesini." jawab Joko judes.

"Kamu anterin Riski kesana ya. Riski pastinya butuh uang, karena sekolah juga jualannya di pagi hari jadi nggak maksimal. Kamu anter kesana, siapa tau mendapatkan uang dan bisa buat Riski." jelas Sastro.

Sebenarnya Joko sudah malas berurusan dengannya, sosok pemimpin rumah tangga yang tidak bertanggung jawab. Dan karena ini merupakan permintaan dari Sastro sendiri, Joko akan mengantarkan Riski kesana.

"Riskiii..." teriak Joko.

Riski sebenarnya sudah mendengar percakapan Joko dengan Sastro, tapi ia pura-pura tidak mendengarnya.

"Yaaaa?" jawab Riski seadanya yang baru saja keluar dari kamar.

"Nanti kamu minta uang sama bapak ya, sekarang dia ada di rumah Mbak Parmi. Di suruh kesana, siapa tau kamu bakalan di kasih." jelas Sastro lagi.

Fyi, Riski merupakan orang yang sangat dekat dengan bapaknya, dulu. Karena menurut Riski, ia bisa mendapatkan apa-apa ketika masih kecil dulu dan sering di manja. Berbeda dengam Rudy dan Joko yang tentu sudah lebih besar, dan tidak mendapatkan perhatian yang ektra.

"Lah?" kaget Riski dengan mengkerutkan keningnya.

"Biar dianter sama kakakmu yaa. Cepat sekarang aja, keburu dia pergi lagi." perintah Sastro, kemudian dia masuk kedalam kamarnya.

Setelah melihat Sastro sudah masuk ke dalam kamar, "Mau ngapain siii?" bisik Riski sangat pelan agar Sastro tak mendengarnya.

"Udah nurut aja, siapa tau lo bakalan di kasih uang banyak. Jadi lumayan, usaha lo bisa lebih berkembang lagi dengan uang itu."

Riski mengarahkan sorot matanya ke atas nampak berpikir, dan ada benarnya. Sebab, saat sekolah Riski tidak bisa maksimal dalam jualan.

15 menit kemudian, saat sudah sampai di lokasi.

Riski langsung to the point, dan menatap bapaknya dengan serius, "Minta uang buat sekolah."

Di belakang Joko hanya diam saja bersama Mbak Parmi dan juga Mas Toto. Mas Toto merupakan suami dari Mbak Parmi.

"Gak punya uang." jawabnya singkat, padat, dan jelas.

"Kan baru dapat dari kantor."

"Dibilang nggak punya ya nggak punya." bentaknya membuat Riski kaget, kenapa ia di bentak? Apa yang salah dengannya? Riski juga bertanya dengan baik-baik.

Riski semakin marah dan emosi, padahal Sastro mendengar kabar bahwa dia mendapatkan uang yang banyak dari tempatnya bekerja, tetapi kenapa saat Riski meminta, mendapatkan jawaban seperti itu? Kenapa tidak ada tanggung jawab sama sekali?

Riski menahan air matanya agar tak jatuh. Karena sudah malas mendapatkan jawaban itu, Riski lantas pergi dan mengajak Joko untuk pulang.

Namun, di cegah oleh Mas Toto, "Ini buat beli pulsa, ya." Mas Toto memberikan uang ke Riski 50ribu, mungkin agar Riski bisa sedikit lebih tenang.

Wajah Riski sudah terlihat bahwa ia sedang kecewa, dan tidak akan melupakan akan hal ini. Ia sudah rela datang jauh-jauh, merendahkan harga dirinya, tetapi kenapa mendapatkan jawaban seperti itu?

Joko yang melihat itu juga terlihat sangat marah, dari raut wajahnya yang sudah terlihat murung.

Setelah itu Joko menyalakan motornya, dan segera pergi dari sana.

Sudah cukup, cukup kali ini saja. Riski sudah tak ingin berurusan dengannya lagi. Sejak saat kejadian ini, hati Riski semakin membencinya, ia tidak bisa memaafkannya. Seorang yang pengecut, tidak memiliki tanggung jawab.

"Itu lho anakmu sendiri, kenapa gak kamu kasih uang? Dia mau masuk ke SMA, tapi kenapa malah gak tanggung jawab sama sekali? Asal kamu tau, dia rela bekerja diusianya yang masih remaja. Di saat teman-temannya sedang asik bermain, dia sudah berjibaku kerja pontang-panting." kejam Mbak Parmi dengan menuding tangannya. Perasaan Mbak Parmi sudah sangat marah, apalagi anaknya sendiri?

Dia dengan enaknya menyedot rokok, dan hanya diam saja. Tak menjawab pertanyaan itu.

***

"Gimana? Dapat uangnya?" tanya Sastro yang melihat mereka berdua sudah masuk ke rumah dan menemui Sastro di kamar.

Joko menggeleng.

Mata Sastro melotot, "Kok menggeleng? Nggak dikasih ya, Ris?"

Riski hanya diam.

Lalu Joko menjelaskan semuanya, "Dia malah di kasih uang sama Mas Toto."

"Dikasih uang berapa?"

Riski mengeluarkan uang itu dari sakunya.

"Udahlah, bu. Nggak usah berharap sama dia lagi, dia sudah bukan manusia, tapi iblis. Buktinya dia ngebiarin kita hidup susah, dan tidak ada tanggung jawab." Riski mengeluarkan uneg-unegnya, ia sangat kecewa.

Joko hanya menggelengkan kepalanya, "Bahkan dia membentak tadi, bu." tambah Joko.

"Yasudah, usahamu semoga lancar dan tambah sukses, yaa." Sastro mencoba menenangkan anak terakhirnya ini.

Riski hanya diam.

"Kalo dia udah lupa sama kita, kita juga jangan mengingat dia. Kita harus juga lupain dia, bu. Lihat Riski, anaknya sendiri tapi di bentak dan nggak di kasih uang." Joko memberikan saran ke Ibunya.

Sebenarnya Sastro juga sudah malas berurusan dengannya, tapi Mbak Parmi lah yang menyuruh kesana. Mencoba, apa salahnya? Tapi, ternyata kalo mendapatkan jawaban seperti ini mending tidak mencoba kesana.

Setelah sekian lama menghilang, baru saja muncul tetapi kelakuannya sudah sangat berbeda. Apa yang menyebabkannya seperti itu?

"Iyasudah, balas semua ini dengan kesuksesan kalian semua. Joko semangat kerjanya, agar bisa mendapatkan jabatan yang lebih baik, Rudy sebentar lagi juga akan lulus, dia juga pasti bisa mendapatkan pekerjaan, dan Riski semoga bisa sukses dengan usaha sayurnya ini." sebenarnya Sastro juga sangat kecewa dan marah, tapi jika ikut marah, yang akan menenangkan Riski dan Joko siapaa? Sastro hanya mencoba mengalah untuk menenangkan anak-anaknya ini.

Joko menghampiri Riski yang sedang tertunduk lemas, "Iyaa, aamiin. Semangat, Riskiii."

Riski mulai mendongakkan kepalanya, "Aamiin."

Next chapter