webnovel

Mahar

"Aku bertanya padamu, karena Mahar adalah sesuatu yang di inginkan seorang calon istri yang harus di penuhi oleh calon suaminya. Hanya saja sebaik-baiknya mahar adalah yang tidak memberatkan calon suamimu."

"Cih, bilang saja kalau kau ini kere," Sindir Zaskia yang hanya di balas sebuah senyuman tipis Djaka.

"Aku serius, kau ingin mahar apa dariku? Kita tak punya banyak waktu lagi."

"Cih.." Zaskia tampak melengos tak suka jika Djaka berkata demikian. Walau pun kenyataannya mereka memang sudah tak punya banyak waktu karena pak penghulu harus segera pergi lagi ke tempat yang lain. "Kalau begitu maharnya adalah uang di dalam dompetmu," Ucap Zaskia spontan asal bicara.

Semua orang terkejut mendengar apa yang Zaskia katakan. Karena rupanya Zaskia tak meminta sesuatu mahar yang mewah atau yang sulit. Ia hanya menginginkan mahar berupa uang yang ada di dalam dompet Djaka. Sebenarnya Zaskia sendiri mengatakan hal itu juga dengan spontanitas saja. Bisa di bilang dia asal jeplak, tentu saja itu didasari karena amarah dan rasa kesalnya karena ia harus menikah dengan seseorang yang tak ia cintai secara mendadak seperti ini.

Djaka sendiri bahkan tak ingat sisa uang tunai di dalam dompetnya ada berapa, karena ia sendiri bahkan hampir tak pernah memegang dompetnya sendiri, karena segala sesuatunya sudah di atur dan di simpan dengan baik oleh Aldo. Aldo memang orang kepercayaannya dan setiap kali ia butuh sesuatu semuanya akan di siapkan oleh Aldo.

"Do, dompet!" ucap Djaka setengah berteriak kepada Aldo, Aldo sendiri pun langsung menyerahkan dompet bossnya itu kepada Djaka sendiri.

Zaskia sedikit terbengong saat melihat hal tersebut, ia tentu saja heran bagaimana mungkin Djaka menyerahkan dompetnya sendiri kepada orang lain. Apakah ia begitu polos hingga menyerahkan dompet miliknya kepada temannya? Atau mungkin baginya dompetnya tidak berharga. Sejenak Zaskia tersenyum tipis. Ia yakin jika isi dompet tersebut hanya tinggal sedikit.

Djaka membuka dompetnya dan benar saja jika di dalam dompetnya hanya bersisa beberapa lembar uang saja. Ia memang jarang membawa uang cash dan hampir tak pernah karena ia selalu menggunakan kartu ajaibnya untuk semua keperluannya.

Djaka mengambil semua uang di dalam dompetnya bahkan termasuk juga dengan uang koin yang menyelip di antara slot kecil. Ia menghitung uang tersebut tepat di depan Zaskia, walaupun Zaskia tampak tak tertarik dengan hal itu. Baginya Mahar pernikahan kali ini hanyalah sebuah formalitas saja. Niatnya yang sebenarnya adalah hanya ingin mempermalukan Djaka saja.

"Uang di dalam dompet ku ada 314.500," Ucap Djaka sambil menunjukkan tiga lembar pecahan seratus ribu satu lembar uang 10 ribu dan dua lembar uang dua ribuan yang tampak lemas dan kumal. Terakhir dia juga menunjukkan pecahan uang logam 500 rupiah.

Zaskia tampak menutup mulutnya mencoba menahan tawa. "Cih, bahkan mahar ini tak sebanding dengan uang jajanku yang dalam sehari saja bahkan lebih dari 10 kali lipatnya," Ucap perempuan itu menyindir pria yang merupakan calon suaminya.

Zaskia mungkin tak akan bisa bicara seperti jika ia melihat isi dari rekening tabungan Djaka atau pun isi di dalam brankasnya. Namun kembali lagi karena yang di minta Zaskia adalah uang yang ada di dalam dompet maka memang hanya itulah uang tunani yang saat ini ada di dalam dompet Djaka. Ia sendiri bahkan tak menyangka jika dalam dompetnya bahkan ada uang tunai.

Dan entah ini memang kebetulan atau memang sudah takdir, tanpa diduga hari ini memang bertepatan dengan bulan maret tanggal 14. Yang itu artinya isi dompet Djaka sesuai dengan tanggal pernikahan mereka dan juga itu berarti mahar pernikahan mereka sesuai dengan tanggal pernikahan tersebut.

Zaskia tentu saja membandingkan dengan mahar yang seharusnya akan di berikan oleh Alvin yaitu berupa logam mulia seberat 10 gram dan berjumlah 30 keping. Tentu saja angkanya jauh jika di bandingkan dengan uang yang ada di dalam dompet Djaka. Walau begitu Zaskia sendiri bahkan tak bisa membandingkannya secara langsung karena Alvin tak datang dan juga ia sendiri juga belum melihat mahar yang seharusnya di berikan Alvin kepadanya.

"Baiklah, kalau begitu kita bisa segera mulai acara pernikahannya," Ujar sang penghulu yang tampaknya sudah tak sabar karena sudah di buru waktu.

Mau tak mau Zaskia harus menjalani pernikahan ini. Ia melangkah menuju ke meja ijab Kabul dengan langkah yang lunglai seakah semua otot-otot di dalam tubuhnya putus. Pernikahan yang ia dambaka hancur seketika. Pria yang ia cintai yang mana semalam masih ia mimpikan jika hari ini mereka akan resmi menjadi suami istri dan hidup bahagia justru malah sebaliknya. Semuanya hancur berantakan kini ia justru duduk bersanding dengan pria yang tak ia cintai.

Semua orang yang hadir bahkan juga cuukup terheran dan juga terkejut karena nama pria yang menikah justru berbeda dengan yang ada di dalam undangan Maupun yang tertulis di dekorasi pelaminan. Sungguh bagi Zaskia dan keluarganya ini sangat memalukan, begitu juga dengan Tuan Dimitri dan juga nyonya Anne yang sangat malu dengan kelakuan putra bungsunya yang sangat tak bertanggung jawab. Jika tak ada Djaka mungkin mereka berdua sudah sangat kehilangan muka di hadapan semua orang.

Djaka menggenggam tangan sang penghulu dengan mantap. Dalam satu tarikan nafas ia berhasil mengucapkan kalimat ijab Kabul dengan mas kawin yang juga sudah di setujui dan bahkan di minta sendiri oleh Zaskia. Tepat saat semua orang mengatakan kata SAH, saat itu pula air mata jatuh dari pelupuk mata Zaskia. Bukan tangis haru dan bahagia, namun sebuah tangis sedih karena mungkin hiduup bahagia yang ia bayangkan selama ini tak akan pernah ia dapatkan. Kini Zaskia menganggap jika hidupnya ada di ujung jurang yang terjal, atau ia merasa jika masa depannya bagaikan sebuah rumah kosong yang horror. Tak pernah ia sangka sebelumnya ia akan menikah dengan seorang penjual bakso.

Sebenarnya bakso adalah makanan favorit Zaskia sejak kecil, tapi entah mengapa mulai hari ini, bahkan detik ini ia sangat membenci bakso. Makanan itu memang tidak bersalah dalam hal ini. Tapi, memang kini dalam benak Zaskia sendiri sudah di penuhi dengan kebencian. Benci kepada Djaka termasuk dengan profesi dan juga makanan yang ia buat.

Zaskia belum tau jika Djaka adalah seorang pengusaha bakso yang sangat sukses. Ia memiliki ratusan cabang outlet bakso yang semuanya laris manis karena banyaknya varian menu yang tersedia. Ia sendiri juga sudah merambahkan bisnisnya ke luar negeri.

Tak hanya bakso, ia juga membuat olahan cemilan dari bakso, yaitu basreng yang sudah di kemas dengan cantik dan dengan omset yang tak main-main. Selain itu Djaka juga memiliki pabrik yang memproduksi bakso siap makan, basreng dan juga berbagai olahan dari bakso, dan semua produknya kini sudah ia eksport ke beberapa negara tetangga yang tentunya mendapatkan respon yang sangat baik.

Next chapter