webnovel

Wind Breeze 11

William menghela nafas panjang setelah ia selesai meminum segelas anggur yang disajikan untuknya. Matanya menatap hamparan perkebunan anggur yang ada di luar jendela restoran yang ia datangi. Charles membawanya ke salah satu restoran terbaik di Riquewihr yang berada di dekat perkebunan anggur.

Restoran itu terkenal dengan hidangan tradisional Riquewihr dan juga pilihan wine-nya. William terdiam sambil menatap perkebunan anggur tersebut. Di saat ia sedang terdiam, ponselnya yang ada di atas meja tiba-tiba berdering dan ia segera melihat nama yang muncul pada layar ponselnya.

William menghela nafas panjang begitu melihat nama Esmee muncul di layar ponselnya. "Kenapa wanita suka sekali menggangguku? Aku hanya ingin diam dan menikmati pemandangan di depanku sebentar."

"Kau tidak mau menjawabnya?" tanya Charles. Ia ikut mengintip nama yang ada di ponsel William.

William menggeleng. Ia lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada perkebunan anggur di luar sana. Namun baru sebentar William menatap perkebunan anggur tersebut, ia tiba-tiba mendesah pelan dan langsung menyambar ponselnya.

"Ya, Esmee," sapa William.

"Kau ada di mana? Jam istirahat sudah berakhir," ujar Esmee.

William menghela nafas panjang. "Aku mungkin sedikit terlambat. Kerabatku dari Paris tiba-tiba datang mengunjungiku."

Esmee terdiam sejenak. "Baiklah kalau begitu. Segera kembali ke restoran setelah urusanmu dengan kerabatmu itu selesai."

"Kau tidak perlu khawatir," sahut William.

"Oke, kalau begitu." Esmee mematikan sambungan telponnya dengan William.

William kembali meletakkan ponselnya di atas meja makan dan menghela nafas panjang. "Sepertinya aku tidak bisa memanjakan diriku sampai aku berhasil merebut restoran itu."

Charles tertawa pelan setelah mendengar ucapan William. "Tapi sepertinya kau sangat menikmati bekerja di restoran itu."

William diam dan tidak menyahuti ucapan Charles. Ia lalu meraih ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Setelah itu William bangkit berdiri. "Bayar semuanya dan kita segera pergi dari sini."

Charles berdecak pelan melihat William yang pergi begitu saja. Ia segera berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju meja pembayaran untuk membayar semua makan siang William.

----

Sven langsung menghampiri Esmee begitu ia masuk ke dapur. "Di mana William?"

"William akan sedikit terlambat. Dia bilang ada kerabatnya yang baru datang dari Paris," jawab Esmee.

"Itu bukan alasan untuk datang terlambat. Dia harus lebih bertanggung jawab pada pekerjaannya," timpal Pierre.

"Aku tidak masalah. Lagipula selama ini William sudah bekerja dengan baik," sahut Esmee.

Pierre tertawa pelan setelah mendengar ucapan Esmee. "Kau tidak boleh bersikap begitu kepada pekerjamu. Kalau kau bersikap seperti itu, lama kelamaan mereka tidak akan menghargaimu dan bersikap seenaknya."

Sven yang mendengar ucapan Pierre melirik tajam ke arah pria itu sambil berdeham kencang. Setelah itu ia berbicara pada Esmee. "Aku bisa menggantikan William sampai dia datang. Kebetulan sekali kita punya Pierre di sini untuk membantu kita."

Pierre segera menoleh pada Sven. Ia mendengus pelan lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada Esmee. "Kau tidak perlu khawatir. Aku akan tetap membantumu sampai jam buka restoranmu berakhir."

"Terima kasih, Pierre," ujar Esmee.

Esmee lalu berjalan ke meja dapur dan mulai menyiapkan bahan-bahan untuk membuat menu makanan di restorannya. Begitu bel penanda dari Marie berbunyi, Esmee menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

Ia kemudian berjalan ke jendela kecil yang ada di dapur untuk mengambil menu yang sudah ditulis oleh Marie. Esmee membaca menu pesanan dari pengunjung restorannya dengan suara lantang.

Pierre dan Sven mendengarkan dengan seksama. Begitu Esmee selesai menyebutkannya, Pierre dan Sven langsung bergerak tanpa menunggu perintah dari Esmee. Begitu pula dengan Esmee yang langsung berkutat dengan bahan-bahan makanannya.

----

Tiga puluh menit setelah restoran D'Amelie kembali buka, William baru tiba di restoran tersebut. Ia langsung masuk melalui pintu belakang dan segera mengenakan celemeknya.

Sven yang melihat William baru saja bergabung di dapur langsung menghampirinya. Ia langsung menceritakan apa yang dikatakan Pierre setelah Esmee menelpon William.

"Masakannya memang enak. Tapi aku tidak suka dari caranya ketika membicarakanmu dengan Esmee," ujar Sven.

William berdecak pelan. "Biarkan saja."

"Untungnya Esmee tetap membelamu. Esmee pasti tidak suka mendengar Pierre merendahkan pekerjanya," sahut Sven.

"Sudahlah. Kita tidak perlu membicarakan itu. Aku sudah terlambat tiga puluh menit dan aku tidak ingin mengganggu pekerjaan di sini," timpal William.

Sven menganggukkan kepalanya. Ia menoleh sekilas ke arah Pierre yang sedang memasak di sebelah Esmee. "Aku tidak akan mendukungnya jika dia ingin menjadi kekasih Esmee."

William hanya tertawa pelan setelah mendengar ucapan Sven. Ia langsung melakukan pekerjaannya. Namun sesekali William melirik ke arah Esmee yang tengah sibuk memasak pesanan untuk pengunjung.

----

Esmee langsung duduk di meja makan yang ada di dapur begitu jam buka restoran D'Amelie berakhir. Setelah Marie, Sven, Pierre dan yang lainnya pergi meninggalkan restoran, Esmee yang merasa sangat letih memutuskan untuk beristirahat sebentar di dapur sebelum ia naik ke tempat tinggalnya.

Di saat Esmee sedang memijat leher dan bahunya, William tiba-tiba menghampirinya dan membawakan segelas teh hangat. "Minumlah. Aku tahu kau pasti sangat lelah."

Esmee menatap William sebentar lalu tersenyum simpul. "Terima kasih."

William kemudian duduk di hadapan Esmee dan memperhatikannya yang kini sedang menyesap teh hangat yang ia buatkan. "Setelah ini kau tetap akan pergi ke klub?"

Esmee mengangguk sambil tetap meminum teh buatan William.

William menghela nafas panjang. "Kau sudah hampir kelelahan, Esmee."

Esmee meletakkan gelas berisi teh buatan William. Ia kemudian menatap William. "Kita sudah membicarakan ini tadi pagi."

"Ya, aku tahu," sahut William.

"Pierre juga memintaku untuk libur malam ini. Tapi aku bilang, aku akan tetap datang," ujar Esmee.

Esmee kembali memijat leher dan bahunya. Sesekali ia mengerutkan keningnya menahan rasa ngilu akibat otot di sekitar lehernya yang terasa tegang.

Melihat Esmee yang terus memijat lehernya, William akhirnya memutuskan untuk beralih ke sebelah Esmee. "Biarkan aku membantumu."

Esmee menatap William sambil mengerutkan keningnya. "Apa yang mau kau lakukan?"

"Berputarlah. Aku bantu memijat lehermu," jawab William.

"Tidak. Tidak perlu," sahut Esmee cepat.

William berdecak pelan. "Sudahlah. Turuti saja kata-kataku. Kau bilang, kau harus pergi ke klub setelah ini."

William memegang bahu Esmee dan memutar posisi duduk Esmee hingga membelakanginya. Setelah itu, Esmee bisa merasakan telapak tangan William yang dengan lembut memijat bagian belakang lehernya.

"Katakan saja kalau terlalu keras. Aku akan mengurangi tekanannya," ujar William.

Esmee mengangguk pelan. Ia sudah terhanyut dalam pijatan lembut yang diberikan William. "Ternyata kau pandai memijat, Will."

William tertawa pelan setelah mendengar ucapan Esmee. "Wanita suka sekali dipijat. Jadi aku harus memberikan piijatan terbaikku."

"Sepertinya kau punya banyak teman wanita," ujar Esmee.

William berdecak pelan. "Bagaimana? Sudah lebih baik?"

"Ya, sudah lebih baik," jawab Esmee.

William masih melanjutkan pijatannya pada Esmee sampai beberapa menit kemudian. Setelah itu, ia melepaskan tangannya dari bahu Esmee.

Esmee kembali memutar tubuhnya dan kini ia duduk berhadap-hadapan dengan William. Mata biru milik Esmee yang lembut bertemu dengan mata hijau William yang nampak dingin namun juga hangat di saat yang bersamaan.

William dan Esmee seakan sedang menyelam ke dalam jiwa masing-masing ketika mereka saling bertatapan. Namun hal itu tidak berlangsung lama ketika William akhirnya berdiri dari tempat duduknya.

"Istirahatlah sebentar sebelum berangkat ke klub. Hubungi aku jika kau memerlukan bantuan. Aku pulang," ujar William. Ia kemudian segera melangkah meninggalkan dapur restoran.

Esmee masih duduk di tempatnya sambil menatap William yang berjalan pergi dan meninggalkannya sendirian di dapur. Ia menghela nafas panjang begitu William melangkah keluar. Esmee akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan dapur untuk naik ke kamarnya yang ada di atas restoran.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Next chapter