"Ada apa denganmu Xevanus? Terdengar seperti habis menangis," tutur Qelia dengan nada bertanya sambil mengangkat alisnya bingung.
Xevanus yang mendengar kalimat Qelia langsung tersentak. Dia cepat-cepat mengusap kedua air mata yang berlinang menyusuri pipi. Kemudian, dia mencoba menetralkan suaranya agar terdengar seperti biasa.
"Ah, saya tidak apa-apa kok, Tuan," jawab berbohong sambil mengukir senyum pada bibirnya.
Mendengar jawaban dari Xevanus, Qelia menghela napas dan menundukkan kepalanya. "Mungkin kita baru kenal, dan itu tak sampai seminggu. Tapi, kamu tau kalau aku bisa membaca kebohongan seseorang dari ekspresi, gerak-gerik atau nada suaranya bukan?" tanya Qelia yang kemudian mengangkat kepalanya, lalu mengukir senyum lembut pada bibirnya.
Cara Qelia yang lembut saat berbicara di kala ini, tak jauh berbeda ketika sedang berbicara atau menghadapi Aksvar dan Vesko. Xevanus mengetahui itu dan hapal betul. Sudut hatinya menghangat, karena pertama kalinya mendapat kalimat hangat dari seseorang.
'Ini pertama kalinya ada orang yang menanyakan keberadaanku,' batin Xevanus tanpa sadar tersenyum lembut dan mengepalkan tangan karena terharu.
Air mata yang sangat jernih layaknya danau tanpa limbah itu turun ke dagu dengan menyusuri pipi lembutnya. Xevanus terisak dalam diam. Sementara Qelia yang mengangkat sebelah alisnya penuh tanda tanya. Ketika dia tak mendengarkan suara dari si Xevanus.
Qelia kembali menatap pada dinding tebing, yang menyembunyikan lingkaran sihir di baliknya. Dia memeluk kedua lutut, lalu terdiam dan membayangkan kehidupan yang dia lalui sebelumnya. Air mata perlahan menumpuk, dan akan tumpah dalam satu kedipan mata.
Melalui mata yang berkaca-kaca milik Qelia. Siapapun akan tahu, betapa banyak rasa rindu dan sesal yang menumpuk dibaliknya. "Xevanus, kau tahu kalau aku memiliki istri di kehidupan sebelumnya bukan? Dan sekarang, aku sangat merindukan sosoknya yang akan menghiburku ketika ada masalah," lirihnya bergetar menahan rindu yang sangat berat dalam hati.
Qelia kemudian membenamkan kepalanya di antara celah lutut, sementara Xevanus terdiam karena tak tahu harus bereaksi seperti apa, di kala sang majikan itu mulai curhat padanya. Dia pernah melihat masa lalu yang dijalani oleh sang majikannya itu, seperti melihat kaset video yang berputar dengan sangat cepat.
Tak tahu harus berkata apa, Xevanus pun mengangkat suara dengan nada bertanya ;"Bukannya Anda hanya perlu mencari istri baru yang sama lembutnya?"
Gadis yang berada di alam bawah sadar itu memiringkan kepalanya.
Senyum pilu pun tampil pada bibir Qelia, di saat dia mendengar kalimat yang begitu entengnya terucap dari bibir gadis itu. "Yang lembut, penuh perhatian, penuh kasih sayang memang banyak. Tapi bagiku, wanita sepertinya hanya satu di dunia," balas Qelia dengan penuh keyakinan mengucapkan hal itu.
"Lagi pula, sangat mustahil untuk mencari istri dengan wujud sekarang. Lebih baik, aku fokus mengurus Aksvar dan Vesko, hingga mereka sukses dan kematian mendatangiku!" sambung Qelia mulai melupakan kesedihannya dan tersenyum ceria, meski ada rasa pilu yang tercetak jelas dalam senyumnya itu.
Dia melepas pelukannya pada lutut, lalu bangkit dari posisi duduk dan berdiri dengan tegak. "Sekarang, aku harus fokus ke apa yang sedang kujalani sekarang. Mengingat masa lalu untuk menyesalinya hanya akan berakhir sia-sia. Lebih baik aku berpikir, bagaimana cara membuat diriku menjadi lebih kuat untuk memberikan rasa aman pada Aksvar dan Vesko!" seru Qelia bertekad sambil mengepalkan tangan kanan di depan dada.
Rasa aneh yang begitu kuat mulai terasa mendominasi pikiran dan hati Xevanus, hingga tanpa sadar. Senyum pilu berganti dengan senyum bahagia, karena mendengar kalimat penuh keyakinan dan motivasi dari sang majikan.
Kalimat-kalimat dari Qelia seperti menyampaikan pesan, bahwa rasa sedih memang masih tertingal di dalam dada. Namun, bukan berarti kalau dia harus terus bersedih dan meratapi nasib, tanpa mau melakukan sebuah perubahan bukan? Itulah tebakan Xevanus.
'Tuan, saya berjanji akan terus membantu, dan berusaha menjadi berguna untuk Anda!' batin Xevanus menutup mata, dan membiarkan senyum terukir tulus pada wajah cantiknya.
"Tuan, seperti yang saya katakan. Ini waktunya Anda untuk berlatih!" tegur Xevanus mengingatkan.
Qelia yang kini berdiri di hadapan dinding tebing dengan ukiran lingkaran sihir itu terkekeh, sambil menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak terasa gatal. "Hehehe, aku melupakannya!" jawab Qelia pelan, mencari alasan.
Xevanus menggeleng perlahan sambil memejamkan mata, memaklumi sang tuan yang melupakan tujuan datang ke hadapan tebing yang mengukir lingkaran sihir. Puas menggeleng, ia membuka mata dan menatap dengan serius.
"Kita akan segera melaksanakannya tanpa banyak omong!" ucap Qelia dan Xevanus yang kebetulan sedang satu server. Mereka berdua kembali tersenyum. Namun setelah itu, Qelia benar-benar berlatih di bawah pengawasan Xevanus.
Tiga bulan berlalu ....
Fisik dan jiwa Qelia perlahan menjadi lebih kuat dari sebelumnya, Aksvar dan Vesko juga mulai bertumbuh sedikit lebih tinggi dari sebelumnya. Bela diri dari aliran modern yang diajarkan oleh Qelia bisa dengan mudah mereka praktikkan ke dalam dunia nyata.
Qelia sendiri sedang berdiri di pusat lingkaran sihir yang berkamuflase menjadi dinding tebing pada biasanya. "Sekarang, saya akan mengukir sebuah bentuk teratai pada kening Anda, agar lebih mudah untuk menyerap energi alam, dan menjadikannya tenaga dalam!" jelas Xevanus memasang ekspresi serius.
Qelia mengangguk. Kemudian, si Xevanus menyuruh sang majikan untuk duduk membelakangi tebing. Tanpa banyak omong, Qelia pun langsung mengambil posisi seperti apa yang Xevanus perintahkan.
"Saya ingin memperingatkan sekali lagi Tuan, proses pengukiran bentuk teratai ini akan sangat menyakitkan. Dan lagi, ukiran teratai ini hanya akan bertahan, lalu hancur ketika Anda sudah mampi mengendalikan energi dalam dengan benar!" peringat Xevanus sekali lagi dengan nada sangat serius.
Kalimat peringatan yang Xevanus lontarkan tidak membuat Qelia takut. Malah, dia menarik senyum smirk dan menatap dengan teguh ke depan, lalu mengatakan ; "Kau tahu bagaimana sifatku. Aku akan menerima semua rasa sakit, mau bagaimanapun rasanya!
Xevanus menghela napas pelan mendengarnya, tapi tetap tersenyum. Sejak tiga bulan lalu, di tempat yang sama dengan dia berada saat ini. Dia mulai belajar, lebih baik bergerak maju walau hasilnya tak akan sesuai ekspektasi. Dari pada berdiam dan menerima semua hasil.
"Seperti yang Anda katakan barusan, saya akan mencoba yang terbaik untuk membuat rasa sakit itu berkurang!" tegas Xevanus sambil melihat Qelia dari alam bawah sadar.
Sang majikan itu tersenyum pelan sambil mengangguk. "Kita mulai!" sambung Xevanus serius. Dia menutup kedua mata dan berusaha fokus.
Sementara Xevanus mengulurkan kedua tangannya ke depan, mengumpulkan tenaga dalam di sana, lalu mengalirkannya pada setiap jengkal tubuh Qelia.
Di saat yang bersamaan, alis Qelia mengernyit di masa energi misterius tiba-tiba terasa di punggungnya, lalu menyebar ke setiap jengkal tubuhnya. 'Bukankah kata Xevanus, ini akan menyakitkan?' batin Qelia bertanya-tanya dalam hati.
Tak berselang lama setelah Qelia mengatakan hal itu. Xevanus mulai memusatkan tenaga dalamnya ke bagian kening Qelia untuk mengukir segel teratai. Tanpa peringatan, rasa panas bak direndam di lahar panas langsung mendera indra perasa Qelia.
Rasa panas super dahsyat itu lebih menyakitkan pada bagian kening. Dia ingin berteriak, tapi tenggorokannya seakan dicekat oleh sesuatu yang tak terlihat.
Tak kehabisan akal, Qelia mencengkram tanah untuk melampiaskan rasa sakit yang dia alami, hingga batu-batu tajam pun menggores telapak tangan lembutnya.
Perlahan, Xevanus mulai masuk ke tahap berikutnya ; yaitu membentuk ukiran teratai, sambil mengendalikan tenaga dalam miliknya agar terus menyebar ke setiap tubuh sang majikan dengan normal dan lancar.