"Hukum macam apa yang ingin kamu ciptakan tuan Evan? Anda tidak akan pernah bisa melawan petinggi negara yang sudah jelas-jelas memegang kekuasaan, banyak orang yang tidak mendapat keadilan di negara ini bukan hanya anda. Tapi kenapa anda ingin memperkeruh masalah ini dengan mengatakan kalau anda ingin menciptakan hukum sendiri? Katakan kepadaku tentang rencanamu dan aku akan membantumu,"
Perkataan Iris kembali membuat langkah kaki Evan terhenti, pria itu langsung menoleh ke arah Iris, menatap gadis yang saat ini memakai setelan blazer berwarna putih dengan tatapan mata penuh kebencian.
"Benarkah? Kenapa kamu ingin membantuku? Jangan harap aku bisa mempercayaimu dengan mengatakan semua rencanaku kepadamu!! Bagaimana kamu bisa membantuku kalau kamu sendiri tidak bisa berbuat apa-apa saat kasus Rhea dihentikan?! Jangan memberi harapan kepada orang lain jika kamu sendiri tidak bisa berbuat apapun," ujar Evan kemudian ia pergi meninggalkan Iris yang masih berdiri terpaku di tempatnya..
Evan dan Peter berjalan meninggalkan restoran menuju ke dalam mobiil, kedus alis Evan hampir menyatu dengan rahang yang mengatup. Hanya melihat wajah Evan sekilas saja orang pasti sudah tahu kalau saat ini Evan sedang marah akan tetapi ia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya agar tidak meledak-ledak.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Peter yang baru saja selesai mengenakan sabuk pengaman.
"Mana mungkin aku baik-baik saja, Peter. Saat ini aku sudah hampir gila," jawab Evan.
"Bukankah aku sudah bilang kepadamu kalau pertemuan ini hanyalah sia-sia saja? Jaksa itu tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelesaikan kasus ini," ujar Peter.
"Apakah ini semua karena ada campur tangan Julian? Tapi aku ragu," tanya Evan.
"Bisa jadi, mungkin juga Julian menggunakan uangnya untuk menyuap pimpinan kejaksaan. Akan tetapi kemungkinan itu sangatlah kecil mengingat kondisi finansial Julian sudah tidak sekuat dulu lagi saat kita menyerangnya," jawab Peter.
"Kalaupun Julian bisa menyuap petinggi kejaksaan, lalu ia mendapat uang dari mana? Apakah Julian bersekongkol dengan orang pemerintahan? Bukankah ini aneh? Bagaimana mungkin petinggi kejaksaan bisa bersekongkol dengan mafia seperti Julian?" tanya Peter lagi.
Evan terdiam sejenak, ia tampak sedang berpikir. "Kalau begitu kita harus mencari tahu, kita harus bisa mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya.''
"Caranya?'' tanya Peter.
"Kita pergi ke kantor kejaksaan," jawab Evan.
"Sekarang?" tanya Peter.
"Tahun depan," jawab Evan seraya memutar bola matanya.
"Oke, oke ... kita pergi sekarang," ucap Peter yang langsung tancap gas menuju ke kantor kejaksaan.
****
Beberapa saat kemudian ...
Mobil yang dikemudikan oleh Peter sudah sampai di depan gerbang gedung kantor kejaksaan, banyak orang berlalu-lalang di sekitar gedung kejaksaan karena memang hari ini adalah hari efektif bekerja. Netra Evan dan Peter saat ini terpaku menatap gedung kejaksaan yang terlihat sangat besar dan luas.
"Evan, jangan bilang kalau kamu ingin mencari bukti di dalam sana. Apakah kamu sedang bercanda? Itu gedung kejaksaan, Evan. Butuh banyak waktu untuk bisa menemukan ruangan penyimpanan barang bukti, sangat mustahil kalau kita bisa menemukannya dalam waktu yang sangat singkat kalau tidak mempunyai orang dalam yang tahu tentang seluk beluk gedung itu. Dan tidak mungkin juga kalau mereka menyimpan bukti kejahatan mereka di sana," ucap Peter.
"Kita hanya perlu mencari ruangan pimpinan kejaksaan saja, lalu menyelipkan benda kecil dan ajaib ini di dalam kantor pimpinan kejaksaan." Evan menunjukkan alat penyadap pembicaraan kepada Peter.
"Evan, bukankah alat seperti itu sangat mudah dideteksi? Lalu mau diletakkan di mana? Jangan terlalu mencontoh adegan di film karena para aktornya hanya membaca naskah dan berakting sesuai arahan sutradara, kota bukan sedang bermain film, Evan. Yang kita hadapi bukanlah orang sembarangan yang bisa dengan mudah ditipu," protes Peter.
"Apakah kamu ada ide yang lebih baik? Karena hanya dengan cara inilah kita bisa mencari tahu apa yang mereka bicarakan dan dengan siapa saja mereka bicara. Akan lebih baik jika aku tahu alasan mereka menghentikan penyelidikan kasus Rhea," timpal Evan.
Peter menghela napas. "Kapan kita akan beraksi?" tanyanya pasrah.
"Kita?" tanya Evan memastikan.
"Hmm ... Kita, memangnya siapa lagi?"
"Hanya aku saja, aku sendiri yang akan melakukannya malam ini. Kamu di rumah saja untuk menjaga Alice, aku tidak mau kejadian kemarin terulang kembali. Maka dari itulah, salah satu diantara kita harus tetap tinggal di mansion untuk menjaga Alice," tegas Evan.
"Tidak, mana mungkin aku membiarkanmu beraksi sendirian. Seperti yang sudah kamu bilang, kalau Alice bukanlah anak kecil lagi. Dia sudah tumbuh menjadi perempuan yang tangguh dan dia adalah seorang petarung yang handal, jadi aku tidak perlu merasa khawatir lagi," tolak Peter.
"Tapi Alice adalah seorang perempuan dan dia adalah adik yang harus kita jaga, jangan membantahku lagi dan lakukan saja perintahku," kukuh Evan yang direspon anggukan oleh Peter.
"Oke, kamu harus berhati-hati."
"Iya, pasti."
Peter kembali menyalakan mesin mobilnya, menginjak pedal gas lalu pergi meninggalkan gedung kejaksaan. Malam ini adalah untuk pertama kalinya Evan melakukan misi seorang diri tanpa ditemani Peter, karena biasanya kedua orang itu melakukan misi bersama-sama.
Evan merasa sangat khawatir kalau harus meninggalkan Alice sendirian di mansion, karena Evan khawatir kalau Julian bisa menyerang sewaktu-waktu seperti kejadian kemarin dan untuk mencegah kejadian itu agar tidak terulang kembali maka dari itulah Evan menyuruh Peter tetap tinggal di mansion untuk menjaga Alice.
Sementara itu di Quirinal Palace ...
Saat ini Alice sedang berjalan menyusuri lorong yang menuju ke ruang kerja sang Presiden, saat ia sedang berjalan tak sengaja ia berpapasan dengan seorang pria berpostur tinggi tegap yang baru saja keluar dari ruang kerja sang presiden dan di saat Alice menoleh ke arah pria yang baru saja berpapasan dengannya ia tak sengaja melihat ada di belakang telinga pria itu terdapat tato kalajengking.
Langkah kaki Alice seketika terhenti, gadis itu langsung berbalik dan kini sedang berjalan membuntuti pria tersebut dari belakang. Akan tetapi sayangnya pria itu tiba-tiba saja menghilang saat berada di ujung lorong dimana terdapat 2 jalan yang saling berlawanan arah dan menuju ke tempat yang berbeda.
Gadis itu tak tahu harus mengambil jalan yang mana dan terpaksa ia mengambil jalan yang berada di sisi sebelah kirinya, Alice berjalan cepat menyusuri jalan yang ternyata adalah jalan buntu. Alice ternyata salah mengambil jalan dan membuatnya kehilangan jejak pria bertato kalajengking itu.
"Shit!! Kamu bodoh sekali Alice," umpatnya seraya memegangi kepalanya.
"Tapi kenapa pria tadi keluar dari ruang kerja pak Presiden? Apakah Presiden mempunyai hubungan dengan penjahat bertato kalajengking itu? Tapi ... bukankah yang menyerang mansion kak Evan juga memiliki tato kalajengking? Ini benar-benar gila kalau sampai presiden juga ikut terlibat dalam aksi kejahatan. Kenapa masalah ini jadi semakin rumit? Kalau dugaanku benar, berarti musuh yang aku hadapi sekarang bukanlah orang sembarangan karena Presiden juga ikut terlibat," lirih Alice.
"Siapa yang kamu maksud, Alice? Pak Presiden terlibat apa?"
Netra Alice membulat sempurna karena seseorang telah mendengarkan pembicaraannya.
To be continued.