webnovel

Hangatnya Ikatan

(Ryandra Lim)

Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Sekitarku sudah mulai gelap, hanya ada cahaya remang-remang sinar di luar yang menerangi ruangan ini. Aku berdiri perlahan, merasakan kepalaku yang masih berdenyut. Aku mencerna apa yang terjadi padaku. Sebelum aku pingsan, aku dikepung sosok-sosok bertudung putih, setelah aku lolos dari sosok itu. Aku bergegas keluar dan tidak menyadari ada sosok lain yang menerjang ke arahku, dan seketika itu juga aku tidak sadarkan diri.

Aku tidak begitu ingat, sosok apa yang menerjangku. Pikiranku masih kacau. Terkadang suara jeritan yang aku kenal. Itu suara Eriska, sepertinya Eriska dalam bahaya. Aku berlari secepat mungkin, mencari keberadaan Eriska. Sesampainya di ruang depan. Aku melihat Eriska berjongkok di lantai.

"Ada apa?" tanyaku yang masih tersengal-sengal karena berlari.

Eriska menunjuk seseorang tertelungkup di lantai, mengadu kesakitan. Siapa lagi kalau bukan si bodoh itu yang selalu menjadi biang masalah. Dan, yang membuat aku semakin terkejut, Yuki berada di atas badan Noah. Mereka berdua sengaja menyelinap masuk ke rumah ini.

"Kenapa kamu ada di sini? Mau mencuri?" tanyaku kesal.

"Aku hanya ingin menyelidiki kasus ini. Lagi pula, ini rumahnya Yuki. Kamu yang masuk sembarangan seperti pencuri." Noah berseru ketus dan membuang muka.

"Maaf Eriska, aku membuat kamu takut."

Eriska mengibaskan kedua tangannya. "Tidak apa-apa." Kemudian menatap Yuki. "Kamu tidak apa-apa, Yuki?"

"Aku baik-baik aja."

"Jadi, kalian kenapa ke sini?" tanyaku tidak ingin berbasa-basi.

"Aku sudah bilang, aku juga ingin ikut menyelidiki. Dasar, sok pintar."

"Memuji?

Senang saja melihat Noah yang wajahnya sudah panas seperti itu, dengan aku yang sikapnya terlalu ketus. Tapi, kali ini tatapan mata si bodoh ini sendu. Aku sering melihat tatapan mata itu. Tatapan mata kehilangan seseorang yang sangat disayangi. Seperti aku yang kehilangan sosok kakak perempuan yang selalu menyayangiku. Bedanya, dia masih ada, tetapi dia membenciku tanpa sebuah alasan. Noah mengalami kehilangan yang begitu besar, kehilangan dua orang yang sangat disayang nya, kedua orang tua Noah yang telah lama meninggal.

"Selain itu, Yuki ingin kembali ke rumah lamanya. Aku hanya ingin melindunginya, jika terjadi sesuatu padanya."

Gadis kecil di samping Noah tertunduk lesu, seperti menyimpan kesedihan yang mendalam. Aku tidak begitu akrab dengan anak kecil. Sikapku dingin dan tidak bersahabat. Anak kecil yang ditinggal mati orang tuanya, biasanya akan mengalami gangguan psikis dan mental yang terganggu.

Aku mensejajarkan diriku dengan tinggi gadis kecil itu. Aku tidak begitu akrab dengan anak kecil, setidaknya aku masih bisa memberi kata-kata yang menenangkan, tidak sebaik Noah yang selalu memberi kata-kata lelucon.

"Kakak tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang disayangi, tapi kakak juga tidak mau itu terjadi. Sebagai manusia, kita merasakan rasa sakit, karena kehilangan orang yang kita sayangi. Kalau Yuki sakit, dokter yang akan menyembuhkan sakit yang Yuki alami. Beda dengan sakit yang berada di sini," ujarku, menyentuh dada gadis kecil itu. "Hanya ada satu obat yang bisa menyembuhkan rasa sakit itu."

"Apa obatnya Kak? Semenjak ayah dan ibu pergi tinggalkan Yuki, Yuki merasa kesepian dan sakit ini makin bertambah."

Menunjukkan bagaimana caranya menghilangkan rasa sakit di hati. "Mengisinya dengan kasih sayang dan cinta."

"Bagaimana bisa mengisinya kak?" tanya Yuki, mata gadis kecil itu berbinar cerah.

Di balik sikap dinginku, ada rasa sedih melihat gadis kecil itu merasakan rasa sakit karena kehilangan seseorang yang disayangi. Melihat Yuki, aku melihat diriku sendiri dan Noah. Kami yang sama-sama menyimpan rasa sakit yang mendalam.

"Yuki sudah dapat semuanya. Dari Paman Andi, Kakek Hamidan, Kak Noah dan teman-teman kakak. Tentunya kasih sayang ayah dan ibu Yuki."

Aku terkejut mendapati anak kecil itu berlari memelukku. Padahal aku sendiri tidak begitu akrab dengan anak kecil, ada sesuatu yang aneh saja saat pertama kali dipeluk oleh gadis kecil ini. Tidak juga. Aku juga punya keponakan laki-laki yang aku sayangi, putranya Kak Kristal. Karena sikap aku yang dingin dan bermulut kasar, aku tidak terbiasa akrab dengan anak kecil. Mengulang kembali, saat aku begitu akrabnya dengan keponakanku.

"Kak Ryan punya rasa hangat yang sama dengan ibu. Rasa hangat itu juga yang buat ibu dikejar oleh dia."

Maksudnya apa? Aku tidak begitu mengerti dengan ucapan Yuki. Yuki mendongakkan kepalanya, matanya yang sembab menatapku.

"Aku takut Kak Ryan diambil oleh dia. Awal aku bertemu Kak Ryan, aku ingin dekat sama kakak. Tapi aku takut, Kak Ryan terlihat dingin dan tidak bersahabat."

Memang tidak bisa dipungkiri, aku memang seperti itu. Anak kecil pun tidak berani dekat denganku. Tapi, tunggu dulu. Apa maksudnya 'aku akan diambil oleh dia?' Aku, Noah dan Eriska saling pandang satu sama lain.

"Yuki, apa maksudnya Kak Ryan diambil oleh dia? Kamu tahu siapa yang sudah bunuh orang tua kamu?" tanya Noah.

Ini bisa menjadi petunjuk selanjutnya, dengan Yuki yang sepertinya tahu pelaku pembunuhan ini.

Yuki mengangguk. "Ayah dan ibu juga diambil oleh dia. Aku tidak tahu dia itu siapa. Dia seperti bukan manusia. Hanya sosok tinggi dan diselimuti kabut gelap. Tapi Yuki merasakan hawa gelap dan rasa dingin dari doa."

Mungkinkah ada hubungannya dengan Spirit Magis Kegelapan? Kasus ini masih samar.

"Aku tidak sengaja melihat kalian berdua pergi, ternyata kalian ke sini lagi buat cari bukti. Kebetulan aku mampir ke rumah Andi. Yang anehnya, perasaanku tidak mengenakan. Saat kalian masuk ke dalam, saat itu juga aku merasakan sesuatu yang jahat, penuh dengan hawa dendam yang amat gelap. Aku lihat kamu ada dalam gambaran aneh yang aku lihat, aku lihat kamu dalam bahaya."

Noah memang bodoh dan payah, tetapi ada satu hal unik yang dimiliki Noah. Dia bisa merasakan hawa gelap dan jahat. Tapi, aneh saja.

Tidak ingin berlama-lama di sini. Sudah mulai gelap. Aku, Eriska dan Noah mengantar Yuki kembali ke rumah Andi. Andi dan Kakek Hamidan, mereka tidak banyak berkomentar saat aku menjelaskan bahwa kami ke rumah lama Yuki, memberi tahu petunjuk apapun yang telah aku dapatkan.

Sudah malam. Selama di sini, selain kasus serangan Necro dan tewasnya orang tua Yuki yang belum tuntas. Desa ini membutuhkan banyak bantuan dari segi kebutuhan warga desa. Maka dari itu, aku dan yang lainnya membagi tugas.

***

Keesokan harinya. Di dalam rumah sudah dipenuhi bising. Noah dan Rio berebut kamar mandi, Sarah dan Clarissa adu mulut. Aku dan Eriska hanya menatap heran mereka berempat yang sudah membuat keributan di pagi hari. Pembantu dari keluarganya Andi datang ke rumah kami, mengantarkan sarapan pagi untuk kami. Bibi Tina mempersiapkan sarapan pagi untuk kami, duduk di lantai yang beralaskan tikar.

"Terima kasih Bibi. Sayur sup nya enak sekali." Noah yang mulutnya masih penuh dengan makanan, seperti anak kecil saja yang merasakan masakan seorang ibu. Aku seharusnya tidak boleh berkata seperti itu.

Setelah sarapan pagi, tidak lupa mencuci piring dan membereskan barang-barang yang diperlukan. Aku dan Noah menjalankan tugas, ke sekolah dasar di Desa Wayiangan, satu-satunya sekolah yang ada di desa ini. Eriska dan Sarah bertugas di Balai Desa, sedangan Clarissa dan Rio, mereka bertugas menyelidiki dan mencari bukti-bukti yang ada sangkut pautnya dengan kematian orang tua Yuki dan Necro.

Aku dan Noah berangkat ke Sekolah Dasar Wayiangan. Yuki sudah rapih memakai seragam merah putih, lengkap dengan topi. Anak kecil itu menggenggam tanganku, tentu saja membuatku cukup terkejut. Merasakan tangan mungil itu menggenggam tanganku. Seperti mengulang masa lalu, saat tangan kecilku menggengam tangan Kak Annabelle.

Noah tersenyum-senyum di sepanjang jalan, memperhatikan aku dan Yuki yang mulai akrab.

"Tidak menyangka, orang dingin dan kasar seperti kamu, ternyata disukai anak perempuan. Hah, kenapa Sarah tidak suka sama aku?"

Dia merana, karena cintanya selalu ditolak terus. Lagian, Sarah tidak menyukai si bodoh dan si bodoh itu seperti tidak patah semangat mengejar cintanya Sarah.

"Kamu jelek, berlaga keren, tapi bodoh dan payah. Tidak ada aura tampan sama sekali, wanita mana mau denganmu kamu."

"Kamu mau bertengkar denganku? Ayo. Aku tidak takut," ujar Noah, marah. Matanya yang berkobar marah, begitu dekat sekali dengan wajahku.

Yuki tertawa melihat aku yang tidak meladeni sikap cerewet Noah, sedangkan si bodoh ini cerewet sekali. Aku kembali melanjutkan perjalanan, menulikan pendengaran, tidak mendengarkan gerutunya yang tak jelas dari si cerewet atau si bodoh. Entah julukan apa lagi yang aku berikan pada Noah. Memang dia cerewet, bodoh dan payah.

Sesampainya di Sekolah Dasar Wayiangan. Aku menatap gedung sekolah ini yang tidak terawat, banyak atap yang bolong, cat dinding terkelupas, kaca jendela pecah dan hanya di tutup dengan kayu. Hanya ada lima ruang, satu ruang guru dan satu ruang kepala sekolah, sisanya ruang kelas. Aku prihatin dengan keadaan bangunan sekolah di desa terpencil seperti desa Wayiangan ini. Desa-desa lain tidak memiliki sekolah, sehingga kebanyakan desa tetangga menyekolahkan anak-anak mereka di Sekolah Dasar Wayiangan. Murid di sekolah ini hanya ada sekitar lima puluh murid, itu juga siswa dari desa tetangga. Selain itu, desa ini tidak begitu banyak Spirit Magis, hanya segelintir yang seorang Spirit Magis.

Kali ini aku mengajar sebagai guru tamu, mengajar anak-anak dari tingkatan empat sampai enam. Bukan mengajarkan mata pelajaran umum, melainkan psikologis anak-anak hingga anak-anak yang mulai bertumbuh remaja. Karena aku sendiri yang paling memahami mental orang dan bahkan anak-anak. Kasus bullying yang sudah menjadi lingkar kehidupan di kalangan sekolah, membentuk anak-anak membuat sebuah kelompok tertentu. Aku tidak mau ada pembullyan lagi dikalangan sekolah, yang tentu saja itu buruk dan akan merusak mental anak-anak. Aku tidak ingin Yuki mengalami hal sama yang aku dan Noah alami dulu, bahkan sampai sekarang. Memang seorang Spirit Magis, tetapi aku menyukai membaca buku tentang psikologis manusia.

Aku tidak begitu akrab dengan anak kecil, tetapi aku cukup baik dalam berbicara. Sepanjang aku menjelaskan, anak-anak yang didominasi anak perempuan mengagumi aku, karena aku tampan, berbeda dengan anak laki-laki mengagumi aku, karena aku cukup populer dan pintar. Noah berkali-kali bersungut tidak jelas, seakan aku menjadi populer dikalangan anak-anak.

Tidak juga. Aku di kagumi anak-anak, karena aku pandai dan didukung wajah yang tampan. Noah, dia memang bodoh, tetapi dia mampu membuat suasana yang ceria. Ada tujuh hingga sembilan anak-anak yang ternyata Spirit Magis. Noah meski payah dan bodoh, setidaknya dia bisa mengajarkan anak-anak itu dasar-dasar dari magis.

Tak terasa, hari pertama aku dan Noah bertugas di sini. Selalu ada canda dan tawa. Suasana seperti ini sangat jarang sekali, dimana saat aku berada di rumah. Hanya ada kesuraman, sedangkan di sini. Aku merasa nyaman.

Next chapter