webnovel

[Bonus chapter] Terendus

Bel istirahat sudah menggema di seluruh ruang sekolah Tunas Harapan. Leon tidak bisa melepas pandangan dari Zanqi, dia menyeringai ketika bel yang ditunggu berbunyi juga.

"Kini giliranmu dipermalukan. Hehe!!" gumam Leon yang sudah berdiri untuk menghampiri Zanqi.

Qonin mengobrol santai dengan Zanqi membahas tugas kelompok, mereka berdua tidak sadar jika Leon sudah berada di belakangnya tinggal beberapa langkah lagi.

"Zanqi!!" panggil Bu Ratna di ambang pintu, sontak Zanqi dan Qonin menatap bu Ratna, begitu pula Leon yang kesal rencananya harus gagal.

"Ikut Ibu sebentar!!" pinta bu Ratna.

"Baik, Bu," jawab Zanqi segera mengikuti langkah bu Ratna keluar kelas, lalu berhenti sebentar ketika dia mencapai di depan meja Guru.

"Nin, pergilah ke tempat biasanya. Aku akan kesana setelah selesai dari ruang Guru," ucap Zanqi.

"Beres!! Gih sana pergi, ntar dicariin bu Ratna loh!!" saran Qonin tersenyum.

Zanqi ikut tersenyum, lalu dia kembali memutar kursi rodanya sampai hilang dari hadapan Qonin. Kemudian dia ingat dengan kotak bekal Zanqi, dia mengambilnya dari dalam tas dan berdiri untuk menuju ke atap gedung.

"Eitss!! Mau kemana Lu?" seru Leon yang sudah menghadang jalan Qonin.

"Istirahatlah, kenapa mau bahas materi kelompok?" tanya Qonin ketus.

"Gue nggak mau mikir, itu urusan kalian," ucap Leon enteng, Tom datang menghampirinya dan mengajaknya untuk beristirahat.

Qonin menarik napas, dia rasa percuma jika harus berdebat dengan Leon yang tidak ada ujungnya, "Baiklah Gue kabulkan kalau itu mau Lu, tanggung sendiri jika nama Lu tidak masuk dalam tugas ya!!"

Leon terperangah, panik, tidak terima dengan keputusan Qonin. Qonin kembali berseru, "Minggir ... minggir ah!! Mengalangi jalan saja!!"

Leon justru membentangkan tangan, dia memblokade jalan di hadapan Qonin. Leon pun meminta bantuan Tom untuk menutup jalan Qonin.

"Tom, hadang jalan di belakangnya!!"

Dengan sigap Tom berpindah posisi berada di belakang Qonin, lalu dia berjalan maju agar Qonin bisa tertangkap oleh Leon.

"Hahaa mau kemana Lu??"

"Leon, enaknya dikasih pelajaran apa jika cewek kotor sialan ini tertangkap?" seru Tom senang, dia sudah tidak sabar untuk melampiaskan dendam dari hukuman bu Ratna.

"Berhenti nggak, Tom?? Kalau nggak Gue teriak ini!!" ancam Qonin merasa terjepit, dia mencari jalan keluar yang sialnya kanan dan kiri hanya ada bangku.

"Teriaklah sepuasmu, di ruang kelas ini siapa yang mau berteman denganmu. Mengandalkan siapa?? Narendra?? Dia tidak ada di ruangan ini tu?" timpal Leon senang.

Entah kenapa Leon benci memanggil Zanqi dengan namanya, dia lebih suka memanggil nama keluarganya. Hal itu juga dirasakan Zanqi yang lebih memilih memanggil Leon dengan sebutan Wijaya.

Cika yang tidak sabar melihat pertunjukkan itu menggantikan posisi Tom, "Minggir Lu, lambat sekali menghadapi cewek kotor itu!!"

Cika yang juga dendam itu mendorong Qonin sekuat tenaga, dia bermaksud membenturkan kepala Qonin ke bangku.

Namun, gerakkan Qonin lebih cepat dari Cika. Dia berhasil menghindar dan justru membuat Cika terjungkir sendiri, "Aauwww!! Sakit!!"

"Kamu nggak papa Cika?" tanya Qonin dengan nada kuatir, dia berjongkok, berniat untuk membantu Cika berdiri. Tapi niatannya ditolak, kali ini dia berhasil mendorong Qonin sampai terjatuh.

"Cika!!" teriak Qonin kaget karena tidak punya persiapan untuk menghindar, dia jatuh bukan di lantai melainkan di pelukkan Leon.

Mata mereka berdua bertemu, kejadian yang tiba-tiba itu mampu membuat jantung Leon berdesir hebat ketika wajah cantik Qonin hanya berjarak beberapa inci dengannya.

Wangi parfum ini!! Aku merasa tidak asing? Batin Qonin, dia langsung menguasai diri untuk sadar siapa Leon sebenarnya.

"Tunggu!! Kamu pemuda misterius tempo hari kan?" tanya Qonin.

Leon melepas tubuh Qonin saking kagetnya dengan pertanyaan Qonin yang mengetahui identitasnya.

"Pemuda misterius?? Ngomong apa sih Lu?" kelit Leon.

Qonin yang sudah berdiri dengan kedua kakinya itu menatap curiga kepada Leon, lalu dia mendekatkan hidungnya ke dada Leon untuk memastikan lagi jika bau parfum yang dia cium tidak salah.

Leon gugup, telinganya berubah merah seketika dan membuat dia salah tingkah. Pemandangan itu membuat Cika kesal, dia bangkit langsung keluar dari kelas yang diikuti Tom.

"Gue yakin itu Lu!! Aku hafal betul parfum yang Lu gunakkan, sama wanginya dengan jaket kulit itu. Mengaku saja deh?? Apa hubungan Lu dengan bapak Gue??" cerca Qonin.

Mampus Gue!! Apa yang harus Gue katakan kepada cewek sialan ini? Batin Leon tidak bisa berkutik.

"Ahh!! Tahulah Gue pusing!! Iya ... iya Gue akan ikut bertanggung jawab dalam kelompok, sudah ya kita bahas nanti. Sekarang Gue lapar mau ke kantin!!" Leon mengganti topik agar terhindar bisa menghindari Qonin, dia pergi begitu saja keluar kelas.

"Hei Leon!! Lu mau kabur ya?? Leon!!" teriak Qonin, Leon tetap saja berjalan tanpa menghiraukan panggilan Qonin yang sebenarnya dia mendengarnya dengan jelas.

"Huuuh!!! Kenapa dengan tingkahnya?? Seperti orang menghindar saja," gerutu Qonin kesal, dia kembali menggerutu, "Aku yakin pemuda misterius itu Leon, tapi bagaimana caraku membuktikannya?"

Qonin yang kesal itu mengalihkan pandangan tidak sengaja dia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 12.30, dan 30 menit lagi bel masuk.

"Waduh!! Aku lupa ada janji bertemu dengan Zanqi di atap, harus bergegas sebelum bel masuk," gumam Qonin, dia mau melangkahkan kaki, "Oia!! Kotak bekal Zanqi tadi jatuh dimana?"

Akhirnya Qonin menemukannya di bawah bangku dalam kondisi masih tertutup rapat, dia segera mengambilnya dan berlari menuju ke atap.

"Hah!! Hah!! Capek!! Sampai juga!" gumam Qonin berjongkok, mengambil udara dalam-dalam untuk mengembalikan napasnya.

Zanqi sudah 10 menit diatas sana, dia memutar kursi rodanya sampai di dekat Qonin, lalu dia berkata, "Kamu berlari kesini?"

"Iya ... Cowok sialan itu sempat menganggukku tadi," Qonin sudah berdiri dengan napas normal menjawab perkataan Zanqi.

"Siapa?? Wijaya?" tanya Zanqi.

"Wijaya?? Leon maksudmu?? Kenapa kamu nggak memanggil namanya?" Qonin jadi teringat dengan Leon yang menyebut Zanqi dengan sebutan Narendra.

"Entahlah!! Lebih nyaman panggil Wijaya. Sudah lupakan masalah itu, aku tadi dipanggil bu Ratna diminta untuk mengikuti Olimpiade Matematika," beber Zanqi.

"Ahh!! Serius?? Perwakilan di sekolah kita ada 2 orang dong, aku salah satunya," timpal Qonin senang.

Qonin melompat kegirangan tanpa berhenti tersenyum, lesung pipitnya semakin manis jika terus diamati. Kemudian dia membuka kotak bekal yang isinya beraneka anggur, lalu dia makan dengan cara dilempar ke udara dan hap masuk mulutnya.

"Coba Zanqi!! Aa!!"

Zanqi dengan ragu membuka mulutnya, Qonin melemparnya dan meleset. Mereka berdua tertawa, mengulanginya lagi.

Aku sangat bahagia sekali, tertawa lepas seperti ini membuat hatiku semakin ringan, batin Zanqi seolah keberatan jika moment bahagia itu berakhir.

Next chapter