webnovel

Pesta itu Ricuh

Ya Tuhan, tolonglah hamba. Hiks ... hiks. Hamba hanya ingin membantu meringankan beban orang tua, doa dari dalam hati Qonin sambil mengusap airmata berulang kali.

Zanqi yang memergoki Qonin menangis itu jadi tidak tega, rahang marah dia melemas dan menghentikan semua aktivitas yang menghawatirkan dirinya sendiri.

"Cepat keluar!!! Apa yang kau tunggu!!" bentak Namora.

"Mah ... mah lihat ini!!! Aku bisa menggerakkan jempol kaki!!" seru Zanqi.

Namora yang sudah berada di samping Zanqi langsung berjongkok memperhatikan jempol kaki Zanqi tanpa kaos kaki, bergerak meliuk-liuk ke atas dan ke bawah.

"Ahh!! Sayang, apakah kamu bisa merasakan panasnya teh?? Jadi kakimu tidak mati rasa?" seru Namora tidak percaya, seolah gerakan kecil itu sebuah keajaiban.

"Iya, Mah. Aku bisa memerintah kakiku!!" ungkap Zanqi senang.

Kesedihan Qonin sedikit teralihkan dengan kegirangan Zanqi, tapi tidak sepenuhnya senang karena dia tidak akan mendapatkan uang. Setelah selesai membersihkan pecahan cangkir, dia mencoba ikhlas dan berencana keluar dari rumah Zanqi segera.

"Hei kamu!! Qonin!! Panggil dokter sekarang!!" perintah Namora di sela kebahagiaannya.

Qonin menghentikan langkah sambil menjawab, "Baik, Bu."

Bayangan Qonin hilang dari kamar Zanqi, dia menghela napas sambil memohon kepada Namora, "Mah, biarkan Qonin bekerja untuk malam ini. Zanqi tidak papa, tadi salah aku juga yang sempat usil kepadanya."

Namora masih diam dengan ekspresi datar, dia baru ingat Qonin itu adalah wanita penjual koran waktu dia borong korannya. Itu pun permintaan Zanqi juga.

"Kamu mengenal wanita itu Zanqi?"

"Iya, Mah. Dia teman sekelasku dan hanya dia yang mau duduk sebangku denganku," terang Zanqi.

Namora segera beranjak, bahkan berlari mengejar Qonin. Kesenangannya berlipat ganda ketika tahu Zanqi mempunyai teman sebayanya.

"Mah!! Mamah mau kemana?" tanya Zanqi berteriak tanpa diberi jawaban oleh Namora.

Masih di area pekarangan rumah Zanqi, Qonin sudah meneruskan perintah ke Mang Asep yang kebetulan berpapasan waktu dia keluar rumah.

"Hah!! Siapa yang mau meminjamiku uang?? Aku tidak pernah tahu bapak mempunyai saudara, Ibuk juga katanya hanya sebagai anak tunggal,"

"Qonin!!! Kenapa kamu ceroboh sekali??" Qonin menggerutu di sepanjang jalan tanpa peduli dengan tatapan mata tamu yang menganggap dia seperti orang gila, berbicara sendiri.

"Hei!! Wanita koran!! Tunggu!!"

"Hei wanita!!! Berhentilah sebentar!!"

Teriakan yang sama dari Namora dan security Narendra berlari dan sampai juga di hadapan Qonin.

"Kenapa Pak?? Saya sudah mengembalikan seragam dan semua perlengkapannya, aku tidak mencuri benda apapun," tutur Qonin setengah kaget melihat Security mengejarnya.

"Bukan. Hah. Hah. Nyonya ... nyonya sedang memanggilmu!!" Security menjawabnya sambil mengatur napas.

Qonin melirik jarak antar pos dan gerbang hanya sekitar 1 meter, tapi security gemuk itu sudah kehabisan napas.

"Ahh!! Akhirnya terkejar juga," gumam Namora, dia mengatur napas begitu cepat, lalu berkata, "Qonin, ikut tante sebentar!!"

"Loh Bu!! Ehmm Tante, aku dibawa kemana?" tanya Qonin takut kalau dimasukkan ke dalam penjara, semua hal buruk memenuhi kepalanya.

"Tidak!! Ikut saja!!" jawab Namora sambil menggandeng tangan Qonin dalam keadaan tersesat, mau senang atau sedih.

Keadaan di dalam ruang tamu yang bisa menampung 100 orang itu sedang menanti tuan rumah yang masih sibuk mengejar Qonin.

"Leon!! Lihatlah piala yang berjajar di lemari kaca itu!!" kata papah Leon bernama Dwi Wijaya.

"Ehmm!!!" kata Leon tidak peduli, dia menguyah makanan satu piring penuh dengan berbagai jenis kue, lauk, buah dan semua bercampur menjadi satu.

"Duh sakit, Pa!!" seru Leon sambil menggosok kepala yang baru dijitak Dwi.

"Makanya kalau orang tua ngomong itu di dengerin, bukannya malah makan saja!! Lihat itu berapa ratus piala yang di lemari kaca setinggi itu. Contoh anak Narendra, papa dengar putra tunggalnya sekolah di tempat yang sama denganmu," beber Dwi.

Leon mengangkat bahu tidak peduli dengan omong kosong yang keluar dari mulut papanya, dia tetap saja asyik makan.

Suara tepuk tangan riuh mencuri semua perhatian tamu di kala Namora turun dari tangga utama di tengah acara pesta.

"Selamat malam semua, maafkan atas keterlambatan saya akan sesuatu hal yang bersifat darurat," kata pembuka pidato Namora yang sudah berdiri bersama seorang lelaki tampan dan seorang wanita yang mendorong kursi roda baru keluar dari lift hanya berjarak 30 langkah dari belakang tangga.

"Wah!! Siapa itu?" pertanyaan dari mayoritas tamu disana ketika melihat Zanqi berada di kursi roda.

"Oohh iya, saya berdiri disini untuk mewakili suami yang berada di Singapura mengurus hal penting masalah bisnis. Sebelum itu sambutlah dia adalah Zanqi Narendra, pewaris sah seluruh perusahaan Narendra Grup," seru Namora bersemangat.

Tidak ada satu pun tamu yang bertepuk tangan, mereka semua berbisik mempertanyakan kemampuan Zanqi yang hanya lah pewaris cacat.

"Kenapa kalian diam?? Apa yang salah dengan putraku?" tanya Namora dengan nada tinggi menyadari bahwa kemampuan Zanqi diragukan.

"Nyonya Namora!! Apa tidak ada ahli waris yang lain??" Namora justru ditodong pertanyaan oleh relasinya.

"Iya ... iya aku setuju!!! Apa batalkan saja kontrak dengan Narendra ya!!" celetuk salah satu relasi properti yang memancing riuh banyak kalangan.

Astaga!! Jahat sekali mereka!!! Apa bedanya mereka dengan binatang? Batin Qonin geram melihat kelakuan binatang berdasi.

Zanqi memutar kursi rodanya sendiri, dia tahu bakal berakhir seperti ini. Ketika menghadapinya langsung, rasa sakit itu lebih pedih dan tidak bisa ditahan lagi.

"Zanqi!!" teriak Qonin yang sudah mengenakan dress manis selutut tanpa make up masih terlihat paras ayunya yang natural layaknya seorang gadis remaja. Kemarahan Zanqi menjalar ke Qonin hingga mic yang dipegang Namora dia rebut.

Nging!! Bunyi yang memekakkan telinga itu menarik perhatian Leon.

"Para tamu terhormat, apakah anda semua patut disebut manusia?? Jika hewan saja masih mempunyai rasa peduli untuk melindungi hewan dari jenisnya!!"

"Kalian apa?? Parasit?? Yang hanya bisa merusak segalanya!!" geram Qonin menyerahkan mic lagi ke Namora, Namora sendiri bengong mendengar keberanian Qonin.

"Hahaa!!! Menarik!! Wanita sialan itu patut diacungi jempol!!" ucap Leon sambil bertepuk tangan, sontak semua tamu tersebut merasa terhina dan perhatian beralih ke Leon.

"Leon!!!! Hentikan hal konyol itu!!!" geram Dwi yang kemarahannya memuncak.

"Perhatian!!! Semua perusahaan kalian yang mengingkat kontrak dengan Narendra Grup, saya putus secara sepihak. Kami tidak peduli dengan tuntutan dan ganti ruginya yang pasti Narendralah yang akan menang!!! Kalian tahu itu!!!" ancam Namora beranjak meninggalkan acara tersebut menggegerkan semua tamu yang hadir.

"Bu Namora!!!"

"Nyonya!! Tolong maafkan saya!!"

Semua tamu kelimpungan berlomba-lomba memohon maaf kepada Namora, acara pesta Narendra seketika ricuh.

Zanqi melihat kejadian dari kejauhan, dia sempat tersenyum mendengar umpatan Qonin, ketika tahu Qonin mengejarnya, dia justru menunggu, seolah menyambut pahlawan besar yang menyelamatkan hidupnya.

"Zanqi!! Apa kamu baik-baik saja?" tanya Qonin yang belum sadar akan perubahan sikap Zanqi.

Next chapter