webnovel

Sungguh Diabaikan…

Editor: Wave Literature

Pria br*ngsek!

Pertunjukan paling bagus masih belum dimulai!

Mu Siyin berbaring dan beristirahat sebentar. Saat dia melihat jam, dia merasa ini masih terlalu awal.

Dia bangun kemudian duduk, lalu mencari perusahaan pengganti kunci di internet, lalu meminta seseorang datang ke rumahnya saat ini juga.

Dia harus mengganti kunci pintu kamarnya sesegera mungkin.

Nyonya besar Mu dan Mu Heyuan sama-sama ada di perusahaan saat ini. Sekarang selain pelayan, hanya ada Li Tongzhi dan Mu Xingyu di rumah.

Melihat Mu Siyin telah menyuruh seorang pekerja untuk datang. Li Tongzhi, yang duduk sendirian di ruang tamu, tidak bisa menahan perasaan bersalahnya.

"Mu Siyin! Apa lagi yang mau kamu lakukan?!"

Tanpa menoleh ke belakang, Mu Siyin membawa orang itu ke atas sambil tertawa, "Apa urusanmu apa yang aku lakukan?"

Li Tongzhi duduk di sofa dengan marah dan berbagai pikiran liar mulai muncul di otaknya. Setelah beberapa saat, dia mendengar suara 'duang duang duang' dari lantai atas.

Seketika itu, dia langsung berdiri dan berlari ke atas.

Ketika dia melihat bahwa pekerja itu mengutak-atik kunci di pintu kamar Mu Siyin, dia langsung membeku di tempatnya sambil tercengang.

Mu Siyin bersedekap dan menatap Li Tongzhi, dengan sinis berkata, "Kamarku sepertinya mengundang pencuri dan tukang intip. Aku pikir lebih aman untuk mengganti kunci."

Li Tongzhi mendengus dingin dengan perasaan bersalah. Dia lalu berbalik kemudian berjalan ke bawah, karena takut Mu Siyin akan mempermasalahkan kamera pengawas yang ada di kamarnya.

Mu Siyin mencibir. Lihat, Li Tongzhi sudah pasti adalah pelakunya.

Setelah mengganti kunci kamarnya, Mu Siyin melihat jam. Dia lalu mengganti pakaiannya, merias wajah, dan keluar dengan rasa aman.

Pertemuan dengan Lu Jingchen dan presiden Zhang cukup awal, yaitu pukul setengah tujuh malam.

Melihat Mu Siyin tiba tepat waktu, Lu Jingchen, yang telah menunggu lebih awal, menghela nafas lega, "Akhirnya kamu bisa diandalkan untuk kali ini."

Mu Siyin menatap Lu Jingchen yang sedang minum sendirian lalu berkata sambil tersenyum, "Apa maksudmu 'kali ini'? Aku kan hanya melewatkan janji pada siang hari."

Lu Jingchen mengangkat alisnya, "Aku sungguh tak memahamimu. Karena kamu dan Shi Beiyu sudah bersama sekarang, mengapa kamu bersikap sopan padanya? Kenapa kamu tidak meminta bantuannya?"

Mu Siyin memutar matanya ke arahnya, "Kakak sepupu, tidak bisakah kamu membiarkan aku menikmati hubungan yang baik? Aku tidak ingin mencampurkan masalah uang dan kepentingan pribadi ke dalamnya."

Lu Jingchen tak bisa berkata-kata, "Ya, ya, ya, anggap saja aku tidak mengatakan apa-apa. Silakan nikmati saja hubunganmu, dan jangan menggunakan sepeser pun uang Shi Beiyu di masa depan."

Mu Siyin mendengus, "Sekarang ya sekarang, kita bisa bicara lagi nanti untuk masa depan."

Lu Jingchen memiringkan kepalanya kemudian menggeleng, "Dik, sebenarnya tidak banyak gadis lugu dan baik sepertimu sekarang ini."

Mu Siyin, "..."

Keduanya mengobrol sambil tertawa sebentar, tetapi mereka tidak melihat kemunculan presiden Zhang. Lu Jingchen merasa ini aneh, dia mengeluarkan ponselnya kemudian bergumam, "Presiden Zhang selalu tepat waktu. Ini sudah terlambat sekali, tapi dia masih belum datang juga."

Mu Siyin berkedip kemudian berkata dengan curiga, "Kakak sepupu, apakah dia mengabaikanku juga?"

Sudut mulut Lu Jingchen berkedut. Dia lalu menyuruhnya untuk diam.

Setelah beberapa saat, telepon terhubung, "Presiden Zhang, sepupuku dan aku sudah sampai sejak tadi dan menunggumu. Apakah kamu sudah tiba?"

"Aih, aku benar-benar minta maaf Tuan muda Lu. Aku rasa aku tidak bisa membantu masalah Grup Mu. Bagaimana jika kamu suruh Nona Mu memikirkan cara lainnya? Aku sedang ada urusan di sini, jadi untuk saat ini begitu saja ya."

Presiden Zhang berkata dengan terburu-buru. Tanpa menunggu Lu Jingchen menanggapi, dia segera menutup telepon.

Lu Jingcheng dan Mu Siyin saling menatap satu sama lain.

Mu Siyin serasa ingin membalikkan meja. Dia hanya mengatakannya dengan asal, tapi itu benar-benar terjadi!

Lu Jingcheng mengangkat tangannya tanpa daya, "Kamu sungguh diabaikan…"

Next chapter