Ben memarkirkan motor Aji di depan rumah Nini. Keduanya lalu masuk ke dalam rumah. Ben tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika mereka sedang menuju bale dauh.
Aji yang berjalan di belakangnya hampir saja menubruk tubuh Ben yang ada di depannya. "Kenapa kamu tiba-tiba berhenti?"
Ben berbalik lalu menatap Aji. "I've read some news from Australia."
"Then?"
"My Dad—"
"Jangan bahas soal Ayah kamu," sahut Aji cepat.
"He has been released from jail." Ben tetap melanjutkan kata-katanya.
Aji menatap Ben. Ia bisa melihat kekalutan dalam tatapan mata Ben. "Lantas kenapa kalau dia sudah bebas?"
"Gimana kalau dia ke sini buat nyari saya, Ji?" tanya Ben.
Aji berdecak pelan. "Kenapa kamu malah tanya saya? Kamu yang menentukan mau bagaimana kalau dia tiba-tiba datang. Memangnya kamu masih menganggap dia Ayah kamu?"
Ben terdiam sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. "Saya masuk duluan, Ji. Mau lepas softlense. Udah perih, semalam lupa dilepas."
Aji menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat Ben melanjutkan langkahnya menuju bale dauh. Sementara itu, Aji berjalan menuju pawon untuk membuat minuman. Ia yakin sekali, Ben pasti ingin berbicara tentang ayahnya yang baru saja bebas dari penjara.
----
Ben kecil kali ini terbangun lebih pagi. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya ketika ia berada di luar bale dauh. Ia memperhatikan para penghuni rumah Nini yang nampaknya sedang sibuk menyiapkan sesaji untuk ritual berdoa pagi keluarga itu.
Ia tidak menyadari bahwa Aji memperhatikannya dari jauh. Kakak laki-laki ibunya itu berdecak pelan sambil sedikit menyeka sudut matanya. Ternyata Ben benar-benar membuktikan ucapannya bahwa ia tidak akan terlambat dalam ritual doa pagi mereka.
Meski ini baru pertama kalinya Ben tidak terlambat, namun ia berharap ke depannya Ben tidak akan mengingkari ucapannya sendiri. Dengan wajah takut-takut, Ben menghampiri Aji yang berdiri di dekat pura keluarga.
Bocah laki-laki itu tertunduk ketika ia berdiri di depan Aji. "I keep my promise, Aji."
Aji menganggukkan kepalanya. "I know."
Mata Ben membulat ketika ia merasakan tangan Aji yang membelai kepalanya. Sebuah dorongan muncul di dalam dirinya ketika Aji mengusap kepalanya. Ben maju dan langsung memeluk pinggang Aji. "Thank you, Aji."
Aji terkejut ketika Ben tiba-tiba memeluknya. Ia kemudian menatap ibunya yang ternyata juga menyaksikan pemandangan tersebut. Ibunya tersenyum simpul dan mengangguk pelan.
Aji menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia kemudian melepaskan pelukan Ben dan bersimpuh di hadapan Ben, sehingga ia bisa menatap mata anak laki-laki adiknya itu.
Ben balas menatap mata Aji dari balik mata hijaunya. "I wanna send a prayer to Mom."
Aji tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Ia kembali mengusap kepala Ben. "Embok already told that. Ya, Kita akan berdoa untuk ibumu." Ia kemudian kembali berdiri dan merangkul Ben. "Kamu harus lebih sering pakai bahasa Indonesia sekarang. Karena sekarang kamu tinggal di sini, bukan di Adelaide."
Ben menganggukkan kepalanya. "Saya akan coba, Aji."
"Satu lagi, jangan pergi sembarangan seperti kemarin," sahut Aji.
"You're the one who made me go. As an adult, you should stop me. It's not good to let your child alone," timpal Ben.
Aji langsung menatap Ben. Ia kemudian tertawa pelan. "Yeah, I'm sorry. Let's go get some ice cream today to pay that." Sepertinya ia akan punya seseorang yang akan berani melawan ucapannya di rumah tersebut.
----
Setelah berdoa bersama, kali ini Ben langsung mengikuti Aji dan Nini yang meminta untuk berbicara dengannya. Ben sepertinya tahu apa yang akan disampaikan oleh kedua orang itu padanya. Mereka pasti akan membahas untuk mengganti namanya sekali lagi.
"You can throw my last name, but not my first name," ujar Ben ketika mereka sudah duduk bertiga di depan bale dauh.
Nini mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia kemudian berdecak pelan. "Padahal Nini belum bicara apa-apa." Ia kemudian melirik Aji. "Dia setuju namanya kita ubah?"
Aji menganggukkan kepalanya. "Tapi dia tidak mau nama depannya berubah. Dia bilang, kita boleh membuang nama belakangnya."
Nini mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia lalu kembali bertanya pada Aji. "Apa arti nama Benjamin?"
Aji sudah hendak membuka mulutnya sebelum akhirnya Ben menyela dan menjawab pertanyaan Nini. "Lovely son. Mom told me that."
"Putra kesayangan." Aji meneruskan ucapan Ben pada Nini.
Nini tersenyum sambil menatap Ben. "Benjamin Ekawira Nakshatra, itu kedengarannya bagus. Apa kamu suka?"
"What is that mean?" tanya Ben sambil menatap Aji dan Nini.
"Brave like a star," jawab Aji.
"I am a star?" seru Ben tidak percaya.
Aji tertawa pelan sambil menganggukkan kepalanya. "Soon, you'll know that you are a star. Every girl in this community will crazy over you. You're different from the boys around here. Trust me."
"I don't think I'm different. I'm still a child," sahut Ben.
"With those green eyes, they'll think you're different," timpal Aji. Ia kemudian menoleh pada Nini yang duduk di sebelahnya. "Kemarin dia sampai dikira anak turis asing yang tersesat. Tidak ada yang tahu kalau dia salah satu anggota keluarga kita."
"They think I'm a tourist?" seru Ben tidak percaya.
Aji menganggukkan kepalanya. "Kalau kamu berjalan-jalan sendiri seperti kemarin, kamu akan dikira turis."
Ben menganggukkan kepalanya. "Maybe that's the reason why the other boys ask me for money. They think I have a lot of money."
"Don't mind them. If you meet another boy like that, just tell them you're a family of Ni Galuh. They won't bother you anymore," sahut Aji.
"Who's Ni Galuh?" tanya Ben.
Aji melirik Nini yang duduk di sebelahnya. "Ni Galuh is your grandmother. Our beautiful Nini."
Ben mengerjap-ngerjapkan matanya. "Is that true?"
Nini tersenyum menanggapi ucapan Ben. "Perbanyak berbicara Bahasa Indonesia. Nini tidak mengerti apa yang kamu bicarakan daritadi bersama pamanmu."
"Jadi mereka akan berhenti menggangguku jika aku bilang aku cucu Ni Galuh?" tanya Ben.
"Mereka hanya akan sungkan untuk mengganggu kamu lagi. Jadi, Nini juga minta tolong sama kamu untuk selalu bertindak baik. Kamu bisa, kan, menjadi anak baik?" ujar Nini pada Ben.
Ben langsung mengangguk cepat. "Aku akan jadi anak yang baik."
"Keep your word, Ben," ujar Aji.
Ben menoleh pada Aji dan kembali menganggukkan kepalanya. "I'll keep my word, Aji."
"Sepertinya makan pagi sudah siap." Nini lalu bangkit dari tempat duduknya. "Ayo, kita makan bersama."
Ben langsung berdiri dari tempat duduknya dan memegang tangan Nini. "Thank you, Nini."
"Tidak perlu berterima kasih," sahut Nini. "Besok kamu daftar sekolah bersama Aji."
Ben menganggukkan kepalanya. Ia kemudian berjalan sambil memegang tangan Nini menuju bangunan rumah paling besar yang berada di dalam lingkup kediaman milik Nini. Sementara itu, Aji yang berjalan di belakang mereka menghela napas panjang. Ia bisa melihat ibunya kini terlihat sangat menyayangi Ben.
****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.
Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.
Thank you for reading my work, hope you guys enjoy it. Share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^