webnovel

BABAK BARU

"Berapa lama kamu sudah mengenalku?" kata Inayah sambil tersenyum. Wanita itu menepuk bahu Fahira perlahan.

"Ceuceu sudah mempertimbangkan semuanya, Fa. Besok, Ujang akan mengantarkan mesin rajut ke rumah kontrakanmu. Kamu bisa bekerja dari rumah saja. Setiap hari tiga hari sekali, Ujang akan mengantarkan benang dan juga memberi intruksi baju apa yang harus kamu buat."

Fahira menatap Inayah tak percaya, "Maksud Ceu Inay?"

"Maksudku ya kamu kerja di rumah. Ujang yang nanti bolak balik ke rumahmu," jawab Inayah. Air mata Fahira menetes saat itu juga. Ia langsung memeluk Inayah, "Alhamdullilah, Ceu. Terima kasih banyak, Ceu."

"Kamu sudah kuanggap adik sendiri, jadi jangan pernah sungkan.

***

Fahira mulai bekerja di rumah. Ujang- salah satu anak buah Inayah setiap beberapa hari akan mengantarkan benang dan mengambil hasil rajutan yang sudah selesai. Kamania sendiri mulai terbiasa dengan kegelapan. Jika ia awalnya mengeluh, sekarang tidak lagi.

“Uwak Inayah itu baik sekali, ya, Ma? Mama boleh bekerja di rumah dan menjaga Nia,” ujar Kamania.

Fahira tersenyum, “Beliau memang sangat baik, Nak. Mama sudah lama mengenal Uwah Inayah itu. Nenekmu dulu bekerja pada keluarganya. Mama mau kamu kelak sekolah yang tinggi, ya. Jangan seperti mama,” katanya. Kamania mengerutkan dahinya, “Jangan seperti mama ... maksudnya?”

“Mama hanya sekolah sampai SMA saja, Nia. Kamu harus sampai lulus sarjana, ya.”

Tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Kamania yang mendengar ketukan perlahan bangkit dari tempat duduknya, tetapi Fahira menahan langkah putrinya itu.

"Biar Mama aja yang buka," ujar Fahira sambil bergegas menuju ke pintu. Dan ia tersenyum saat melihat siapa yang datang.

"Sehat, Fahira? Mana Kamania?" Ammar berkata saat pintu terbuka. Fahira bergegas membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan mantan ayah mertuanya itu untuk masuk.

"Silakan Pak, itu Kamania sedang duduk membaca," jawab Fahira.

Ammar melangkah masuk dan langsung mendekati Kamania.

"Kamania lagi apa?" sapanya pada gadis kecil itu.

"Eh, ada Eyang. Kamania sedang membaca buku cerita Eyang. Buku ini dari gurunya Kamania," Kamania menjawab pertanyaan kakeknya dengan penuh semangat

"Kamania sekolah?" tanya Ammar sedikit kebingungan.

"Saya meminta seorang guru khusus untuk datang ke rumah dan mengajari Kamania, Pak." Fahira menjawab sambil tersenyum, “Saya ingin Nia tidak ketinggalan pelajaran, jadi saya mencari guru privat untuk mengajarinya huruf braille.”

"Pasti mahal bayarannya? "

"Apa pun akan saya lakukan untuk Kamania, Pak, " jawab Fahira dengan mantap.

Ammar terkekeh kecil melihat semangat Fahira. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari tas yang dibawanya

"Fahira, ini ada sedikit uang. Tadinya, Bapak akan memberikan uang bulanan untukmu dan Kamania. Tetapi, Bapak rasa lebih baik memberikan hak warisan Kamania sekarang saja. Kamu tau sendiri sifat ibu dan Gilang. Nah, di dalam amplop ini ada sertifikat rumah atas namamu. Dan ini sudah sah secara hukum. Bapak sudah mengurus semuanya.Jadi kamu bisa pindah ke rumah barumu kapan pun kamu mau. Kunci dan alamat rumahnya sudah ada di dalam amplop ini juga. Di amplop ini juga ada buku tabungan dan surat deposito. Bapak sudah mendepositokan uang sebesar 150jt untukmu. Atas namamu juga. Kemarin ini juga dibantu oleh orang Bank kenalan Bapak. Bunga depositonya tiap bulan masuk ke rekeningmu. Jika kamu ingin mencairkan kamu tinggal bawa saja ke Bank surat deposito ini. Ibu dan Gilang sama sekali tidak tau akan hal ini. Bapak memiliki rekening khusus yang hanya Bapak saja yang tahu."

Ammar berkata panjang lebar sambil memberikan amplop kepada Fahira. Sementara Fahira tidak dapat berkata apa- apa lagi. Air matanya menetes begitu saja. Ia merasa terharu atas kebaikan hati mantan ayah mertuanya itu.

"Maafkan Bapak yang tidak bisa bertindak tegas saat Gilang mengkhianatimu. Bapak rasa apa yang bapak berikan sekarang ini tidak cukup untuk menebus sakit hatimu. Namun, ini cukup untuk pendidikan Kamania. Biaya Operasi Kamania juga sudah bapak bayar ke pihak Rumah Sakit. Kalian hanya tinggal menunggu adanya pendonor mata bagi Kamania. Tapi, bapak rasa Rumah Sakit akan memprioritaskan karena biayanya sudah lunas di awal. Kuitansi pembayarannya semua ada di amplop ini juga."

Fahira segera berlutut di hadapan Ammar, serta merta ia mencium tangan mantan ayah mertuanya itu dengan takzim .

"Ya Allah Bapak, terima kasih. Saya tidak tau harus berkata apa lagi. Seharusnya Bapak tidak perlu melakukan ini semua, say- saya-"

"Sudahlah, Nak. Tidak usah kamu pikirkan, pindahlah secepatnya. Setidaknya bebanmu akan berkurang jika kamu tinggal di rumah sendiri. Kamu tidak perlu membayar uang sewa. Rumah yang bapak belikan memang tidak besar, tapi bapak yakin itu akan cukup untuk kalian berdua. Bapak tidak ingin, kamu direndahkan orang lain hanya karena kamu seorang janda. Apa lagi kamu masih muda dan cantik. Orang yang jahat nantinya akan memanfaatkan situasimu jika kamu tidak memiliki simpanan apa pun. Dan Bapak tidak mau itu terjadi. Apa lagi kamu harus merawat Kamania juga. "

"Baik, Pak. Fahira terima semua pemberian Bapak karena ini untuk Kamania. Fahira akan menjaga amanah Bapak. Insya Allah, Kamania akan Fahira sekolahkan setinggi- tingginya."

"Bapak percaya padamu Fahira. Ya sudah, Bapak harus kembali ke kantor. Nanti bapak akan berkunjung ke rumah baru kalian," ujar Ammar sambil beranjak.

"Loh, bapak mau ke kantor?Lalu Mas Gilang?"

"Gilang belum bisa diandalkan sepenuhnya. Tadi bapak dari kantor Notaris dan Bank langsung kemari. Jadi surat- surat yang Bapak berikan itu tidak ada yang tau. Bisa berabe kalau sampai ibu dan Gilang tau,” kata Ammar sambil menepuk bahu Fahira.

"Kamania yang rajin belajar, ya. Nanti kalau eyang ada waktu, kita pergi main,” ujar Ammar sambil memeluk dan mencium cucunya itu.

"Iya Eyang, Kamania janji akan rajin belajar dan bantu Mama," jawab gadis kecil itu dengan suara yang mantap. Ammar hanya terkekeh geli mendengar janji cucunya itu. Kamania memang anak yang sangat ceria. Kasian jika ia harus menderita karena kegelapan yang ia rasakan sekarang.

"Bapak pamit dulu ya, Fahira," pamit Ammar. Fahira segera mencium punggung tangan mertuanya itu.

Setelah Ammar pergi, Fahira baru membuka amplop coklat yang dibawa Ammar. Isinya adalah akta jual beli, sertifikat rumah atas namanya. Surat deposito, buku tabungan, dan kuitansi pembayaran operasi mata untuk Kamania.

Fahira segera bersujud tanda syukur. Ia betul-betul bersyukur bahwa mantan ayah mertuanya itu begitu peduli kepadanya. Masih memikirkan nasib anaknya. Memang Ammar sangat bertolak belakang dengan Endang istrinya. Endang sering sekali menyakiti perasaan Fahira sejak ia menikah dengan Gilang. Sementara Ammar, meskipun jarang bicara, ia tidak pernah bersikap kasar pada Fahira. Tapi, Fahira sendiri tidak menyangka perhatian Ammar begitu besar. 'Semoga Bapak panjang umur,' doa Fahira dalam hati.

Bersambung

Next chapter