webnovel

Kebohongan

Tak ada yang dapat membiarkan jika kebohongan itu berlanjut.

Gadis polos sudah diketahui bahwa ia telah mendapatkan masalah.

"Ayo katakan, apa yang kamu sembunyikan?" Tanya Gerry yang masih menunggu.

Dengan apa yang dibuatkan tak mau merpotkan orang lain Eleora kembali tersenyum.

"Astaga. Eleora. Kamu itu senyum-senyum terus bikin aku makin gemes."

"Iya maaf. Kakak nanti siang mau ngomong apa sih? Lah kan mau kita ke kantin, terus ngomong apa?"

"Em? Masak sih, masak aku ngomong begitu?"

"Iya, ini ada tulisannya."

Bersamaan dengan memberikan sebuah ponsel malah yang ada Sonya CS.

Perempuan itu sama sekali tidak jera dengan apa yang pernah dikatakan oleh Gerry.

"Uuuuh kak Gerry berangkat sekolah juga?"

"Kenapa? Memang aku tidak boleh ikut mapel, tapi tak ada yang memisahkan aku dengan aktivitas lainnya."

"Kakak enggak boleh ikut mapel?" Sela Eleora.

"Sudah kamu enggak usah ikut-ikut." Ketus Sonya.

Merasa jika keberadaan Sonya dan kawan-kawannya telah mengganggu tangan Eleora digenggam lalu diajak pergi.

Sonya berusaha mengejar namun yang ada malah justru Eleora ditarik menuju ke parkiran motor.

"Kenapa kita ke sini kak? Jangan bilang kakak mau ajak aku bolos atau jangan-jangan...."

"Sssst, sudah kamu enggak usah berpikiran aneh-aneh."

"Lalu kakak ajak aku ke sini mau apa?"

"Ya, aku mau mengatakan sesuatu ke kamu. Sebenarnya aku itu sudah lama mengintaimu."

"Maksudnya?"

Belum menjadikan kesempatan malah bel sekolah telah berbunyi.

Eleora sedikit tahu bahwa akan apa yang dikatakan pasti mengenai sebuah hati.

Sedikit merasa sungkan maupun juga tak mau dilihat banyak teman-teman dia pun langsung berlari.

"Eleora! Eleora, Eleora. Tunggu aku. Eleora!"

Dengan terburu-burunya gadis polos masuk ke dalam kelas malah yang ada menabrak Sonya.

Kemarahan seketika membludak dan hampir saja jika mengenai ini bertambah masalah.

"Keluarkan dan kerjakan buku modul halaman tujuh sampai sembilan."

Semua telah duduk di posisi masing-masing dan Eleora telah kepikiran masalah lain.

Grace sahabat karibnya telah menyenggol sedikit kearah tangan.

"Kenapa?"

"Enggak papa, ya biasalah."

"Sudah, sekarang kita kerjakan dulu dan nanti istirahat kamu berhutang cerita denganku."

Tidak ada yang bisa dilakukan selain mengerjakan tugas.

Sedikit lebih cepat dari yang lain Eleora sudah selesai dan menuju ke kamar mandi.

Membawa masalahnya dimana saja selalu mengantarkan tidak nyaman.

"Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi? Disatu sisi aku ingin membuktikan semuanya, tetapi disatu sisi aku bingung dengan hatiku sendiri."

Keluar dari kamar mandi lalu menuju ke kelas membawa Eleora yang lewat ingin ke arah bangku justru kaki Sonya berulah.

'Brukk!'

Terjatuh dengan kondisi kepala kebentur cukup keras membawa Eleora semakin kesakitan.

Menghadapi ini keluar darah dari hidung Eleora dan sempat membuat teman-temannya panik.

Grace sahabatnya begitu murka dan seketika menampar keras ke arah Sonya.

Keributan yang tak terhindarkan membawa Eleora tidak mau bertambah semakin parah.

Gadis polos berdiri sempurna dan semua kembali berbeda.

"Lihat, anak selingkuhan baik saja. Lo enggak usah nyolot?"

"Tapi lihat, gara-gara kamu dia mimisan!"

"Kalian...."

Belum juga selesai berbicara malah mengantarkan Eleora terjatuh dan tak sadarkan diri.

Terbawa menuju ke rumah sakit membuat Eleora belum juga sadar.

Hanya sahabat karibnya yang selalu saja menemani kapan dan dimanapun keberadaan Eleora.

Kurang lebih tiga puluh menit menuju ke arah rumah sakit Eleora telah siuman.

Hatinya tidak begitu mau dibawa ke rumah sakit, tetapi guru pendamping memastikan tetap harus ke rumah sakit.

Sesampai di rumah sakit dengan diberikan sebuah tindakan Eleora pun berusaha terbangun.

Dokter sedikit memberikan suntikan dan dimintanya juga untuk dirawat.

"Halo, apa yang kamu rasakan sekarang?"

"Sedikit pusing dan pandangan kabur, dok. Tapi, tapi saya tidak apa-apa."

"Saya yang lebih tahu tentang kamu, sekarang kamu harus dirawat."

"Tapi dokter."

"Sudahlah, ya memang saya tidak bisa apa-apa. Tapi, saya mohon jangan lakukan ini."

"Dok, saya itu...."

"Dengarkan saya!|

Sejenak terdiam mendengarkan apa yang dikatakan oleh dokter membuat Eleora terpaku.

Sedikit meluluh akhirnya Eleora mau diinfus dan dirawat di rumah sakit.

Dokter pendamping maupun juga Grace telah datang dan memberikan jengukkan.

"Bagaimana dengan kondisi murid saya dokter?"

"Sejauh ini baru ada pemeriksaan di laboratorium, tapi ada baiknya untuk menghubungi orang tuanya."

"Dokter, enggak usah. Oh iya terima kasih dokter, terima kasih bu dan terima kasih Grace."

"Sudah, sekarang kamu istirahat dulu dan saya permisi dulu."

Di ruang sendiri telah membuat Eleora bingung lagi.

Tidak bisa melakukan apa-apa sang guru pun masuk ke dalam tanpa Grace.

Keduanya sempat berbicara serius, tetapi Eleora masih saja tertutup mengenai orang tuanya yang belum lama berpisah.

"Ibu guru tahu jika kamu pasti ada masalah, tapi sebaiknya kamu terbuka dengan saya Eleora."

"Eleora tidak apa-apa kok, bu. Saya hanya sedikit pusing, bu."

"Tidak, Eleora. Tidak, kamu harus mendengarkan ibu guru terlebih dahulu."

"Maafkan Eleora, bu. Maafkan, Eleora."

"Sudah, ibu Candra akan selalu ada buat kamu. Lagian kamu anak beprestasi sudah selayaknya lebih lagi."

Mendengar itu Eleora serasa mendapatkan angin leluasa, tetapi dia juga tidak bisa melangkah sendirian.

"Sekarang ibu tinggal sebentar ya mau hubungi orang tua kamu lagi."

"Tidak, bu. Saya lebih baik pulang dan nanti jika saya sudah pulang saya beritahu orang tua."

"Tapi kata dokter kamu harus istirahat di sini."

"Sekali lagi saya mohon sama ibu."

Eleora terus saja memaksa bahwa mengenai ini dia harus pulang.

"Baik jika ini mau kamu, ya ibu sama sekali tidak bisa memaksa."

"Terima kasih, bu. Terima kasih sekali."

"Tapi, tapi ingat baik-baik."

"Apa , bu?"

"Kamu tidak ikut mapel sampai nanti pulang, ya kamu harus istirahat di UKS. Satu lagi kamu harus dijagain saya."

"Aduh, bu Candra ini sukanya bikin Eleora penasaran dan deg-degan. Ya baiknya ibu saja."

Sedikit menunggu proses pulang telah membuat dokter pun masuk ke dalam lagi menemuinya.

Dokter mengatakan jika hasil laboratorium bisa diambil nanti sore.

Mengambil kesempatan ini ia tidak mau masalah di kelurganya kian bertambah.

Ada kerasahan yang menyelinap seketika semakin bertambah ketika kedua orang tuanya sedang tidak baik.

Tak mudah bagi Eleora untuk menceritakan ia pun hanya kembali memberikan senyum.

"Benar-benar persis dengan anak saya, dia selalu tersenyum ketika menghadapi orang lain."

"Dokter bisa saja, tapi terima kasih atas informasinya."

"Iya, sama-sama. Ingat, nanti sore saya tunggu bersama dengan orang tua kamu datang."

"Baik dokter, saya akan datang dengan orang tua saya."

"Bagus, ingat ini penting. Jadi kamu harus serius dan jangan bohongi saya ya?"

"Baik, pak dokter."

Next chapter