"Permisi.. Selamat sore! Apakah saya bisa bertemu dengan Karsih?'
"Masnya siapa?"
"Saya Fajar Bu. Saya utusan dari Mbak Tina. Saat ini saya harus bertemu dengan Karsih karena ada yang ingin saya sampaikan kepadanya terkait jadwal Karsih tampil nanti."
"Baiklah, silakan masuk! Karsihnya ada di dalam, dia sedang bermain-main dengan Lintang."
"Lintang itu siapa, Bu?"
"Lintang itu anaknya Karsih."
o o o o
Bibi kemudian masuk ke dalam rumah dan menemui Karsih di kamar. Bibi bercerita kepada Karsih bahwa ada tamu yang sedang menunggunya di ruang tamu. Bibi juga mengatakan kepada Karsih bahwa tamu itu adalah utusan dari Mbak Tina.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Bibi, Karsih turun dari ranjangnya menemui tamu tersebut.
Karsih bergegas untuk mendatangi tamunya.
"Permisi, apakah ini Mas Fajar? Tadi Bibi bilang kalau Mas Fajar ini utusan dari Mbak Tina, sebenarnya ada apa Mas? Bukannya kemarin Mbak Tina sudah datang ke sini sendiri bersama sopirnya."
"Ya, saya Fajar, di suruh ke sini oleh Mbak Tina untuk menyampaikan bahwa jadwal manggungnya diganti menjadi nanti malam. Apakah Karsih sudah siap?"
"Apa?? Nanti malam? Kenapa mendadak sekali bukannya acaranya masih satu minggu lagi?"
"Ini permintaan dari Pak Broto, Karsih. Pak Broto kembali mengundang orkestra milik Mbak Tina untuk tampil di rumahnya. Sepertinya kali ini dia sedang menyiapkan acara besar-besaran. Mbak Tina khawatir kamunya yang tidak siap karena Pak Broto minta kamu yang harus jadi sinden utamanya."
Sejenak Karsih berfikir, dia baru saja memiliki janji dengan Lintang untuk jalan-jalan ke alun-alun kota hari ini. Jika malam ini dia harus manggung artinya dia harus membatalkan janjinya dengan putri tercintanya itu. Apakah Lintang tidak akan kecewa?
"Apakah kamu sedang memiliki kegiatan yang lain sehingga kamu tampak bingung seperti ini?" tanya Fajar kepada Karsih.
"Bukan, bukan begitu. Aku baru saja memiliki janji dengan Lintang kalau hari ini aku akan membawa Lintang untuk berjalan-jalan ke alun-alun kota. Jika nanti malam aku harus tampil artinya aku harus membatalkan janjiku pada Lintang. Aku hanya khawatir anakku menjadi kecewa!"
Mendengar apa yang disampaikan oleh Karsih, Fajar merasa terenyuh. Ternyata Karsih memiliki hati yang sangat lembut. Dia juga sangat sayang kepada putrinya
"Tampilnya kan masih nanti malam jam delapan malam. Kamu masih bisa mempersiapkan dirimu. Sekarang masih jam tiga sore, apakah tidak sebaiknya kita bawa saja Lintang ke alun-alun kota sore ini. Kamu bisa naik mobilku, aku akan mengantarkanmu ke alun-alun kota," Fajar memberikan penawaran kepada Karsih.
Jujur, Karsih merasa bahagia dengan penawaran itu tetapi dia juga khawatir kepergiannya dengan Fajar ke alun-alun kota akan menjadi gosip tidak sedap yang beredar. Bukankah di kampungnya memang tempat manusia-manusia bergosip?
"Bagaimana, kamu setuju atau tidak? Kalau kamu setuju, kamu bisa segera bersiap-siap, lalu kita ajak Lintang ke alun-alun kota."
"Sebenarnya aku mau saja diantar ke alun-alun kota."
"Aku berterima kasih sekali dengan kebaikanmu tetapi aku khawatir kepergian kita justru nantinya akan menjadi fitnah yang tidak baik juga gosip yang akan berkembang. Dan bisa jadi hal itu justru akan membuat pikiran yang macam-macam muncul di benak orang-orang yang melihat kita," kata Karsih kepada Fajar.
Fajar tersenyum, dia menggelengkan kepalanya cepat kemudian dia berujar, "Apa pedulinya dengan apa yang diceritakan orang-orang! Aku sudah tidak pernah peduli lagi dengan apa yang mereka katakan. Yang terpenting bagiku adalah bagaimana caranya aku bisa membuat diriku dan keluargaku bahagia, itu saja. Terkait apa yang diceritakan orang, aku tidak pernah ambil peduli!"
Karsih tampak berpikir keras, Paman dan Bibi melihat itu, sesekali mereka berusaha untuk mencuri dengar perbincangan antara Fajar dengan Karsih hingga kemudian Bibi memanggil Karsih dengan lambaian tangannya.
Karsih pun mendekati Bibi yang sedang duduk di beranda depan rumahnya.
Ada apa Bi, memanggil Karsih?"
"Sudah, kamu pergi saja ke alun-alun kota bersama arek ganteng itu. Tidak perlu kamu pedulikan apa yang akan diceritakan oleh orang-orang kampung, yang penting kamu bisa membahagiakan Lintang. Jika nanti Lintang tidak bahagia, orang-orang kampung juga tidak akan bertanggungjawabkan? Mereka bisanya hanya memberikan komentar."
"Apakah Bibi yakin?"
"Ya, aku sangat yakin, sebaiknya kamu pergi saja, tidak usah peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang."
Karsih menarik nafas panjang, dia masuk ke dalam rumah kemudian berkata kepada Fajar, "Baiklah Mas Fajar, aku mau diantar ke alun-alun kota naik mobilnya Mas Fajar. Tunggu sebentar ya! Aku mau menyiapkan Lintang," begitu kalimat yang diucapkan oleh Karsih.
Tidak lama berselang Karsih sudah muncul bersama Lintang putri kecilnya. Fajar beramah-tamah dengan Lintang.
Lintang yang bicaranya masih belum jelas itu, tertawa tawa mendengar lelucon dan gaya lucu yang ditunjukkan oleh Fajar.
Fajar berpamitan kepada Paman dan Bibi yang masih duduk di beranda depan rumah Karsih.
"Saya pergi dulu dengan Karsih ke alun-alun kota, Paman!"
"Iya, silahkan, hati-hati di jalan! Semoga semuanya berjalan dengan baik."
"Terima kasih doanya Paman."
Fajar kemudian menaiki mobilnya, Karsih pun melakukan hal yang sama. Karsih duduk di samping Fajar di bangku depan.
Mereka seperti sepasang suami istri yang sedang ingin membawa anaknya berjalan-jalan. Karsih itu janda cantik yang ada di kampung ini. Banyak orang ingin mendekatinya, mulai dari lelaki yang bujang, duda sampai mereka yang masih mempunyai istri. Tapi Karsih tidak dulikan satu pun di antara mereka. Bagi Karsih laki-laki di kampungnya sama saja. Mereka hanya mencintai Karsih dari tubuh yang Karsih punya, lain tidak.
Sedangkan Fajar, dia adalah jejaka tampan yang menjadi rebutan para sinden yang bergabung di orkestra milik Mbak Tina. Bukan hanya itu saja, banyak dari ibu-ibu dan juga gadis-gadis di kampung ini juga di kampung sebelah yang begitu menggilai Fajar.
Fajar yang saat ini duduk di samping Karsih seperti sepasang kekasih dengan komposisi yang pas.
Paman dan bibi melihat hal itu, mereka bahagia sekali melihat Fajar yang berdampingan dengan Karsih, sangat berbeda dengan mantan suami Karsih dulu.
Sepanjang perjalanan Karsih dan Fajar bercanda ria, banyak sekali hal-hal yang mereka ceritakan, mulai dari kejadian-kejadian yang ada di orkestra sampai kebiasaan kebiasaan mereka di rumah. Sesekali juga, Fajar menggoda Lintang yang duduk di pangkuan Karsih.
Fajar sempat melirik ke arah Karsih, di dalam hatinya mengatakan bahwa Karsih adalah perempuan cantik dan baik hati.
Namun Fajar tidak berani melakukan lebih dari itu. Dia adalah laki-laki sopan yang tidak akan mungkin melanggar batasan-batasan yang seharusnya. Dia tidak ingin mengecewakan hati Karsih karena bagaimanapun juga hubungannya dengan Karsih hanyalah sebatas hubungan pertemanan dan pekerjaan saja. Fajar tidak berani bertindak lebih dari itu.
Hingga kemudian mereka telah tiba di alun-alun kota. Fajar memarkir mobilnya dengan baik. Karsih dan Lintang turun dari mobil itu. Satu tangan Fajar menggandeng satu tangan milik Lintang sedangkan tangan Lintang yang satunya digandeng oleh Karsih. Mereka berjalan beriringan menapaki rumput-rumput hijau yang ada di alun-alun kota dengan senyuman. Karsih merasa bahagia diijinkan bisa bertemu dengan Fajar. Setidaknya bersama Fajarlah Karsih bisa memberikan sedikit kebahagiaan bagi Lintang putrinya di tengah-tengah kesibukannya.