Dokter baru saja selesai melakukan pemeriksaan kepada Vallerie, dokter bilang jika tidak terjadi sesuatu yang serius pada Vallerie, tidak ditemukan juga penyakit berbahaya dalam tubuh Vallerie. Gadis itu pingsan dan demam hanya karena kurang makan, kurang istirahat, juga karena stres saja. Dokter menyarankan Vallerie untuk banyak beristirahat di rumah agar kondisinya membaik.
Vallerie sudah membuka kedua matanya, Isyani dan Angkasa masuk ke ruang UGD untuk menemui Vallerie. Tidak ada yang lebih bahagia lagi selain bisa melihat Vallerie kembali membuka mata. Angkasa tahu, pasti penyebab Vallerie sakit karena mengalami tekanan dari keluarga, juga dari Langit. Gadis sebaik Vallerie sebenarnya tidak pantas memiliki kekasih seperti Langit.
Wajah Vallerie tampak menampilkan raut kesedihan, menatap lurus ke arah depan. Wajahnya juga kelihatan lemas sekaligus pucat, Isyani duduk di kursi yang ada tepat di sebelah brankar Vallerie. Wanita itu mengeluarkan sebungkus roti dari dalam tasnya, lalu hendak menyuapkannya kepada Vallerie. Tapi keponakannya itu langsung menolak, dengan alasan tidak nafsu makan.
"Ayo sayang, dikit aja gapapa. Tante gak mau kalo kamu sampe drop lagi kayak tadi," bujuk Isyani.
Vallerie mengalihkan kepalanya ke arah lain, lebih tepatnya ke arah luar ruang UGD. "Gak tan, aku gak suka makan. Mual tan nanti aja di rumah," tolaknya cepat.
"Val, makan ya? Dikit aja gapapa dua potong roti juga gapapa, asalkan perut kamu terisi." Angkasa melipat kedua tangannya di depan dada, tapi pandangannya fokus menatap Vallerie yang masih sulit dibujuk.
Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba saja Vallerie menangis. Isakannya mulai terdengar di pendengaran Angkasa dan Isyani. Mereka berdua membiarkan terlebih dahulu Vallerie menangis, agar gadis itu merasa puas. Wajah Vallerie mulai dibanjiri oleh air mata, gadis itu menangis karena takut jika Ragil marah karena hari ini dia tidak sekolah.
Tanpa disadari, air mata Isyani turut mengalir. Wanita berparas cantik itu memeluk tubuh Vallerie dari samping, tangannya bergerak untuk mengusap kepala Vallerie lembut. Kata-kata lembut mulai keluar dari mulutnya, dia berharap kata-kata lembut itu bisa membuat Vallerie merasa tenang.
"Tan, aku takut," ungkap Vallerie dengan suara lirih.
Isyani menatap Vallerie penuh tanya, lalu bertanya, "Takut kenapa sayang? Gak ada yang perlu ditakutkan ada tante di sini."
"Aku takut ayah marah, karena hari ini aku gak sekolah," adu Vallerie.
Hati Angkasa ketika mendengar ketakutan Vallerie rasanya seperti teriris. Ternyata ada orang tua yang sangat tega seperti Ragil, padahal seharusnya Anak perempuan itu dirawat dengan baik, apa lagi Angkasa tahu bagaimana sifat Vallerie. Gadis itu adalah anak yang baik, pintar, jadi tidak mungkin membantah nasihat Ragil.
Embusan napas kasar keluar dengan mulus dari hidung Angkasa, dia memijat pelipisnya pelan mencari ide agar Vallerie tidak merasa takut lagi. Dia ingin membawa Vallerie ke jalan kebahagiaan, tapi rasanya tidak mungkin. Vallerie saja sangat mencintai Langit, hanya mimpi Angkasa saja bisa memiliki Vallerie.
"Val, tenang ya? Kamu gak usah takut biar nanti aku yang bilang sama ayah kamu," nasihat Angkasa.
Vallerie menggelengkan kepalanya lemas. "Jangan, nanti kamu kena omel ayah. Biarin aja tante yang jelasin," larangnya dengan cepat.
Isyani melepas pelukannya dari tubuh Vallerie, kemudian menatap Angkasa dan berucap, "Kasa, makasih ya kamu udah bantu tante bawa Valle ke sini. Lebih baik sekarang kamu sekolah, jangan bolos udah kelas akhir."
Sebenarnya Angkasa sudah telat jika harus datang ke sekolah, tapi dia tidak mau membantah perintah Isyani. Lebih baik dihukum karena datang terlambat tapi masih bisa dapat ilmu daripada bolos, Angkasa sejak dulu selalu memegang prinsip itu. Angkasa menganggukkan kepalanya sopan, sebagai pertanda dia mematuhi perintah Isyani.
"Kalo gitu, saya pulang ya tan. Semoga Vallerie cepet sembuh." Lalu, Angkasa meninggalkan ruang UGD.
Isyani menatap kepergian Angkasa dengan senyuman tipis yang mengembang di wajahnya. "Val, tunggu sini ya tante mau bayar administrasi dulu," titahnya secara halus dan dibalas anggukan kepala oleh Vallerie.
***
Lagi dan lagi membolos, kerjaan siapa lagi jika bukan kerjaan Langit bersama ketiga sahabat laknatnya. Mereka memang sangat menyukai bolos karena bisa bebas dari guru galak. Sebut saja contohnya Bu Nina, guru akuntansi keuangan yang sangat terkenal galak, tapi baik kepada murid tertentu, contoh Vallerie salah satu murid pintar.
Tepatnya di kedai kopi yang cukup terkenal di kota Jakarta. Di sanalah Langit dan ketiga sahabatnya bolos. Mereka meminum kopi yang sudah dipesan saat baru datang, sembari menghisap satu batang rokok, jangan lupakan biskuit mari sebagai santapan mereka untuk mengganjal perut.
"Langit"
Suara seorang gadis yang sangat Langit kenali, berhasil membuat Langit mematung. Sahara, adalah gadis yang berpura-pura meninggal demi bisa dekat dengan Langit. Jantung Langit berpacu lebih cepat dari biasanya, Langit menoleh ke arah samping kanan dan manik matanya langsung bertemu dengan manik mata milik Sahara yang saat ini sedang berdiri tepat di samping Langit.
"S-sahara? K-kamu?" Langit tak dapat melanjutkan ucapannya.
"Setan!" pekik Alga cepat, wajahnya kelihatan shock.
Raja menoyor kepala Alga. "Gak ada setan dodol, dia masih manusia!" ucapnya kesal.
Jujur, Langit juga masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Batang rokok yang ada di genggamannya dia taro ke asbak asal, pandangannya tidak lepas dari wajah Sahara yang kelihatannya lebih cantik. Langit menggosok kedua matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa orang yang ada di depannya memang benar Sahara, cinta pertamanya.
"Kamu, masih hidup?" tanya Langit dengan tubuh bergetar.
Sahara tersenyum, mengangguk pelan, lalu membawa Langit ke dalam dekapannya dan berucap, "Iya Lang, aku sengaja pura-pura meninggal karena aku pengen Vallerie semakin dibenci sama orang-orang. Aku gak suka juga lihat dia deket sama kamu."
"Tapi cara lo salah deh," komentar Resta.
Langit melemparkan tatapan tajam kepada Resta, membuat nyali Resta seketika ciut. Resta menundukkan kepalanya dan tidak mau berkomentar apapun lagi. Langit sangat menyeramkan jika sedang marah, melebihi emak-emak galak. Langit kembali menatap Sahara, jemarinya mulai meraih jemari Sahara dan menggenggamnya erat.
Namun, Sahara dengan cepat melepas genggaman tangan Langit di jemarinya. Dia memundurkan tubuhnya satu langkah agar tidak dekat dengan Langit. Hal itu membuat Langit merasa heran, apakah dirinya baru saja berbuat salah kepada Sahara? Tapi apa salahnya?
"Kenapa kamu ngejauh dari aku?" tanya Langit to the point.
Sahara menutup hidungnya. "Kamu bau rokok, jangan deket-deket sama aku, sana!" usirnya dengan perasaan kesal.
Langit terkekeh pelan, dia mendudukkan tubuhnya di kursi tempat dia duduk tadi. Langit mengusap wajahnya kasar, tidak lama kemudian sosok Sahara hilang. Sahara pergi dari tempat itu tanpa berpamitan karena dia tidak menyukai lelaki perokok seperti Langit.
Raja menepuk pundak Langit beberapa kali. "Sabar, makanya berhenti ngerokok yuk! Oh iya inget juga, lo masih jadi pacar Vallerie," paparnya dengan santai.