"Oh itu, lima puluh ribu dek. Mau beli yang itu?"
Vallerie mengangguk, kemudian menjawab, "Iya mba, beli satu ya."
"Baik silahkan ditunggu sebentar."
Tepat sekali, harganya sangat pas dengan sisa uang milik Vallerie yang ada. Kelihatannya kue tersebut sangat menggiurkan, pasti Ragil dan Nasha akan menyukainya. Sembari menunggu pesanan kuenya selesai disiapkan, Vallerie memainkan ponselnya terlebih dahulu. Dia membuka aplikasi tiktok melihat video yang lucu untuk menghibur dirinya sendiri.
Empat menit berlalu, akhirnya kue yang dipesan Vallerie telah dibungkus dengan cantik oleh pelayan toko tadi. Vallerie memberikan satu lembar uang berwarna biru sisa uang bekalnya untuk membeli kue cokelat tersebut. Setelah membayar, Vallerie memutuskan untuk langsung pulang. Dia akan pulang dengan menggunakan angkutan umum karena tidak ada uang lagi.
"Valle? Kamu baru balik?" tegur seorang gadis yang usianya sama dengan Vallerie.
Vallerie tersentak kaget, dia adalah Kejora teman satu kelasnya. "E-eh? Kejora? Iya aku baru balik, abis beli kue buat anniversary ayah sama bunda aku," jawabnya ramah.
"Wah, kamu baik banget deh. Tapi kenapa ya orang-orang selalu tega nyakitin kamu? Hm, kayaknya mereka buta kali, ya?" Kejora mengerutkan keningnya, sementara wajahnya kelihatan seperti menahan amarah.
Dada Vallerie rasanya sesak ketika mendengar pertanyaan aneh Kejora. Takdirnya menyedihkan sekali, mempunyai orang tua lengkap tapi tidak pernah disayangi seperti anak lain, punya teman tapi sudah berubah hanya karena termakan kabar bohong. Punya kekasih juga tapi selalu bersikap kasar, Vallerie harus bagaimana? Apakah dia harus pergi? Atau tetap tinggal bersama orang-orang jelmaan iblis?
Vallerie tersenyum paksa, lalu menjawab pertanyaan Kejora barusan, "Jangan gitu, mereka bukan buta tapi mungkin sifat aku yang ngeselin. Oh iya, kamu sendiri kok baru balik?"
"A-anu, aku dari rumah temen. Ya rumah temen kok," jawab Kejora terbata.
Kepala Vallerie terangguk beberapa kali, keningnya menampilkan kerutan karena curiga dengan sikap Kejora yang tiba-tiba saja berubah seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi Vallerie tidak mau menanyakannya, karena dia tidak mau disebut sebagai orang yang kepo dan mencampuri masalah orang lain, lebih baik diam saja.
Tanpa terasa, angkutan umum telah berhenti tepat di depan perumahan tempat di mana Vallerie bersama kedua orang tuanya tinggal. Vallerie turun di sana, sebelum masuk ke dalam perumahan terlebih dahulu Vallerie pamit kepada Kejora agar gadis itu bisa berhati-hati di jalan.
"Ra, aku duluan ya. Kamu hati-hati di jalan, dadah!" pamit Vallerie.
Kejora mengacungkan kedua ibu jari tangannya. "Siap, kamu juga hati-hati ya! Dadah!" jawabnya semangat.
***
Tepat pukul enam lewat lima menit Vallerie tiba di kediamannya, dia memasuki pekarangan rumah dengan langkah gembira dan wajah tanpa dosa. Tapi langkah Vallerie harus terhenti saat tiba-tiba saja Ragil menghalangi jalannya. Ragil berdiri tepat di depan ambang pintu utama, dengan posisi berkacak pinggang. Sembari sesekali memperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Seketika Vallerie mematung di tempat, tapi bukan karena gadis itu merasa takut melainkan karena bahagia Sang Ayah menantinya di ambang pintu. Vallerie mengangkat wadah kue yang berada di genggaman tangannya dengan wajah bahagia. Dia mengira, Ragil pasti senang jika dia belikan kue bolu itu. Tapi ternyata perkiraannya diluar dugaan, Ragil membuang kue yang dibeli Vallerie secara kasar.
"Apa-apaan kamu?! Kamu pikir ayah sama bunda anak kecil, dibeliin kue bolu kayak gitu! Gak ada gunanya bodoh!" maki Ragil.
Vallerie menundukkan kepalanya. "Maaf yah, tapi kan sekarang hari jadi pernikahan ayah sama bunda. Aku cuma mau kasih hadiah aja kok, gitu doang yah ..." jelasnya dengan lirih.
Tidak ada ampun bagi Vallerie, Ragil menarik Vallerie secara kasar dan membawanya ke kamar gadis itu untuk melakukan aksinya lagi. Aksi apa lagi jika bukan memukuli tubuh anak kandungnya sendiri. Padahal, Vallerie tidak salah apa-apa. Dia berniat baik memberikan hadiah untuk hari jadi pernikahan Ragil dan Nasha. Tapi yang didapatnya bukanlah pelukan hangat dari kedua orang tuanya, melainkan siksaan ditubuhnya lagi.
"A-ampun yah ..." lirih Vallerie.
Ragil tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. "Apa kamu bilang? Ayah tidak dengar," ulangnya berpura-pura tak mendengar.
"Ampun yah, ampun," ulang Vallerie.
Bukannya menghentikan aksinya yang mengerikan dan membuat ngilu jika ada yang mendengarnya. Ragil malah semakin brutal memukuli tubuh Vallerie. Untung saja Nasha dengan cepat menghentikan aksi gila Ragil, sehingga Vallerie masih bisa diselamatkan. Napas Vallerie naik turun akibat menahan nyari di sekujur tubuhnya.
Nasha menahan tangan Ragil, memelototkan matanya lalu berucap, "Cukup mas, aku gak mau anak itu sampai mati karena ulah gila kamu!"
"Lepas! Biarkan saja anak itu mati! Aku muak melihat wajahnya!" bentak Ragil.
Nasha menggelengkan kepalanya cepat, lalu membawa Ragil keluar dari kamar Vallerie dengan amarah yang hampir saja meledak-ledak. Vallerie sendirian di kamar, berusaha untuk duduk secara perlahan. Air matanya lagi-lagi terjatuh memikirkan kenapa dirinya selalu disiksa oleh Ragil? Padahal, dia adalah anak kandungnya.
"Tuhan, kenapa ayah jahat? Apa aku bukan anak kandung ayah sama bunda? Kalo bukan, siapa orang tua kandung aku?" batin Vallerie.
***
Tengah malam Vallerie terbangun saat mendengar suara isak tangis Nasha dari arah ruang tamu. Vallerie mengerjapkan matanya beberapa kali dan mempertajam indra pendengarannya untuk memastikan apakah suara tangis itu benar suara manusia atau justru suara makhluk halus. Tapi, tidak mungkin di rumah Vallerie ada makhluk halus. Sebab sudah cukup lama dia tinggal di rumah itu tetapi tidak ada kejadian apa-apa.
Karena penasaran, Vallerie memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Dia berjalan menuruni anak tangga satu-persatu dengan langkah pelan takut Nasha mendengarnya. Sesampainya di anak tangga paling bawah, isak tangis tersebut kedengaran semakin jelas di telinga Vallerie. Sepertinya Nasha kembali berantem dengan Ragil.
Vallerie menyalakan lampu ruang tamu, terlihat dengan jelas Nasha di pandangannya sedang meringkuk di sofa ruang tamu. Wajahnya sembab, rambutnya acak-acakan. Entah karena masalah apa lagi sehingga Nasha dan Ragil kembali berantem seperti ini. Vallerie menghampiri Nasha, lalu membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Meskipun Nasha sudah bersikap kurang baik kepadanya, tapi Vallerie tetap sayang.
"Bunda, kenapa? Ada masalah apa sama ayah?" tanya Vallerie.
Nasha menggelengkan kepalanya pelan. "Mas Ragil selingkuh ..." jawabnya lirih.
"A-apa? Ayah selingkuh? Yakin bun?" Perlahan, Vallerie melepaskan pelukannya dari tubuh Nasha. Lalu menatap wanita itu serius.
Tidak mungkin jika Ragil selingkuh, sebab Vallerie tahu pasti bagaimana sifat Ayahnya. Ragil adalah tipe lelaki yang setia, buktinya dahulu ketika bersama Ibu kandung Vallerie, Ragil tidak pernah selingkuh. Pandangan Vallerie tertuju ke arah pintu kamar milik Ragil, dia berniat untuk menanyakannya langsung kepada Ragil.