"Aku takut," kata Arthur dengan suara bergetar pada Dylan. "Bisakah aku pura-pura mati, saja?"
Arthur memiliki banyak ketakutan, apalagi yang ada di depannya ini adalah sang Tuan, orang yang memiliki kuasa di kota Dorthive.
"Tidak bisakah Renee saja yang menghadapi?"
Arthur melirik ke belakang, ia melihat Renee yang berusaha memanggil-manggil nama Leo agar laki-laki itu sadar.
"Di mana semua kesombonganmu tadi?" gerutu Dylan sambil memegang pedang dengan kuat, mengetuk ke arah Arthur. "Kau lebih takut yang mana? Mati di tangan Renee atau orang yang ada di depan kita ini?"
"Tentu saja aku …."
"Setidaknya kalau bersama Renee, kau masih punya kesempatan untuk kembali." Dylan memotong perkataan Arthur, laki-laki itu melirik tubuh Arthur yang masih belum berubah sepenuhnya menjadi manusia. "Apa kau ingin menanggung rasa sakit terus menerus seperti itu?"
"Sial, aku tidak bisa berpikir."
Arthur menggelengkan kepalanya dengan pelan, ia menatap sang tuan yang mengetukkan tongkatnya, di detik berikutnya tiga ekor ular muncul di sekitarnya.
Tiga ekor ular itu tidak sebesar Ivana atau dua yang sebelumnya melawan Leo, tapi terlihat dengan jelas kalau tiga ekor ular yang ada di depan mereka ini gerakannya lebih gesit dan tajam.
"Aku tidak peduli dengan kalian, kalau mengangguku maka aku akan menyingkirkan kalian semua."
Celia tidak ingin berlama-lama menghadapi dua badut yang ada di depannya ini, ia ingin menarik Leo pergi dari Renee.
Bantuannya akan segera datang, ia harus menarik Leo pergi sejauh mungkin dari Renee, sebelum sesuatu yang buruk terjadi di luar rencananya. Ia harus mengalahkan Renee sekarang juga.
Sang Tuan menggerakkan tangannya dan dua ekor ular langsung melesat ke depan.
Renee masih ingat apa yang ia katakan pada Leo terakhir kali sebelum ia pergi, ia mengatakan banyak omong kosong dan akhirnya tidak ada satu pun yang bisa ia tepati.
"Maaf," kata Renee dengan penuh penyesalan. "Jika saja aku tidak meninggalkanmu di hari itu, kau tidak akan seperti ini."
Leo masih tidak merespon apa yang Renee katakan, matanya tidak berkedip dan tangannya yang digenggam oleh Renee semakin dingin.
"Leo …."
Renee rasanya ingin menangis, tangannya gemetar memegang tangan Leo.
Seharusnya ia bisa mengembalikan Leo seperti Dylan dengan cahaya jingga, tapi kenapa tidak ada reaksi?
PRANG!
Renee langsung mengalihkan pandangan, ia melihat Dylan yang melompat melawan sosok yang mereka yakini adalah 'Tuan' dengan pedang berkarat, entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, tapi sosok Tuan itu memang terlihat familiar, seperti pernah ia lihat di suatu tempat.
"Jangan menghindar," teriak Dylan sambil mengayunkan pedang dan sekali lagi dihadang oleh salah satu ular milik sang Tuan, bunyi dentingan yang keras pun tidak terelakkan lagi terdengar.
Sementara itu, Arthur tidak berani mendekati Tuan, ia lebih memilih untuk melawan para monster yang ingin mendekati Dylan dan Renee, menghadang ular yang tidak berhenti mendesis padanya.
Semua ini terlalu rumit, ia tidak ingin terlibat terlalu banyak, apalagi harus berada di pihak Leo.
Tapi jika ia berada di pihak Tuan, ia pasti akan diperlakukan Renee sama seperti Ivana, sekali lihat saja ia tahu itu terasa sangat menyakitkan.
Setidaknya untuk sementara, Arthur harus mengambil hati Renee agar wanita itu bisa membiarkannya kembali ke wujud manusia atau monsternya.
BRUKH!
Arthur yang terlalu banyak berpikir tidak sadar kalau salah satu ekor ular mengibas mengenai wajahnya. Laki-laki itu langsung jatuh tersungkur ke lantai.
"Bodoh," gerutu Dylan yang masih berusaha mendekati sosok yang ditutupi kabut hitam di depannya, sosok itu kini berdiri di atas kepala salah satu ular yang lebih besar daripada dua yang lainnya.
"Aku bisa mengabulkan apa yang kau inginkan," kata Celia dengan suara yang diberat-beratkan. "Kau ingin kekasihmu hidup kembali? Aku bisa melakukannya."
"Aku tidak butuh kekasih yang mengkhianati aku," sahut Dylan dengan cepat.
Penyesalan terbesarnya di masa lalu adalah dirinya yang terlalu buta dalam mencintai Karren, ia lupa kalau wanita yang ia cintai itu bukanlah seseorang yang murni.
Celia tertawa mendengar perkataan Dylan, sangat lucu. Setelah semua ini terjadi barulah Dylan sadar dan membenci Karren.
"Kau terlalu bodoh untuk memahami seorang wanita, Dylan."
"Terserah saja." Dylan menebas salah satu monster yang ingin mencakar wajahnya. "Kali ini tujuan hidupku hanya untuk membalas budi pada Leo dan Renee."
Leo yang di masa lalu rela menanggung semua dosa-dosanya hingga sampai ke titik ini dan juga Renee, yang telah menyelamatkan hidupnya.
Ia berhutang budi pada mereka berdua.
"Yah, jangan salahkan aku kalau aku mengirimmu lebih cepat pada kekasihmu itu di neraka."
Celia menggerakkan tangannya, dua ekor ular langsung melesat ke arah Dylan dengan mulut yang menganga lebar.
"Jangan menangis terlalu bahagia kalau itu terjadi."
Dylan menarik napas, di detik berikutnya dari kanan dan kirinya mulut-mulut ular muncul, ingin mengoyak tubuhya, laki-laki itu langsung menggerakkan pedang.
ZRASH!
Cahaya jingga berpendar di pedang yang Dylan pegang, menghantam mulut salah satu ular hingga giginya patah.
"Apa?" Celia terkejut, ia langsung melirik Renee.
Renee yang masih ada di sisi Leo menggerakkan tangannya, bohong jika ia tidak khawatir dengan Leo, tapi di depannya ada Dylan yang mempertaruhkan nyawa melawan sang Tuan.
Ia harus membantu walau sedikit, sembari memulihkan Leo dan Bella.
"Kau akhirnya turun tangan?" Celia melipat tangannya di depan dada, ia terkekeh. "Apa sekarang kau sadar bahwa kau itu tidak ada apa-apanya?"
Renee tidak bergerak dari tempatnya, tapi cahaya jingga menyala di pedang Dylan dan juga yang dipegang oleh Arthur. Dua orang itu menatap Renee dengan takjub, dengan kekuatan cahaya jingga mereka menjadi lebih percaya diri mengalahkan para monster.
"Tidak usah banyak bicara," kata Renee sambil mengikat rambutnya dengan erat. "Aku sudah memenangkan taruhan dengan Ivana, maka kali ini aku harus memenangkan taruhan denganmu."
"Ho …." Celia memiringkan kepalanya, terkekeh. Ia bersama tiga ekor ular dan para monster, bagaimana bisa dilkalahkan oleh Renee yang hanya mengandalkan cahaya jingga dan dua badut lemah di depannya ini?
"Coba saja kalahkan aku." Celia mengangkat dagunya, penuh dengan kesombongan dan merasa dirinya di atas angin. "Aku ingin lihat, mana yang lebih kuat, cahaya jingga milikmu atau kekuatanku ini?"
Celia tidak pernah kalah, bahkan Leo yang sudah menyusun rencana selama lima tahun saja bisa ia kalahkan, apalagi dengan Renee?
Ia akan mengalahkan wanita ini dan menjadikan Renee sebagai salah satu monster terbaik yang pernah ada di kota Dorthive.
Celia menyeringai, darah di dalam tubuhnya terasa mendidih karena semangat, monster-monster yang ada di sekelilingnya secara bersamaan meraung.