webnovel

Senjata Makan Tuan 3

"Celia Fern?" Leo bergumam dengan tatapan kosong, jari-jarinya terkepal dengan erat. "Apakah kita … saling mengenal?"

"Jangan membuatku marah," kata Celia dengan bibir bergetar, menahan rasa marah yang tidak terkira. "Aku seorang Duchess … menurutmu bangsawan mana yang bisa bersamamu selain seorang Duchess?"

Celia seperti orang kesurupan, tubuhnya bergetar hebat karena marah dan kedua tangannya itu meremas pahanya sendiri sampai pakaian yang ia pakai itu kusut dan kulitnya memerah.

"Apa pentingnya seorang Pelayan dibandingkan dengan diriku? Mereka hanya orang rendahan yang membersihkan lantai. Level mereka jauh di bawah kita."

Celia menjatuhkan dirinya di depan Leo, meremas wajah laki-laki itu dengan tangannya yang penuh darah. "Apakah kau tidak terkesan melihatku?"

Leo mengangkat tanganya dan memegang tangan Celia, tangan yang berlumpur itu dengan kuat meremas tangan sang Duchess.

"Tidak, sama sekali tidak berkesan." Laki-laki itu menjawabnya tanpa keraguan, seakan-akan apa yang ada di hadapannya ini hanyalah orang yang tidak pernah menjadi bagian dalam hidupnya. "Lepaskan tanganmu dariku."

Celia menggigit bibirnya hingga berdarah, matanya semakin merah dan para monster semakin riuh, mereka menghentakkan kaki hingga membuat dinding ruang bawah tanah kembali bergetar.

"Tidak mau, aku akan membuatmu menjadi milikku."

Celia memiringkan kepalanya dan ular yang menjerat Leo itu merayap naik ke atas kepala, jika jeratannya semakin kuat maka kepala leo bisa cedera tanpa halangan.

Leo mendengkus, cahaya hitam perlahan-lahan mulai menyelimuti mereka berdua.

JLEB!

"Uhuk!"

Pedang berkarat yang sedari tadi berusaha digapai oleh Leo melesat menusuk jantung Celia, darah langsung menyembur keluar, mengenai wajah laki-laki itu.

Leo menyeringai.

"Ini yang aku lakukan selama lima tahun."

Di belakang Celia, seseorang berdiri, berambut pendek dengan badannya yang penuh lumpur, sebelah matanya berwarna hitam dan tubuhnya menjadi monster.

Bella tidak memiliki ekspresi yang berarti di wajahnya, dari mata dan mulutnya, semuanya jelas kalau saat ini ia sedang tidak dalam pengaruh dirinya sendiri.

"Kau mengendalikan Pelayan rendahan ini?" Celia menatap dadanya yang ditembus pedang, terkekeh. "Apa kau pikir bisa …."

SRATS!

Bella menarik pedang berkarat dengan gerakan kasar, Leo yang ada di depan Celia menarik ular yang melilitnya dan menyerang Celia.

BRUKH!

Celia terhempas dan Bella dengan cepat mengangkat tangannya yang besar menghantam ke arah perempuan itu.

"Sial, aku …." Celia belum menyelesaikan perkataannya ketika melihat monster-monster yang mendekat ke arahnya itu diam, tak bergerak.

"Yah, itulah. Perlu kerja keras agar mereka menjadi milikku." Leo Mengusap tetesan darah yang ada di wajahnya, ia berdiri dan memperlihatkan setengah wajahnya yang juga berubah menjadi hitam. "Meski aku tidak ingat siapa dia, tapi aku sangat terbantu."

Seandainya saat ini Bella dalam keadaan sadar, ia mungkin akan mengumpati Leo, tapi mereka berdua, sama-sama orang yang tidak punya ingatan dan kesadaran.

Wanita berambut pendek itu memiringkan kepalanya ke arah Celia, matanya melotot.

Ingatan Leo kosong, tapi bukan berarti ia tidak bisa mengendalikan apa yang telah ia usahakan selama lima tahun ini.

Celia menarik napas, ia mengusap dadanya dan merasakan kalau penyembuhannya sedikit lambat dan tidak nyaman.

"Apa-apaan ini?" Celia bangkit, ia mengulurkan tangannya dan ular yang sedari tadi terabaikan di tanah, berubah kembali menjadi tongkat. "Pedang macam apa yang kalian gunakan?"

Leo menatap pedang yang ada di tangannya, pedang itu bukan pedang yang berkilau, tapi penuh dengan karat besi yang sudah menumpuk, warnanya pun sudah berubah menjadi kekuningan.

Celia tidak mendapatkan jawaban, mungkin karena Leo sudah melupakan semuanya.

"Kuakui kau memang menyebalkan tapi … ini tidak berguna sama sekali, cintaku."

Begitu Celia mengatakan itu, ia mengetukkan tongkatnya lagi ke atas tanah, kali ini bukan hanya dentuman biasa, tapi diikuti suara dengungan yang memekakkan telinga.

Bahkan Renee yang masih berada di ruang bawah tanah teratas pun langsung terjatuh mendengarnya, ia menutup telinga kuat-kuat.

"Suara apa … ini?" Dylan menutup kedua telinganya dengan gemetar, pandangannya langsung berputar dan ia terperosok ke bawah.

Arhtur juga dalam keadaan yang tidak jauh berbeda, ia bahkan harus menggigit tangannya untuk mengalihkan rasa sakit.

"Itu adalah suara tongkat milik Tuan," kata Arthur dengan tangan yang berlubang karena giginya. "Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi …."

Arthur menelan ludah, ia berusaha untuk menstabilkan napasnya, efek dari dengungan itu membuatnya terhuyung-huyung dan hampir roboh lagi.

"Kau sebaiknya jangan bicara omong kosong!" Dylan bangkit lebih dulu dan menendang kaki Arthur.

Laki-laki berambut pirang itu sepertinya terlalu gila sampai-sampai tidak bisa membaca situasi, raut wajah Renee semakin buruk, ia seakan bisa mematahkan kaki seseorang hanya dari tatapan matanya.

"Aku tidak berani mengatakan omong kosong," kata Arthur dengan helaan napas panjang, ia membersihkan tangannya yang kotor. "Mungkin saja sesuatu telah terjadi antara Tuan dan Leo, makanya ia memanggil bantuan dari luar."

"Bantuan?"

Renee mengerutkan kening, tidak mengerti.

Sebenarnya Renee tidak mau mendengarkan omong kosong dari mulut Arthur, laki-laki berambut pirang ini sama sekali tidak bisa dipercaya.

"Ya." Arthur mengangguk mantap, ia terkekeh pelan dan menatap Renee. "Kau pasti tahu, siapa musuh orang-orang berjiwa suci di masa lalu, kan Renee?"

Renee tidak menjawab, ia menghentakkan kakinya dan cahaya jingga langsung bebrpendar terang, tanah yang terkena cahaya itu retak, sedikit demi sedikit mulai berjatuhan ke bawah.

Arthur menahan napas, ia tidak tahu kalau Renee bisa melakukan hal seperti ini, padahal ia pikir ia bisa … mengulur sedikit waktu untuk Tuannya mengurus Leo.

"Aku tidak tahu apa yang kau maksud itu, tapi …."

Retakan semakin membesar dan cahaya jingga menyelinap masuk ke bawah, bunyi puing-puing yang berjatuhan terdengar nyaring.

"Aku yang akan menemukan Leo sebelum bantuan Tuanmu itu datang." Wanita itu menyeringai, matanya menyorot tajam ke arah Arthur dan kedua alisnya saling bertaut. "Mari kita lihat, siapa yang akan memenangkan taruhan ini."

Dylan terperangah, mungkin di antara semua wanita yang ia temui, Renee adalah wanita yang berbeda dari yang lain.

Wanita itu … seakan-akan tidak terkalahkan dan di sisi lain juga terlihat … menakutkan.

Pesona yang ia miliki terlalu kuat, bahkan jika dibandingkan dengan Ratu Ginevra, Renee mampu mengalahkan pesonanya.

Dylan menelan ludah, jika saja ia dan Leo bertemu dengan Renee lebih awal, mereka mungkin akan berada dalam posisi yang lebih baik daripada sekarang.

Tapi tidak masalah, setidaknya mereka masih mencoba untuk lebih baik dalam situasi seperti ini.

"Ya, bagus. Aku berhutang budi padamu, Renee." Dylan tersenyum, di detik berikutnya tanah yang mereka pijak runtuh ke bawah dengan suara yang keras.

BRUKH!

Mereka jatuh, ke bawah.

Mohon maaf karena kemarin Lady Renee tidak update ... saya sedang tidak enak badan ಥ‿ಥ

Winart12creators' thoughts
Next chapter