"Apa maksudmu?" Renee merasakan kakinya tidak bisa berhenti gemetar, ia melirik tali yang menggantung di atas. "Bukankah kelemahan mereka adalah lonceng?"
Dylan tidak sempat membalas banyak perkataan Renee, monster-monster kembali masuk dan menerjang, laki-laki itu menarik tangan Renee dan melompat menuruni tangga dengan langkah terseok.
Renee hampir terjatuh beberapa kali, tapi ia bertahan dan berusaha mengimbangi Dylan.
"Lonceng memang kelemahan para monster," kata Dylan ketika mereka hampir sampai di lantai dasar, ia mendecih pelan. "Tapi juga kelemahan Leo."
"Leo?" Renee tertegun, tidak percaya dengan apa yang Dylan katakan.
"Cepat bawa pergi Leo ke ruang bawah tanah." Dylan mengayunkan pedang saat ada monster yang mendekat dan ingin mencakar Renee. "Dia pasti tidak bisa berjalan sekarang."
Renee tidak berbicara di tengah kebingungannya, ia berlari ke arah ruang kerja, beberapa monster mencoba menghalanginya dan Renee segera mengambil apa yang ada di dinding untuk menyerang balik.
BRAKH!
"Leo!"
Renee menemukan Leo di sudut ruangan, telinganya berdarah dan kening laki-laki itu berkerut, menahan rasa sakit.
Renee tidak tahu kalau lonceng itu akan menyakiti Leo, ia benar-benar tidak tahu.
"Leo, apa kau baik-baik saja?"
Renee terlalu panik, di luar sana Dylan terlalu sibuk menghalau
para monster yang tidak berhenti menyerang.
Leo tidak menjawab perkataan Renee, tangannya yang memegang pedang itu gemetar, Renee langsung membantu Leo untuk berdiri dengan terhuyung-huyung, tidak peduli berapa kali Renee mengajak Leo bicara, ia tidak kunjung mendapat jawaban.
"Jangan bicara lagi, pergi." Leo menahan Renee yang ingin bicara lagi, terlalu bahaya jika mereka terus ada di sini. "Dylan … Dylan …."
Seakan mengerti, Renee langsung memapah Leo untuk segera keluar dari ruang kerja.
"Dylan bilang … kita hrus pergi ke ruang bawah tanah!"
Leo tidak meyahut, lebih tepatnya ia tidak mendengarnya, Renee dengan langkah terseok-seok berusaha menyeret Leo untuk menjauh, Dylan masih sibuk menghalau para monster dengan pedang di tangannya.
"Renee, ke arah kanan!" teriak Dylan dari kejauhan, Renee langsung pergi ke kanan, para monster yang mengejarnya itu meraung dengan marah, Ivana tidak terlihat di mana pun dan membuat jantung Renee berdebar semakin kencang.
"Maaf, aku akan sedikit kasar." Renee melirik Leo yang tidak mengatakan apa-apa padanya, ia berulang kali menggumamkan permintaan maaf hingga mereka hampir mencapai tangga yang menurun ke bawah, di sisi tangga ada sebuah papan besar yang bersandar ke dinding.
Suara langkah kaki datang beberapa saat kemudian, Dylan datang dengan pedang yang berlumuran darah, kemeja yang ia pakai robek dan di belakangnya ada monster yang mengejar.
"Cepat turun!" teriak Dylan dengan panik. "Cepat!"
"Ya …." Renee langsung menyeret Leo untuk turun ke bawah.
Dylan menggerakkan pedangnya untuk memotong tali yang menyangga papan, suara air dan papan yang jatuh ke lantai dengan suara gedebuk yang keras, begitu laki-laki berambut abu-abu itu melompat masuk, ujung tangga yang ada di atas sana langsung menutup dengan rapat.
Dylan terengah-engah, Renee terus turun hingga mencapai anak tangga terakhir, ia merosot jatuh ke lantai dan memejamkan matanya.
Mereka bertiga diam selama beberapa saat, di atas sana, suara tapak kaki monster berderap seakan ingin mendekat, tapi tidak ada suara papan yang digeser.
"Kau baik-baik saja?"
Dylan menuruni tangga dengan rambut yang basah, ia menyalakan lentera yang ada di sudut dan membawanya turun, ketika Renee membuka mulutnya, Dylan mendengkus.
"Aku tidak bertanya padamu, aku bertanya pada Leo dan sepertinya ia tidak mendengarnya."
Dylan berjongkok menepuk bahu Leo, ia mendesis. "Ini buruk, apa kau punya saputangan? Bantu aku membersihkan darahnya."
Renee mengangguk, ia langsung mengeluarkan saputangan dan membersihkan telinga dan leher yang dipenuhi noda darah, Leo menarik napas dalam-dalam, lalu mengangkat wajahnya.
"Apakah Ivana mengejar kita?" tanya Leo.
Renee tidak menjawab karena ia tahu kalau pertanyaan itu bukan ditujukan pada dirinya, melainkan Dylan.
"Tidak, tapi aku yakin ia sedang mempersiapkan sesuatu yang lain." Dylan menyahut, tapi mendapati Leo yang diam dan menatapnya dengan lekat, ia menggerakkan tangannya.
"Ah, begitu."
"Apa yang terjadi? Leo tidak bisa mendengar?" Renee menatap Dylan dengan cemas dan bingung di saat yang bersamaan.
"Yah, hanya sementara." Dylan duduk di atas tong kayu, rupanya ruangan bawah tanah ini adalah tempat penyimpanan anggur. "Kita akan aman di sini untuk satu malam."
"Jelaskan padaku."
Dylan terkekeh pelan, ia mengeluarkan beberapa butir permen dan melemparnya pada Renee, Leo menarik napas panjang dan ia mulai menstabilkan dirinya.
"Ini sulit dan sebenarnya aku juga tidak mengerti." Dylan melirik Leo, laki-laki itu tidak mendengar apa yang mereka berdua katakan, hanya bisa melihat gerak bibir. "Leo … kau seharusnya memberitahu Pelayanmu betapa suramnya kota Dorthive …."
"Jangan mengolok-olok." Leo mendengkus, Dylan langsung menutup mulutnya.
Leo masih belum bisa mendengar, tapi ia masih bisa melihat raut wajah Dylan yang tertawa-tawa dan Renee yang kebingungan.
Leo merasa ia memang harus menjelaskan sesuatu.
"Renee, aku sudah bilang kau tidak bisa pergi dariku." Leo menatap wanita yang ada di sampingnya. "Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, tapi itu memang benar. Mereka … ada di mana-mana, mengincarku dan orang-orang yang ada di dekatku."
Renee diam, ia tahu itu.
"Kau harus bersabar, Leo tidak bisa mendengar, ia hanya mengira-ngira apa yang kau tanyakan." Dylan membuka bungkus permen, memasukkan ke dalam mulutnya.
"Lalu kenapa … kenapa Leo harus bertahan di Mansion ini? Kenapa ia harus menderita di bawah Ivana?"
Dylan melirik Leo, laki-laki itu sepertinya tidak bisa mengartikan semua pertanyaan yang keluar dari mulut Renee, mereka berdua saling melirik dan menghela napas.
"Renee, aku tidak bisa kemana-mana karena aku … sama seperti mereka."
Renee tertegun, suasana di ruang bawah tanah itu menjadi sunyi, di luar para monster mulai berpencar dan tidak ada tanda-tanda akan menghancurkan papan kayu yang menutupi tangga ke bawah.
"Apa maksudmu?" Renee menelan ludah, ia memegang erat ujung kemeja yang dipakai Leo, luka di lengan laki-laki itu sedikit lebih baik daripada yang Renee lihat beberapa saat yang lalu.
Dylan terkekeh di atas tong kayu, laki-laki itu bersandar dan menutup wajahnya dengan tangannya sendiri. Leo berdehem dengan pelan dan perlahan-lahan kembali mendapatkan pendengarannya.
Renee menatap Leo dengan lekat, menunggu jawaban apa yang akan dikatakan laki-laki itu. Mata hitam Leo menjadi lebih gelap daripada yang Renee ingat, napasnya menjadi lebih kasar dan tangannya yang memegang pedang itu mengepal.
Suasana di ruang bawah tanah menjadi sangat aneh, Dylan tertawa-tawa dengan Leo yang diam membisu di sampingnya membuat Renee merasa tidak nyaman.
"Leo … Dylan … kalian baik-baik saja?"
"Kami monster," gumam Dylan dengan suara yang bercampur dengan tawanya. "Semua orang yang ada di kota Dorthive adalah monster, Renee."