Mori bersedekap setelah mendengarkan perkataan Vino mengenai Ras Garuda. Menutup mata, mengangguk-angguk beberapa kali lalu membuka mata kembali dan terakhir berkata. "Aku mengerti."
"Kamu sungguh sudah mengerti?" Vino terdengar antusias.
"Kenapa aku curiga dia 'mengerti' dalam hal lain dan di luar konteks!" sindir Miranda ketika mengangkat cangkir teh dengan gaya yang sangat anggun.
Vino mengangguk setuju dengan ucapan Miranda. "Benar juga. Apa yang kamu mengerti, Mori?"
"Aku mengerti kenapa kamu mendekati Miranda dan rela dipukuli olehnya. Itu karena kamu menginginkan keturunan dari Miranda, kan?"
PLAKK!!! Miranda memukul punggung Mori dengan keras.
"Aduuuhh..."
Idris dan Hanas tertawa mendengar ucapan polos Mori.
Sementara Vino hanya tertawa saja sambil menggaruk belakang kepalanya karena salah tingkah mendengar perkataan Mori.
"Apa aku salah? Sampai kamu pukul sekeras itu?" keluh Mori berusaha mengusap punggungnya.
"Tentu saja. Kamu asal bicara!" ucap Miranda bersungut-sungut.
Hanas melihat kepada Idris yang duduk tepat di sisi kanannya. "Tambahan lagi anak super heboh yang harus tuan urus."
"Tidak apa. Mereka punya keunikan masing-masing." Ucap Idris yang tetap duduk santai menikmati teh sambil memperhatikan kehebohan yang dibuat Miranda, Mori dan Vino.
"Dengar ya, Mori. Aku memang menyukai Miranda. Laki-laki mana yang tidak suka dengan gadis cantik seperti Miranda plus dengan segala kelebihannya sebagai ras pelindung, Ras Cindaku! Tapi sayangnya Garuda tidak dijodohkan bersama!"
"Eh... kenapa begitu? Apa ada yang tidak merestuinya?"
"Bukan. Tapi ikatan pernikahan ras campur tidak akan bisa memiliki anak. Padahal anak itulah yang paling diinginkan Ras Garuda untuk mempertahankan keberadaannya walau terus dianggap mitos oleh manusia biasa keberadaannya." Jelas Vino tenang.
"Tapi kalau sudah cinta, apa pun akan tetap dijalani, benar kan tuan?" tanya Hanas pada Idris.
Vino, Mori dan Miranda melihat kepada Idris hampir bersamaan.
Idris menoleh kepada Hanas, tersenyum tipis. "Benar sekali."
"Sekarang sudah cukup untuk Ras Garuda dan giliran Miranda untuk menjelaskan tentang Ras Cindaku." Ucap Vino kemudian mengambil cangkir tehnya sambil melirik Miranda
Miranda meletakkan cangkir tehnya dengan gaya anggun lalu melihat kepada Mori. "Mungkin kamu sudah pernah mencari tahunya sendiri sebelum ini mengenai Ras Cindaku walaupun kamu belum bisa berubah karena belum cukup umur seperti kata Tuan Idris sewaktu kita pertama bertemu di hutan."
Mori mengangguk. "Iya, aku ingat karena itu baru beberapa hari yang lalu. Seminggu juga belum dan aku memang sudah pernah mencari tahu tentang Cindaku sebelum bertemu kalian semua."
"Cindaku, ras kita sebenarnya juga memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri sama seperti Garuda, sebagai ras ksatria yang jumlahnya sedikit. Ras Cindaku dapat menurunkan kemampuannya pada keturunan langsung atau pun tidak langsung. Bahkan bisa menambahkan jumlah keturunan Cindaku. Hanya saja, Ras Cindaku memiliki sekelompok pembelot dari dulu!"
"Kelompok pembelot?!" gumam Mori.
Miranda mengangguk. "Benar. Merekalah yang tergoda dunia dan memanfaatkan kekuatannya untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan! Dan yang jadi masalah kita adalah jumlah pembelot itu lebih banyak, terus bertambah kuat dengan menggunakan kekuasaannya pada manusia biasa! Karena alasan jumlah pembelot yang terus bertambah, kamu kini berada di sini! Jika kamu berpotensi sebagai pembelot sejak dini, sebelum hal itu terjadi maka kamu akan aku lenyapkan sebagai wakil Ras Cindaku!"
"Apa?" Mori terkejut. Wajahnya berubah tegang dan mulai pucat ketika memperhatikan satu persatu wajah yang ada dalam ruangan itu. "Apa aku dibawa ke sini untuk tujuan itu?"
"AHAHAHAHA..." tiba-tiba Miranda dan Vino tertawa bersamaan.
"Mereka memang suka bercanda, jadi harap maklum." Sela Hanas menahan tawa. Begitu pula dengan Idris yang wajahnya telah memerah karena menahan tawa melihat ekspresi wajah Mori.
"Kalau hal itu memang benar, kamu memiliki potensi sebagai pembelot. Sudah sejak awal Tuan Idris mengetahuinya dan Miranda juga akan menghabisimu walau Tuan Idris tidak menyetujui perbuatannya." Jelas Hanas masih menahan tawa.
Mori menghela nafas lega dan bahunya melorot karena benar-benar takut tadinya. "Syukurlah... Kakek juga selalu mengingatkanku, jika aku ke rumahnya untuk tidak terbawa arus pergaulan duniawi yang penuh godaan!"
"Itu benar sekali!" sahut Idris.
"Jadi apa kakekku yang melepas kemampuannya karena tidak ingin menjadi pembelot?"
Miranda mengangguk. "Bisa jadi. Memang ada yang seperti itu dari dulu. Hanya itu yang bisa aku sampaikan padamu. Aku harap kamu bisa menjaga diri nantinya setelah kamu cukup umur dan bisa menguasai kemampuanmu!"
Mori mengangguk tegas dan tersenyum. "Tentu saja." Lalu tambahnya. "Apa makhluk mitos itu hanya kita saja? Karena dari yang pernah aku baca, makhluk mitos itu ada banyak!"
"Tentu saja banyak!" sahut Vino. "Kita bisa berkumpul begini karena kita adalah sekutu. Asal kamu tahu, di luar sana lebih banyak musuh dari pada teman! Bahkan Ras Cindaku saja ada yang pembelot."
"Benar. Dan kamu harus berhati-hati kalau ketemu salah satu dari makhluk mitos itu atau pun Cindaku pembelot! Mereka tidak akan segan-segan menghabisi calon Cindaku muda sepertimu!" ucap Miranda.
"Untuk berjaga-jaga..." ucap Idris sambil merogoh kantong baju dekat dada, mengeluarkan sesuatu dan memperlihatkan sebuah cincin yang masih dipegangnya. "Fungsinya tidak banyak, tapi cincin ini bisa melindungimu dengan menekan auramu agar tidak mudah dirasakan oleh makhluk mitos lainnya. Sehingga kamu hanya dianggap seperti manusia biasa andai kamu bertemu tanpa sengaja ataupun secara kebetulan. Pakailah dan jangan dilepaskan selama kekuatanmu belum bangkit!"
Mori menerima cincin berbahan perak dengan ukiran yang terlihat sangat antik. Mori memakai cincin itu tanpa ragu karena ukurannya pas pada jari kelingking kanannya. "Terima kasih tuan! Oh iya, tuan. Apa saya boleh pulang ke rumah?"
"Tentu saja. Kamu tidak akan ditahan di sini. Kamu bebas ke mana saja kamu mau!" sahut Idris diiringi senyuman ramah. "Apa kamu mau pulang sekarang?"
"Saya rasa, saya sudah cukup lama di tempat tuan. Jadi saya mau pulang karena takut membuat keluarga saya khawatir saya tiba-tiba menghilang!"
Idris mengangguk beberapa kali. "Benar juga. Kamu dibawa pergi oleh Vino tiba-tiba, orang tuamu pasti khawatir! Tapi kamu jangan panik dulu. Waktu yang ada di tempat ini berjalan lama dari waktu di tempat yang kamu dan Miranda tinggali!"
"Eh. Lebih lambat?" Mori sedikit bingung.
"Saya rasa bukannya lambat tuan, tapi berhenti. Karena nanti saat kami kembali, keadaan terakhir yang kami tinggalkan tetap seperti sebelumnya!" sahut Miranda.
Idris tersenyum lebar. "Yah... begitulah. Kan enak jadi tidak ada yang merasa kehilangan kalian kan kalau ke tempat saya. Hehehehe..."
"Wah... enak juga kalau begitu tuan. Lebih lama lagi main di sini sama Miranda asyik juga!" Komentar Mori juga tersenyum lebar.
"Aku suka di sini karena suasananya tenang dan bisa latihan sepuasnya menggunakan kekuatan penuh tanpa ada yang bertanya-tanya dari mana!" sahut Miranda santai.
"Kalau aku suka di sini karena bisa lama-lama melihat Miranda! Hehehe..." ungkap Vino disertai tawa lepas yang diikuti oleh Mori, Idris dan Hanas. Sementara Miranda membuang muka ke samping dan mendengus.